FILSAFAT ISLAM
PEMIKIRAN
AL-KINDI
A.
Pendahuluan
Filsafat tidak dapat dilepaskan dari
Yunani, karena filsafat lahir dan berkembang di Yunani. Filsafat masuk kedalam
dunia islam melalui kota Judishapor yang letaknya tidak jauh dari Baghdad,
selain itu juga Siria, Mesopotamia, dan Persia. Dari kota-kota itulah muncul
para filosof-filosof muslim serta pemikiran-pemikiranya. Banyak ilmu
pengetahuan Yunani yang dipelajari oleh ulama islam termasuk tentang filsafat.
Pemikiran filsafat islam telah
dipengaruhi oleh filsafat Yunani. Selain itu pandangan filosof Yunani sebagian
dijadikan acuan sebagai pandangan pemikiran filosof muslim seperti Aristoteles,
Plato dan Socrates. Pda saat itulah
muncul filosof muslim seperti halnya Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Ibunu
Bajjah dan lain-lain.
Al-Kindi termasuk salah satu Filosof
muslim yang mengkaji tentang filsafat ketuhanan, filsafat kosmologi atau alam,
dan filsafat jiwa. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai
biografi, pandangan serta pemikiran-pemikiran Al-Kindi.
B. Biografi Al-Kindi
Nama lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf
Ya’qub bin Ishaq Ash-Shabbah bin Imran bin Isma’il bin Al Asy’ats bin Qays
Al-Kindi. Ia dilahirkan di Kuffah tahun 185 H (801 M). Ayahnya adalah seorang
gubernur di kuffah pada masa pemerintahan Al-mahdi dan Harun Ar-Rasyid dari
bani Abbas. Ayahnya kemudian meninggal beberapa tahun setelah Al-Kindi lahir
Al-kindi pada masa kecilnya menempuh
pendidikanyadi kota Bashrah. Dia menguasai beberapa ilmu yang ada pada waktu
itu, seperti ilmu kedokteran, filsafat, mantiq, geometri, astronomi dan
lain-lain.[1]
Tidak ada kepastian tentang tanggal kelahiran,
kematian, dan siapa saja yang pernah
menjadi gurunya. L.Massignon mengatakan bahwa Al-Kindi wafat sekitar 246 H (860
M). C.Nallino menduga tahun 260 H (873 M), dan T.J. dc Boer menyebut 257 H (870
M). Adapun Musthofa Abd al-Raziq (Mantan Rektor Al-Azhar) mengatakan tahun 252
H (866 M), dan Yaqut al-Himawi menyebutkan setelah berusia 80 tahun atau lebih
sedikit.[2]
C. Pandangan Al-Kindi
Al-Kindi berusaha untuk memadukan (talfiq)
antara agama dan filsafat. Menurutnya, filsafat adalah pengetahuan yang benar
karena pada hakikatnya agama ilmu tentang kabenaran dan filsafat juga disebut
tentang ilmu kebenara. Oleh karena itu maka tidak ada perbedaan antara keduanya
yaitu sama-sama mengajarkan tentang kebenaran. Dan juga Alquran yang membawa
argumen-argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan
dengan kebenaran yang dihasilkan filsafat. Karena itu, mempelajari filsafat dan
berfilsafat tidak dilarang, bahkan teologi adalah bagian dari filsafat,
sedangkan umat islam diwajibkan mempelajari teologi. Teologi adalah cabang
termulia dari filsafat dan filsafat membahas tentang kebenaran atau hakikat dan
hakikat ynag pertama yaitu Tuhan.
Ia mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu
tentang hakikat, kesanggupan manusia ilmu ketuhanan, ilmu keesaan, ilmu
keutamaan, dan semua ilmu yang berguna dan bagaimana cara untuk memperolehnya
serta menjauhi segala perkara yang merugikan atau tidak baik.
Bertemunya agama dan filsafat dalam
kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya. Agama disamping
wahyu yang mempergunakan akal dan filsafat juga mempergunakan akal: Yang Benar
Perama, bagi Al-Kindi ialah Tuhan.
Dengan demikian, orang yang menolak
filsafat maka orang tersebut menurut Al-Kindi telah mengingkari kebenaran, dan
oleh karena itu ia dapat dikelompokkan menjadi orang yang “kafir”. Golongan
mu’tazilah nampak jelas dalam pemikiran-pemikiranya. Tidak ada seorang pun akan
rendah dengan sebab kebenaran, sebaliknya semua orang akan mulia karena
kebenaran.
Sesuai dengan pendiriannya, bahwa
filsafat harus dimiliki maka ia sendiri berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
mencarinya dengan jalan mengikuti pendapat orang-orang yang sebelumnya dan
menguraikannya sebaik-baiknya.
