Selasa, 24 Juni 2014

Strategi Belajar Mengajar


PEMBELAJAR, GIZAG DAN USWAH

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah                Strategi Belajar Mengajar
Dosen Pengampu        Ghufron Dimyati, M. S. I




Disusun Oleh:
Kelas: I
Kelompok: 2
1.    Jati Diri                          2021 111 109
2.    Nurul Azizah                 2021 111 142
3.    Nurul Falah                    2021 111 163


JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2013


BAB I
Pendahuluan

Pengajaran dan pendidikan selalu mengikat tiga unsur, yaitu guru, siswa dan materi ajar. Dan yang terpenting adalah bagaimana guru bertindak di hadapan peserta didik ketika mengajar, mendidik maupun dalam membelajarkan. Guru memiliki kedudukan terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang menyebabkan guru di hormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figur seorang guru. Masyarakat yakin bahwa guru dapat memberikan kedauladanan yang baik kepada peserta didik, sehingga mereka menjadi orang yang berkepribadian mulia.
Hakikat guru tidak hanya menjadi seorang diri, akan tetapi menyatu dalam semua keberagaman. Artinya bahwa guru harus pandai menyatukan keberagaman peserta didiknya dari tingkat kemampuan intelektual, keberagaman dalam bercakap, keberagaman dalam berkepribadian hingga keberagaman kecenderungan yang didasari oleh bakat mereka.

