JARIMAH
PENCURIAN
A.
JARIMAH
Jarimah berasal dari kata ja, ra, ma yang sinonim katanya
kasabawaqotho’a artinya berusaha dan bekerja. Hanya saja pengertian usaha
disini khusus untuk usaha yang tidak baik atau usaha yang dibenci oleh manusia.
Menurut istilah, Imam Al-Mawardi mengemukakan sebagai berikut :
Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’, yang
kemudian diancam dengan hukuman had atau ta’zir. Dalam artian bahwa setiap
tindakan yang dilakukan merupakan tindakan yang menyimpang dari aturan-aturan
sehingga menimbulkan kerugian bagi orang lain dan mempunyai sanksi pidana.
B.
PENCURIAN (AL-SYARIQAH)
1.
Pengertian
Sariqah atau pencurian adalah suatu cara yang tidak sah dalam
mengambil harta orang lain. Tindakan pencurian itu dianggap lengkap oleh para
fuqaha apabila terdapat unsur-unsur berikut :
a)
Harta tersebut diambil secara sembunyi-sembunyi,
b)
Ia diambil dengan maksud jahat,
c)
Barang yang dicuri itu benar-benar milik sah dari orang yang
dicuri,
d)
Barang yang dicuri itu telah berada dalam penguasaan si pencuri.
2.
Sanksi / Hukuman Pencurian
Mencuri adalah dosa besar dan orang
yang yang mencuri wajib dihukum, yaitu:
a. Mencuri
yang pertama kali, maka dipotong tangan kanannya
b. Mencuri
kedua kalinya, dipotong kaki kirinya.
c. Mencuri
yang ketiga kalinya, dipotong tangan kirinya.
d. Mencuri
yang ke empat kalinya, dipotong kaki kanannya.
e. Kalau masih mencuri, maka ia
dipenjara sampai tobat.
3.
Pencurian Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP)
Dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 362 : Barang siapa
mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan
orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum,
karena pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda
sebanyak-banyaknya Rp. 900,-, (K.U.H.P. 35, 364, 366, 486).
C.
KORUPSI
1.
Pengertian
Kata korupsi sebagaimana yang
diketahui oleh banyak orang sekarang ini berasal dari bahasa Inggris corruption.
Sebetulnya kata corruption tersebut berasal dari kata dalam bahasa Latin
“corruptus” yang berarti “merusak habis-habisan”. Kata ‘corruptus’
itu sendiri berasal dari kata dasar corrumpere, yang tersusun dari
kata com (yang berarti ‘menyeluruh’) dan rumpere yang berarti
merusak secara total kepercayaan khalayak kepada si pelaku yang tak jujur itu.
Dalam khazanah pemikiran hukum Islam
(fiqh) klasik, perilaku korupsi belum memperoleh porsi pembahasan yang
memadai, ketika para fuqaha berbicara tentang kejahatan memakan harta
benda manusia secara tidak benar (akl amwal al-nas bi al-bathil) seperti
yang diharamkan dalam al-Qur’an, tetapi apabila merujuk kepada kata asal dari
korupsi (corrup), maka dapat berarti merusak (dalam bentuk
kecurangan) atau menyuap. Di antara berbagai
bentuk kejahatan ini yang nampaknya paling mirip substansinya dengan korupsi
ialah ghulul yang diartikan sebagai pengkhianatan terhadap amanah dalam
pengelolaan harta rampasan perang dan risywah atau yang biasa dikenal
dengan istilah suap.
Dalam konteks ajaran Islam yang
lebih luas, korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip
keadilan (al-`adalah), akuntabilitas (al-amanah), dan tanggung
jawab. Korupsi dengan segala dampak negatifnya yang menimbulkan berbagai
distorsi terhadap kehidupan negara dan masyarakat dapat dikategorikan termasuk
perbuatan fasad, kerusakan di muka bumi, yang juga amat dikutuk Allah
swt.
2.
Hukuman Bagi Koruptor
Dalam pidana korupsi, sanksi yang
diterapkan bervariasi sesuai dengan tingkat kejahatannya. Mulai dari sanksi
material, penjara, pemecatan jabatan, cambuk, pembekuan hak-hak tertentu sampai
hukuman mati. Mengapa bervariasi? Karena tidak adanya nash qath’i yang
berkaitan dengan tindak kejahatan yang satu ini. Artinya sanksi syariat yang
mengatur hal ini bukanlah merupakan paket jadi dari Allah swt. yang siap pakai.
