PEMBELAJAR, GIZAG DAN USWAH
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Strategi Belajar Mengajar
Dosen Pengampu : Ghufron Dimyati, M. S. I
Disusun Oleh:
Kelas: I
Kelompok: 2
1. Jati Diri 2021
111 109
2. Nurul Azizah 2021 111 142
3. Nurul
Falah 2021
111 163
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2013
BAB I
Pendahuluan
Pengajaran dan pendidikan selalu mengikat tiga unsur, yaitu guru, siswa dan
materi ajar. Dan yang terpenting adalah bagaimana guru bertindak di hadapan
peserta didik ketika mengajar, mendidik maupun dalam membelajarkan. Guru
memiliki kedudukan terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang menyebabkan guru
di hormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figur seorang guru. Masyarakat
yakin bahwa guru dapat memberikan kedauladanan yang baik kepada peserta didik,
sehingga mereka menjadi orang yang berkepribadian mulia.
Hakikat guru tidak hanya menjadi seorang diri, akan tetapi menyatu dalam
semua keberagaman. Artinya bahwa guru harus pandai menyatukan keberagaman
peserta didiknya dari tingkat kemampuan intelektual, keberagaman dalam
bercakap, keberagaman dalam berkepribadian hingga keberagaman kecenderungan
yang didasari oleh bakat mereka.
BAB II
Pembahasan
A. Pembelajar, Gizag dan Uswah
1. Pembelajar
Manusia pembelajar adalah orang-orang yang menjadikan kegiatan belajar
sebagai bagian dari kehidupan dan kebutuhan hidupnya. Manusia pembelajar
belajar dari banyak hal, misalnya: dari pengalaman keberhasilan atau kegagalan
orang lain, pengalaman diri sendiri yang bersifat sukses atau yang bersifat
gagal, dari buku-buku, jurnal, majalah, koran, hasil-hasil penelitian, hasil
observasi, hingga yang bersifat spontan.[1]
Untuk bisa menjadi pembelajar sepanjang hayat, individu atau kelompok harus
mampu belajar untuk belajar. Pendidikan atau pembelajaran sepanjang hayat
menawarkan konsep bagaimana orang belajar, menjadi kreatif, memiliki
efektifitas diri tingkat tinggi, dapat menerapkan kompetensi dalam situasi
kehidupan, dan dapat bekerja secara baik dengan orang lain.
Kesemuanya itu dilakukan atas dasar kesadaran sendiri, tanpa ikatan formal
atau struktural apapun. Konsepsi ini menempatkan pembelajar benar-benar
bertanggung jawab atas apa yang mereka pelajari dan kapan mereka belajar, serta
bagaimana mereka sadar untuk menjadi pembelajar sejati. Pembelajar menyediakan
kerangka kerja bagi pembelajaran pribadinya secara bertanggung jawab untuk
lebih maju.[2]
Ada 6 pilar utama yang ada untuk menjadi manusia pembelajar sepanjang
hayat:
a. Rasa ingin tahu
Inilah merupakan awal mula dari seseorang untuk menjadi manusia
berpengetahuan.
b. Optimis
Inilah modal dasar orang untuk tidak mudah menyerah dengan aneka keadaan.
c. Keikhlasan
Orang-orang yang ikhlas nyaris tidak mengenal lelah.
d. Konsistensi
e. Pandangan visioner
Pandangan jauh ke depan, melebihi batas-batas pemikiran orang kebanyakan.
f. Tuntutan pekerjaan
Pekerjaan jenis tertentu menuntut pelakunya terus belajar dan berlatih
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan teknologi, agar tidak ketinggalan
zaman.[3]
2. Gezag (Kewibawaan)
Gezag berasal dari kata zeggen yang berarti
“berkata”. Siapa yang perkataannya mempunyai kekuatan mengikat terhadap orang
lain, berarti mempunyai kewibawaan atau gizag terhadap orang
lain.[4] Kewibawaan
atau “gezag” adalah suatu daya mempengaruhi yang terdapat pada seseorang,
sehingga orang lain yang berhadapan dengan dia secara sadar dan suka rela
menjadi tunduk dan patuh kepadanya. Jadi barang siapa yang memiliki kewibawaan,
akan dipatuhi secara sadar, dengan tidak terpaksa, dengan tidak merasa atau
diharuskan dari luar, dengan penuh kesadaran, keinsyafan, tunduk, patuh,
menuruti semua yang dikehendaki oleh pemilik kewibawaan itu.[5]
Kewibawaan adalah sesuatu yang sangat penting untuk dimiliki oleh seorang
guru. Guru yang mempunyai kewibawaan berarti mempunyai kesungguhan, suatu
kekuatan, sesuatu yang dapat memberikan kesan dan pengaruh.
Agar kewibawaan yang dimiliki oleh pendidik tidak goyah dan tidak melemah,
maka hendaknya pendidik itu selalu:
a. Bersedia memberi alasan
Dengan adanya kejelasan, maka akan membuat anak didik menerima semuanya
penuh dengan kerelaan dan kesadaran.
b. Bersikap demi kamu / you attitude
Pendidik menuntut anak didik ini, melarang berbuat itu, semuanya demi anak
didik sendiri bukan untuk kepentingan pendidik.
c. Bersikap sabar
Pendidik harus memberikan nasihatnya berkali-kali kepada seorang anak,
pendidik dituntut kesabarannya sungguh-sungguh, tidak boleh putus asa.