BAB II
Pembahasan

A.      Pembelajar, Gizag dan Uswah
1.        Pembelajar
Manusia pembelajar adalah orang-orang yang menjadikan kegiatan belajar sebagai bagian dari kehidupan dan kebutuhan hidupnya. Manusia pembelajar belajar dari banyak hal, misalnya: dari pengalaman keberhasilan atau kegagalan orang lain, pengalaman diri sendiri yang bersifat sukses atau yang bersifat gagal, dari buku-buku, jurnal, majalah, koran, hasil-hasil penelitian, hasil observasi, hingga yang bersifat spontan.[1]
Untuk bisa menjadi pembelajar sepanjang hayat, individu atau kelompok harus mampu belajar untuk belajar. Pendidikan atau pembelajaran sepanjang hayat menawarkan konsep bagaimana orang belajar, menjadi kreatif, memiliki efektifitas diri tingkat tinggi, dapat menerapkan kompetensi dalam situasi kehidupan, dan dapat bekerja secara baik dengan orang lain.
Kesemuanya itu dilakukan atas dasar kesadaran sendiri, tanpa ikatan formal atau struktural apapun. Konsepsi ini menempatkan pembelajar benar-benar bertanggung jawab atas apa yang mereka pelajari dan kapan mereka belajar, serta bagaimana mereka sadar untuk menjadi pembelajar sejati. Pembelajar menyediakan kerangka kerja bagi pembelajaran pribadinya secara bertanggung jawab untuk lebih maju.[2]
Ada 6 pilar utama yang ada untuk menjadi manusia pembelajar sepanjang hayat:
a.         Rasa ingin tahu
Inilah merupakan awal mula dari seseorang untuk menjadi manusia berpengetahuan.
b.         Optimis
Inilah modal dasar orang untuk tidak mudah menyerah dengan aneka keadaan.
c.         Keikhlasan
Orang-orang yang ikhlas nyaris tidak mengenal lelah.
d.        Konsistensi
e.         Pandangan visioner
Pandangan jauh ke depan, melebihi batas-batas pemikiran orang kebanyakan.
f.          Tuntutan pekerjaan
Pekerjaan jenis tertentu menuntut pelakunya terus belajar dan berlatih mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan teknologi, agar tidak ketinggalan zaman.[3]
2.         Gezag (Kewibawaan)
Gezag berasal dari kata zeggen yang berarti “berkata”. Siapa yang perkataannya mempunyai kekuatan mengikat terhadap orang lain, berarti mempunyai kewibawaan atau gizag terhadap orang lain.[4] Kewibawaan atau “gezag” adalah suatu daya mempengaruhi yang terdapat pada seseorang, sehingga orang lain yang berhadapan dengan dia secara sadar dan suka rela menjadi tunduk dan patuh kepadanya. Jadi barang siapa yang memiliki kewibawaan, akan dipatuhi secara sadar, dengan tidak terpaksa, dengan tidak merasa atau diharuskan dari luar, dengan penuh kesadaran, keinsyafan, tunduk, patuh, menuruti semua yang dikehendaki oleh pemilik kewibawaan itu.[5]
Kewibawaan adalah sesuatu yang sangat penting untuk dimiliki oleh seorang guru. Guru yang mempunyai kewibawaan berarti mempunyai kesungguhan, suatu kekuatan, sesuatu yang dapat memberikan kesan dan pengaruh.
Agar kewibawaan yang dimiliki oleh pendidik tidak goyah dan tidak melemah, maka hendaknya pendidik itu selalu:
a.         Bersedia memberi alasan
Dengan adanya kejelasan, maka akan membuat anak didik menerima semuanya penuh dengan kerelaan dan kesadaran.
b.         Bersikap demi kamu / you attitude
Pendidik menuntut anak didik ini, melarang berbuat itu, semuanya demi anak didik sendiri bukan untuk kepentingan pendidik.
c.         Bersikap sabar
Pendidik harus memberikan nasihatnya berkali-kali kepada seorang anak, pendidik dituntut kesabarannya sungguh-sungguh, tidak boleh putus asa.
d.        Bersikap memberi kebebasan
Semakin bertambah umur anak didik atau semakin dewasa, pendidik hendaknya semakin memberi kebebasan, memberi kesempatan kepada anak didik, agar belajar berdiri sendiri, belajar bertanggung jawab, dan belajar mengambil keputusan.[6]
3.        Uswah (Keteladanan)
Secara terminologi kata “keteladanan” berasal dari kata “teladan” yang artinya “perbuatan atau barang dan sebagainya yang patut ditiru atau dicontoh”.[7]
Dalam Al-quran kata-kata keteladanan yang diistilahkan dengan uswah, diantaranya yaitu sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-quran surat Al-Ahzabayat: 31 yang artinya sebagai berikut:
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah SAW itu telah ada teladan (uswah) yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharapkan  (rahmat) Allah SWT dan (kedatangan) hari kiamat dan yang mengingat Allah SWT sebanyak-banyaknya.” (Q.S Al-Ahzab: 21).[8]
Keteladan merupakan pendidikan yang mengandung nilai pedagogis tinggi bagi peserta didik. Dengan kepribadian, sifat, tingkah laku dan pergaulannya dengan sesama manusia Rasulullah SAW benar-benar merupakan interpretasi praktis dalam kehidupan nyata dari hakikat ajaran yang terkandung dalam Al-quran.
Berkaitan dengan keteladanan ini, Menurut Ahmad Tafsir sebagaimana yang dijelaskan dalam bukunya Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islamdijelaskan, bahwa syarat-syarat pendidik dalam pendidikan Islam salah satunya adalah harus berkesusilaan. Syarat ini sangat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas mengajar. Sementara itu Ibnu Sina lebih jauh menjelaskan bahwa sifat yang harus dimiliki oleh pendidik adalah sopan santun. Perangai pendidik yang baik akan berpengaruh bagi pembentukan kepribadian peserta didik.[9]