Sanksi dalam perkara ini termasuk sanksi ta’zir, di mana seorang hakim
(imam/pemimpin) diberi otoritas penuh untuk memilih—tentunya sesuai dengan
ketentuan syariat—bentuk sanksi tertentu yang efektif dan sesuai dengan kondisi
ruang dan waktu, di mana kejahatan tersebut dilakukan.
Apabila para fuqaha dalam hukum
pidana Islam konvensional (fiqh al-jinayat al-fiqh al-jinai) memasukkan
ghulul dalam kategori tindak pidana (jarimah) ta’zir yang besar-kecilnya
hukuman (‘uqubah) diserahkan kepada pemerintah dan hakim, hal itu dapat
dipahami, mengingat kejahatan ghulul masih dalam skala kecil yang belum
menjadi ancaman berarti. Hanya saja perlu digaris bawahi bahwa hukuman ta’zir
kendatipun pada asalnya bertujuan untuk memberi pelajaran (lil al-ta’dib) bentuknya
tidak harus selalu berwujud hukuman ringan. Seperti yang ditulis oleh Abd
al-Qadir Awdah dalam Al-Tasyri’ al-Jinai al-Islami, banyak fuqaha yang
membolehkan pidana ta’zir dalam bentuk hukuman mati jika kepentingan umun
menghendakinya (idza iqtadlat al-mashlahah al-’ammah taqrir ‘uqubah
al-qatl). Dengan memerhatikan kepentingan umum yang terancam dengan sangat
serius oleh kejahatan korupsi saat ini, maka dijatuhkannya hukuman ta’zir yang
paling keras (hukuman mati) atas para koruptor kelas kakap dapat dibenarkan
oleh Islam.
3.
Kasus
Korupsi Wisma Atlet
JAKARTA
(Suara Karya): Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Melchias Markus Mekeng
mengungkapkan bahwa dirinya sama sekali tidak terlibat dalam kasus suap Wisma
Atlet dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Pengadilan Tipikor, kemarin.
Menurut
Mekeng, dirinya ditugaskan dan dilantik sebagai Ketua Banggar sejak 19 Juli
2010, sementara anggaran untuk pembangunan wisma atlet dibahas dalam APBN
Perubahan Tahun 2010.
"Jadi saya belum menjadi bagian dari Banggar DPR RI, baik
sebagai anggota, maupun Ketua Banggar. Tidak benar kalau Nazaruddin bilang
biangnya atau Ketua Besar itu adalah saya," kata Mekeng kepada wartawan,
kemarin.
Dia melanjutkan, sesuai dengan siklus pembahasan APBN maka selaku
Ketua Badan Anggaran DPR RI dirinya mulai bertugas sebagai Ketua Badan Anggaran
DPR RI sejak Juli 2010 dengan memulai Agenda Pembahasan APBN Tahun Anggaran
2011 dan seterusnya hingga saat ini.
Dia menambahkan, bahwa untuk memperjelas masalah suap wisma atlet,
dirinyalah yang meminta Nazaruddin untuk menyebutkan nama-nama dari oknum yang
terlibat. "Harus dijelaskan secara jelas dan jangan setengah-setengah,
Ketua Banggar siapa yang terlibat, jadi tidak menimbulkan persepsi yang
mendua," tegasnya.
Dia juga mengungkapkan kronologi arus kebijakan keuangan SEA Games
X DPR RI pada tahun anggaran 2010 yaitu sebagai berikut: Masalah pembahasan dan
penetapan anggaran pembangunan wisma atlet di Palembang adalah keputusan resmi
Komisi X DPR RI. "Kebijakan seputar keuangan SEA Games 2011 memang
diputuskan di Komisi X," katanya.
Mekeng melanjutkan, rapat kerja antara Komisi X DPR RI dengan
Menteri Pemuda dan Olahraga pada 20 Januari 2010 menyimpulkan bahwa Komisi X
DPR RI dan pemerintah sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) SEA Games dan
Para Games 2011.
Panja, tambah dia, diketuai oleh Ketua Komisi X Mahyuddin,
anggotanya terdiri dari para Wakil Ketua Komisi X yaitu Rully Chairul Azwar,
Heri Akhmadi dan Abdul Hakam Naja.