D. Hasil pemikiran Al-Kindi
1. Filsafat ketuhanan (metafisika)
a. Hakikat Tuhan
Menurut
Al kindi bahwa Tuhan adalah wujud yang sempurna, dan Tuhan tidak memiliki
hakikat karena hakikat yang sesungguhnya itu adalah Tuhan.
Tuhan
adalah maha esa yang tidak dapat dibagi-bagi dan tidak ada yang menyamainya.
Tuhan tidak dilahirkan juga tidak melahirkan. Tuhan menyempurnakan bukan
disempurnakan.[3]
Tuhan dalam pemikiran Al-kindi tidak memilki hakikat ainiah, karena Tuhan tidak
termasuk dalam benda-benda yang ada didalam alam karena tuhanlah sang pemilik
hakikat itu sendiri.
b. Bukti wujud Tuhan
Dalam
bukti wujud Tuhan Al-Kindi berpijak pada adanya pergerakan, keanekaan dan
keteraturan alam. Pemikiran Al-Kindi dalam hal ini sejalan dengan pemikiran
Aristoteles tentang penggerak pertama dan penggerak yang tidak bergerak. Dan
dalam segi agama pemikiran ini sejalan denganilmu kalam. Apabila ada yang bergerak
pasti ada yang menggerakkan. Dan alam itu bergerak dan berubah-ubah dan yang
berubah-ubah yaitu baru maka itu semua ada yang menggerakkan yaitu Tuhan.[4]
c. Sifat-sifat Tuhan
Persoalan
sifat-sifat tuhan ramai dibicarakan pada masa Al-Kindi, dan dalam ini ia
mengikuti pendirian golongan mu’tazilah. Diantara sifat-sifat Tuhan ialah
keesaan, suatu sifat yang has baginya. Tuhan adalah sebab pertamanya(first
cause), dimana wujudnya bukan karena sebab yang lain. Ia adalah zat yang
menciptakan, tetapi bukan diciptakan, menciptakan sesuatu dari tiada. Ia adalah
zat yang menyempurnakan, bukan disempurnakan.[5]
2. Epistimologi
Al-Kindi
menyebutkan adanya tiga pengetahuan manusia yaitu :
a. Pengetahuan Inderawi
Pengetahuan
inderawi terjadi secara terjadi secara langsung ketika orang mengamati terhadap
objek-objek material, kemudian dalam proses tanpa tenggang waktu dan tanpa
berupaya berpindah ke imajinasi (musyawwiroh), diteruskan ke tempat
penampungannya yang disebut hafidzah (recollection).
b. Pengetahuan Rasional
Pengetahuan
tentang sesuatu yang diperoleh dengan jalan menggunakan akal bersifat
universal, tidak parsial dan bersifat immaterial.
c. Pengetahuan Isyraqi
Pengetahuan
yang langsung diperoleh dari pancaran Nur Ilahi. Puncak dari jalan ini ialah
yang diperoleh para Nabi untuk membawakan ajaran-ajaran yang berasal dari wahyu
kepada umat manusia.
3. Filsafat Jiwa
Jiwa
merupakan intisari dari manusia dan keutamaan bagi manusia yang terpenting
adalah budi pekerti yang baik atau etika yang baik. Keutamaan ini dibagi
menjadi tiga bagian. Pertama, asas dalam jiwa tetapi bukan asas yang negatif
yaitu pengetahuan dan perbuatan. Bagian ini juga terbagi menjadi tiga yaitu
kebijaksanaan, keberanian dan kesucian. Kedua, keutamaan-keutamaan yang tidak
terdapat dalam jiwa tetapi merupakan hasil dari tiga macam keutamaan tersebut.
Ketiga, Hasil keadaan lurus tiga macam keutamaan yang tercermin dalam keadilan.[6] Roh
adalah urusan Tuhan bukan urusan manusia. Menurut Al-Kindi roh tidak tersusun
secara sederhana tetapi memiliki arti penting, sempurna dan mulia. Menurut
Al-kindi bahwa antara roh dan badan itu berbeda. Jika badan memiliki hawa nafsu
maka rohlah yang menentang hawa nafsu itu sendiri. Kemudian melalui rohlah
manusia mendapatkan suatu pengetahuan.[7]
Didalam
bukunya Al-kindi yang berjudul “perihal tidur dan mimpi” yang menyebutkan bahwa
antara ruh tidak pernah tidur yang tidur adalah badan. Ketika badan kita tidur
maka ruh akan terpisah dari badan kemudian ruh bisa melihat mimpi-mimpi luar
biasa dalam tidur.