B.       Perbedaan antara mendidik, mengajar dan membelajarkan
Tugas guru dalam mendidik dan mengajar murid-muridnya adalah membimbing memberikan petunjuk, teladan, bantuan, latihan, penerangan, pengetahuan, pengertian, kecakapan, keterampilan, nilai-nilai, norma-norma kesusilaan, kebenaran, kejujuran, sikap dan sifat-sifat yang baik dan sebagainya.
Mendidik adalah usaha melakukan internalisasi nilai sesuai dengan ilmu yang ditranformasikan dalam kegiatan mengajar. Hasil kegiatan mendidik itulah yang membedakan pola pikir dan cara pandang siswa tentang sesuatu dan lebih kepada penanaman nilai kepribadian.
     Mengajar adalah kegiatan mentransfer ilmu pengetahuan oleh guru kepada peserta didik dengan menggunakan berbagai pendekatan, strategi, metode mengajar, mulai dari perencanaan sampai melakukan evaluasi. Kompetensi pendukung utama yang diperlukan adalah kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional.
Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam memotivasi dan memfasilitasi peserta didik agar dapat melakukan kegiatan belajar.[10]

C.      Kegunaan gezag dan uswah
a.         Fungsi gezag:
1)        Mempengaruhi anak untuk menuju kekedewasaan, sehingga membantu anak menjadi orang yang sanggup memenuhi tugas hidupnya dengan berdiri sendiri.
2)        Membawa anak kearah pertumbuhan yang kemudian dengan sendirinya mengakui wibawa orang lain dan mau menjalankannya.
3)        Membuat anak mendapatkan nilai-nilai dan norma-norma hidup.
4)        Pendidik dapat menjalankan kewajibannya atas dasar cinta.

b.        Fungsi uswah:
1)        Memberikan kemudahan kepada pendidik dalam melakukan evaluasi terhadap hasil dari proses belajar mengajar yang dijalankannya.
2)        Memudahkan peserta didik dalam mempraktikkan dan mengimplementasikan ilmu yang dipelajarinya selama proses pendidikan berlangsung.
3)        Menciptakan hubungan harmonis antara peserta didik dengan  pendidik.
4)        Tujuan pendidikan yang ingin dicapai menjadi lebih terarah dan tercapai dengan baik.
5)        Mendorong pendidik untuk senantiasa berbuat baik karena menyadari dirinya akan dicontoh oleh peserta didiknya.[11]
BAB III
Penutup

Manusia pembelajar adalah orang-orang yang menjadikan kegiatan belajar sebagai bagian dari kehidupan dan kebutuhan hidupnya. Tugas guru dalam mendidik dan mengajar murid-muridnya adalah membimbing memberikan petunjuk, teladan, bantuan, latihan, penerangan, pengetahuan, pengertian, kecakapan, keterampilan, nilai-nilai, norma-norma kesusilaan, kebenaran, kejujuran, sikap dan sifat-sifat yang baik dan sebagainya.
Dalam proses belajar mengajar seorang guru dituntut untuk memiliki kewibawaan dan keteladanan yang baik untuk peserta didiknya. Kewibawaan atau “gezag” adalah suatu daya mempengaruhi yang terdapat pada seseorang, sehingga orang lain yang berhadapan dengan dia secara sadar dan suka rela menjadi tunduk dan patuh kepadanya. Sedangkan keteladan adalah perbuatan atau barang dan sebagainya yang patut ditiru atau dicontoh oleh peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan IslamCet.Ke-2Jakarta: Ciputat Pers.
Darwin, Sudarwan. 2010. Pengantar Kependidikan. Bandung: Alfabeta.
Mustakim, Zaenal. 2009. Strategi dan Metode Pembelajaran. Pekalongan: Stain Press.
Nur Uhbiyati, Abu Ahmadi. 1991. Ilmu Pendididkan. Jakarta: Rineka Cipta.
Purwanto, M. Ngalim. 2002. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pendidikan dan KebudayaanDepartemen. 1995. Kamus Besar Bahasa IndonesiaEdisi ke-2 Cet. Ke-4Jakarta: Balai Pustaka.
RI, DEPAG. 1971. Al-Quran dan TerjemahannyaJakarta.
Tafsir, Ahmad. 1994. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif IslamCet. Ke-2.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan tulis komentar kalian yaa..