d. Bersikap memberi kebebasan
Semakin bertambah umur anak didik atau semakin dewasa, pendidik hendaknya
semakin memberi kebebasan, memberi kesempatan kepada anak didik, agar belajar
berdiri sendiri, belajar bertanggung jawab, dan belajar mengambil keputusan.[6]
3. Uswah (Keteladanan)
Secara terminologi kata “keteladanan” berasal dari kata “teladan” yang
artinya “perbuatan atau barang dan sebagainya yang patut ditiru atau dicontoh”.[7]
Dalam Al-quran
kata-kata keteladanan yang diistilahkan dengan uswah, diantaranya
yaitu sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-quran surat Al-Ahzabayat:
31 yang artinya sebagai berikut:
“Sesungguhnya pada
diri Rasulullah SAW itu telah ada teladan (uswah) yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharapkan (rahmat) Allah SWT dan
(kedatangan) hari kiamat dan yang mengingat Allah SWT sebanyak-banyaknya.” (Q.S Al-Ahzab: 21).[8]
Keteladan merupakan pendidikan yang mengandung nilai
pedagogis tinggi bagi peserta didik. Dengan kepribadian, sifat, tingkah
laku dan pergaulannya dengan sesama manusia Rasulullah SAW benar-benar
merupakan interpretasi praktis dalam kehidupan nyata dari hakikat ajaran yang
terkandung dalam Al-quran.
Berkaitan dengan keteladanan ini, Menurut Ahmad Tafsir sebagaimana yang
dijelaskan dalam bukunya Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islamdijelaskan,
bahwa syarat-syarat pendidik dalam pendidikan Islam salah satunya adalah harus
berkesusilaan. Syarat ini sangat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas
mengajar. Sementara itu Ibnu Sina lebih jauh menjelaskan bahwa sifat yang harus
dimiliki oleh pendidik adalah sopan santun. Perangai pendidik yang baik akan
berpengaruh bagi pembentukan kepribadian peserta didik.[9]
B. Perbedaan antara mendidik, mengajar dan membelajarkan
Tugas guru dalam mendidik dan mengajar murid-muridnya adalah membimbing
memberikan petunjuk, teladan, bantuan, latihan, penerangan, pengetahuan,
pengertian, kecakapan, keterampilan, nilai-nilai, norma-norma kesusilaan,
kebenaran, kejujuran, sikap dan sifat-sifat yang baik dan sebagainya.
Mendidik adalah usaha melakukan internalisasi nilai sesuai dengan ilmu yang
ditranformasikan dalam kegiatan mengajar. Hasil kegiatan mendidik itulah yang
membedakan pola pikir dan cara pandang siswa tentang sesuatu dan lebih kepada
penanaman nilai kepribadian.
Mengajar adalah kegiatan mentransfer ilmu
pengetahuan oleh guru kepada peserta didik dengan menggunakan berbagai
pendekatan, strategi, metode mengajar, mulai dari perencanaan sampai melakukan
evaluasi. Kompetensi pendukung utama yang diperlukan adalah kompetensi
pedagogik dan kompetensi profesional.
Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam memotivasi
dan memfasilitasi peserta didik agar dapat melakukan kegiatan belajar.[10]
C. Kegunaan gezag dan uswah
1) Mempengaruhi anak untuk menuju kekedewasaan,
sehingga membantu anak menjadi orang yang sanggup memenuhi tugas hidupnya
dengan berdiri sendiri.
2) Membawa anak kearah pertumbuhan yang kemudian dengan sendirinya
mengakui wibawa orang lain dan mau
menjalankannya.
b. Fungsi uswah:
1) Memberikan kemudahan kepada pendidik dalam melakukan evaluasi terhadap
hasil dari proses belajar mengajar yang dijalankannya.
2) Memudahkan peserta didik dalam mempraktikkan dan mengimplementasikan ilmu
yang dipelajarinya selama proses pendidikan berlangsung.
3) Menciptakan hubungan harmonis antara peserta didik
dengan pendidik.
4) Tujuan pendidikan yang ingin dicapai menjadi lebih
terarah dan tercapai dengan baik.
5) Mendorong pendidik untuk senantiasa berbuat baik karena
menyadari dirinya akan dicontoh oleh peserta didiknya.[11]
BAB III
Penutup
Manusia pembelajar adalah orang-orang yang menjadikan kegiatan belajar
sebagai bagian dari kehidupan dan kebutuhan hidupnya. Tugas guru dalam
mendidik dan mengajar murid-muridnya adalah membimbing memberikan petunjuk,
teladan, bantuan, latihan, penerangan, pengetahuan, pengertian, kecakapan,
keterampilan, nilai-nilai, norma-norma kesusilaan, kebenaran, kejujuran, sikap
dan sifat-sifat yang baik dan sebagainya.
Dalam proses belajar mengajar seorang guru dituntut untuk memiliki
kewibawaan dan keteladanan yang baik untuk peserta didiknya. Kewibawaan
atau “gezag” adalah suatu daya mempengaruhi yang terdapat pada seseorang,
sehingga orang lain yang berhadapan dengan dia secara sadar dan suka rela
menjadi tunduk dan patuh kepadanya. Sedangkan keteladan adalah perbuatan atau barang dan sebagainya yang patut ditiru atau dicontoh
oleh peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Armai. 2002. Pengantar
Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Cet.Ke-2. Jakarta: Ciputat Pers.
Darwin, Sudarwan. 2010. Pengantar Kependidikan. Bandung:
Alfabeta.
Mustakim, Zaenal. 2009. Strategi dan Metode Pembelajaran. Pekalongan:
Stain Press.
Nur Uhbiyati, Abu Ahmadi. 1991. Ilmu Pendididkan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Purwanto, M. Ngalim. 2002. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen. 1995. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Edisi
ke-2 Cet. Ke-4. Jakarta: Balai Pustaka.
RI, DEPAG. 1971. Al-Quran
dan Terjemahannya. Jakarta.
Tafsir, Ahmad. 1994. Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam. Cet. Ke-2.Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tulis komentar kalian yaa..