Menurut Al-Kindi jiwa
memiliki Al kindi yaitu jiwa daya bernafsu,daya pemarah dan daya berfikir. Daya
berfikir ini disebut dengan akal kemudian dibagi menjadi 3macam akal yaitu:
akal yang bersifat potensial, akal yang telah keluar dari sifat potensial
menjadi aktual dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas. Daya
bernafsu yaitu sama dengan keinginan.
Setelah
terpisah dari tubuh saat kematian sejenak jiwa akan melayang-layang disekitar
falak. Kemudian melesat ke alam yang lebih tinggi (Kawruhan). Namun tidak semua
jiwa akan masuk pada alam tersebut. Dengan sikap seberti kebanyakan filosuf
islam lainnya Al-Kindi mengembangkan doktrin etis yang menempatkan
kebijaksanaan sebagai kebijaksanaan atau kesempurnaan puncak bagi rasio,
keberanian sebagai kesempurnaan puncak bagi amarah dan pengendalian diri
sebagai kesempurnaan puncak bagi syahwat.[8]
4. Filsafat Kosmologi
Mengenai
kosmologi, Al-Kindi berpendapat bahwa Allah tidak hanya menjadikan alam tetapi
juga mengendalikan dan mengaturnya dan menjadikan sebagiannya menjadi sebab
yang lain. Didalam alam ini terdapat gerak, yaitu gerak menjadikan dan gerak
merusak.
Al-Kindi
juga berpendapat bahwa alam terdiri dua bagian yaitu : alam yang terletak
dibawah falak bulan (air, api, udara dan tanah), dan alam yang merentang tinggi
dari falak bulan sampai keujung alam, dan yang kedua ini bersifat abadi.
Adapun
bumi ini yang terletak dibawah falak bulan, merupakan pusat alam. Sedangkan
falak-falak atau benda-benda langit merupakan makhluk hidup, yang memiliki
indera penglihatan dan pendengaran sebagian yang diperlukan untuk dapat
berfikir dan membedakan. [9]
E.
Penutup
Al-Kindi adalah filsuf islam yang mula-mula secara sadar berupa
mempertemukan ajaran-ajaran islam dengan filsuf Yunani. Sebagai seorang filsuf
Al-Kindi amat percaya kepada kemampuan akal untuk memperoleh pengetahuan yang
benar tentang realitas. Tetapi dalam waktu yang sama diakuinya pula oleh
keterbatasan akal untuk pengetahuan tentang Tuhan. Oleh krena itu, menurut
Al-Kindi diperlukan adanya nabi yang mengajarkan hal-hal yang dirasakan
bertentangan dengan ajaran agama islam yang di yakininya.
Karangan-karangan
Al-Kindi umumnya berupa makalah-makalah pendek dan dinilai kurang mendalam
dibandingkan dengan tulisan-tulisan Al-Farabi. Namun sebagai filsuf perintis
yang menempuh jalan bukan seperti pemikir sebelumnya, maka nama Al-Kindi
memperoleh cetak biru dan mendapat tempat yang istimewa dikalangan filosuf
sezamannya dan sesudahnya. Tentu saja ahli-ahli pikir kontemporer yang cinta
kebenaran dan kebijakan akan senantiasa merujuk kepadanya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul,
Atang Hakim dan Beni Ahmad Saebeni. 2008. Filsafat Umum. Bandung:
Pustaka Setia.
Mustofa.
H.A. 1997. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Nasution,
Harun. 1999. Falsafat dan mistisisme dalam islam. Jakarta: PT Bulan
Bintang.
Nasution,
Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Fakhry,
Majid. 1997. Sejarah Filsafat Islam. Bandung: Mizan Media Utama.
[1] H.A.Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung : CV Pustaka Setia,
1997), hlm.99-100
[2] Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta : Gaya Media
Pratama, 1999),hlm.16
[3] H.A.Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung : CV Pustaka Setia,
1997), hlm.109
[4] Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta : Gaya Media
Pratama, 1999),hlm.20
[5] Atang Abdul Hakim dan Beni akhmad saebeni, filsafat umum,
(Bandung: Pustaka Setia,2008) hlm.447
[6] H.A.Mustofa, Op.cit, hlm 104-106
[7] Harun Nasution, Falsafat dan mistisisme dalam islam, (Jakarta :
PT Bulan Bintang, 1999), hlm.10
[8] Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam, (Bandung: Mizan Media
Utama, 1997), hlm. 32-33
[9] Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta : Gaya Media
Pratama, 1999),hlm. 21-22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tulis komentar kalian yaa..