Selain itu, terkait program dan kegiatan dalam rangka persiapan dan
penyelenggaraan kegiatan SEA Games dan Para Games 2011 yang kala itu tinggal 19
bulan lagi, Komisi X DPR RI mendesak Menpora agar memperhatikan kedisiplinan
penganggaran.
Menurut dia, soal anggaran SEA Games sendiri setidaknya dimulai
sejak Rapat Kerja antara Kementerian Pemuda dan Olahraga dengan Komisi X DPR RI
pada Selasa, 13 April 2010.
Rapat kerja tersebut, menurut Mekeng, bersifat terbuka dengan
agenda pembahasan perubahan APBN TA 2010 yang dipimpin oleh Ketua Komisi X DPR
RI Mahyuddin serta didampingi pimpinan lain.Dalam rapat kerja tersebut, Menteri
Pemuda dan Olahraga mengajukan usulan tambahan sebesar Rp 2,125 tiliun.
Mekeng melanjutkan, usulan tersebut di luar pagu yang sudah ada
yaitu Rp 350 miliar. Perincian usulan tersebut untuk persiapan SEA Games dan
Para Games 2011 Rp 1.000 miliar (Rp 1 triliun) dan lanjutan pembangunan tahap
pertama pusat pendidikan dan pelatihan serta sekolah olahraga nasional Bukit
Hambalang Bogor sebesar Rp 625 miliar dan untuk kegiatan kepemudaan serta
olahraga lainnya Rp 500 miliar.
"Dengan pengajuan usulan tambahan sebesar Rp 2,125 triliun
tersebut, Komisi X DPR RI memutuskan akan mempertimbangkan usulan tambahan pagu
anggaran APBN-P TA 2010 dengan program prioritas utama pada persiapan SEA Games
dan Para Games 2011 dalam rangka renovasi sarana dan prasarana pertandingan dan
pembinaan atlet," jelasnya.
Mekeng memberikan penjelasan, usulan tersebut akan diajukan oleh
Komisi X DPR RI kepada Badan Anggaran DPR RI. Dalam rapat kerja antara Komisi X
DPR RI dengan Menpora pada Kamis, 29 April 2010, Komisi X DPR RI menyampaikan
bahwa Komisi X DPR RI hanya dapat memperjuangkan tambahan anggaran sebesar Rp
600 miliar dari usulan Rp 2,125 triliun.
Dengan demikian, total tambahan anggaran untuk Kemenpora pada
APBNP-TA 2010 adalah sebesar Rp 350 miliar ditambah Rp 600 miliar sehingga
totalnya menjadi Rp 950 miliar.
4.
Cara
penanggulangan Korupsi di Indonesia
a. Sangat selektif
dalam memimilh pemimpin, yang trac recordnya belum pernah ada catatan indikasi
dalam tipikor.
b. Biasakan diri
kita untuk tidak melakukan tindakan yang menuju ke korupsi, gratifikasi dan
kolusi.
c. Penegakan hukum
yang konsisten dan tidak pandang bulu.
d. Apabila ada
aparat yang terindikasi ke tipikor langsung ditindak atau bahkan langsung
dilakukan pemecatan,secara tidak terhormat.
e. Selalu berdoa
kepada Allah untuk mendapatkan pemimpin yang benar-benar mengayomi
rakyatnya,yang bisa jadi panutan dan mementingkan kepentingan rakyat daripada
kepentingan diri sendiri.
5. Pemidanaan
Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi
Dalam setiap
tindak pidana, tentunya selalu ada subjek yang akan dikenai pidana oleh
Undang-Undang yang dibuat tersebut. Menurut Undang-Undang No 39 Tahun 1999
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi terdapat dua subjek terhadap tindak pidana korupsi yaitu
orang dan korporasi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana
Korupsi (selanjutnya disebut dengan UU PTPK), yaitu:
“(1) Setiap
orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). “
6.
Akibat dari
korupsi
a.
Berkurangnya
kepercayaan terhadap pemerintahan.
b.
Berkurangnya
kewibawaan pemerintah dalam masyarakat.
c.
Menurunnya
pendapatan Negara.
d.
Hukum tidak
lagi dihormati.
Adapun dampak negatif yang ditimbulkan korupsi akan
menunjukkan tantangan serius terhadap pembangunan didalam dunia politik,
korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good
governance).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tulis komentar kalian yaa..