PERAN PENDIDIKAN
SEKOLAH DALAM MENYELESAIKAN MASALAH KEPENDUDUKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kependudukan
berkualitas serta pemuda sebagai generasi penerus bangsa merupakan salah satu
upaya yang penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Pengendalian kuantitas penduduk secara berkesinambungan diperlukan untuk
mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Permasalahan yang menonjol saat ini
adalah rendahnya mutu pendidikan yang merupakan salah satu hal pokok penentu
kualitas penduduk suatu bangsa.
Penduduk itu dinamis, oleh
karenanya, masalah-masalah yang menyertai kependudukan juga bersifat dinamis.
Pendidikan kependudukan dimaksudkan untuk memberikan wawasan kependudukan dan
meningkatkan kesadaran akan masalah-masalah kependudukan. Dalam konteks ini,
maka pembelajaran/pendidikan kependudukan juga harus mampu mencakup aspek
dinamis dari masalah-masalah kependudukan tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, makalah
ini mencoba menguraikan sebagian kecil dinamika kependudukan yang melahirkan
isu-isu di bidang kependudukan, dan upaya-upaya penyelesaiannya melalui
pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup.
B. Tujuan
Makalah ini bertujuan memberikan
pemahaman terhadap masalah kependudukan yang kini merupakan hal yang sangat mengkhawatirkan.
Selain itu untuk menambah wawasan akan pentingnya pendidikan guna menyelesaikan
masalah kependudukan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masalah Kependudukan
Masalah kependudukan yang di hadapi
bangsa Indonesia sekarang ini adalah sebagai berikut:
1. Masih tingginya laju
pertumbuhan dan jumlah kuantitas penduduk.
Jumlah penduduk Indonesia dari
tahun ke tahun terus meningkat meskipun laju pertumbuhannya semakin menurun.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) 1990 dan 2000, jumlah penduduk Indonesia
179,4 juta jiwa dan 206,3 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49
persen per tahun pada periode 1990–2000, lebih rendah dari laju pertumbuhan
penduduk periode 1980-1990 (1,97 persen). Masalah yang dihadapi antara lain
adalah masih tingginya pertambahan jumlah penduduk secara absolut. Meskipun
telah terjadi penurunan fertilitas, namun secara absolut pertambahan penduduk
Indonesia meningkat sekitar 3 sampai 4 juta jiwa per tahun. Hal ini disebabkan
karena tambahan pasangan usia subur yang dihasilkan dari ledakan kelahiran atau
momentum demografi yang terjadi pada tahun 1970-an. Apabila masalah
kependudukan tersebut tidak ditangani dengan baik, dapat berakibat pada semakin
beratnya upaya pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.
2. Tidak Sebaran Penduduk Antar
Daerah yang Merata
Di samping jumlah penduduknya yang
besar, karakteristik penduduk Indonesia yang kurang menguntungkan adalah
persebarannya yang tidak merata. Sekitar 60% penduduk Indonesia mengelompok di
Pulau Jawa dan Madura yang luasnya hanya 6,9% dari luas seluruh daratan
Indonesia. Ketimpangan persebaran penduduk di Indonesia erat kaitannya dengan
kebijaksanaan Pemerintah Belanda di Indonesia pada abad ke-l9. Mereka
mempersiapkan Indonesia sebagai penghasil bahan mentah untuk industri-industri
yang berada di Eropa, terutama di negeri Belanda. Bahan mentah seperti karet,
kopi, teh, dan tembakau yang sangat dibutuhkan ditanam di Pulau Jawa.
3. Penuaan umur penduduk (aging
population)
Penurunan kelahiran (sebagai akibat
keberhasilan Program Keluarga Berencana) dan penurunan angka kematian dan
meningkatnya usia harapan hidup (sebagai akibat meningkatnya derajat
kesehatan), telah menyebabkan terjadi perubahan struktur umur penduduk di
Indonesia. Proporsi penduduk usia muda (0-14 tahun) semakin menurun, sedangkan proporsi
lansia (umur 60 tahun ke atas) semakin meningkat.
4. Masalah-Masalah
Ketenagakerjaan
a. Meningkatnya jumlah pengangguran
terbuka selama 5 tahun terakhir.
b. Meningkatnya tingkat penganggur
terbuka usia muda (berumur 15-19 tahun).
c. Meningkatnya angka setengah
pengangguran
d. Berkurangnya lapangan kerja
formal diperkotaan dan diperdesaan.
5. Ketimpangan Gender dalam
Pembangunan Sumberdaya Manusia dan Perannya dalam Pembangunan
Berdasarkan Indonesia Human
Development Report 2004, angka HDI 65,8 dan angka GDI 59,2. Tingginya angka HDI
dibandingkan dengan angka GDI menunjukkan, bahwa keberhasilan pembangunan
sumberdaya manusia secara keseluruhan belum sepenuhnya diikuti dengan
keberhasilan pembangunan gender. Ketimpangan gender mengacu pada dua aspek yaitu
ketimpangan gender untuk keterlibatan dalam proses pembangunan dan ketimpangan
gender dalam menikmati hasil-hasil pembangunan.
6. Hak-Hak dan Kesehatan
Reproduksi
Hak-hak dan kesehatan reproduksi
yang merupakan dasar terwujudnya keluarga kecil berkualitas belum dipahami oleh
sebagian masyarakat dan keluarga. Dari data SDKI 2002-03 hanya 60,3 persen
pasangan usia subur (PUS) yang ingin ber-KB dapat terpenuhi permintaannya,
sedangkan 8,6 persen PUS yang sebenarnya tidak ingin anak atau menunda
kehamilannya, tidak memakai kontrasepsi (unmet need). Sebagian masyarakat,
orang tua maupun remaja sendiri belum memahami hak-hak dan kesehatan reproduksi
remaja. Masyarakat dan keluarga masih enggan untuk membicarakan masalah
reproduksi secara terbuka dalam keluarga. Para anak dan remaja lebih merasa
nyaman mendiskusikannya secara terbuka dengan sesama teman. Hal ini disebabkan
oleh pemahaman nilai-nilai adat, budaya, dan agama yang menganggap pembahasan
kesehatan reproduksi sebagai hal yang tabu.
Sementara itu, pusat atau lembaga
advokasi dan konseling hak-hak dan kesehatan reproduksi bagi remaja yang ada
saat ini masih terbatas jangkauannya dan belum memuaskan mutunya. Pendidikan
kesehatan reproduksi remaja melalui jalur sekolah nampaknya juga belum
sepenuhnya berhasil. Semua ini mengakibatkan banyaknya remaja yang kurang
memahami atau mempunyai pandangan yang tidak tepat tentang masalah kesehatan
reproduksi. Pemahaman yang tidak benar tentang hak-hak dan kesehatan reproduksi
ini menyebabkan banyaknya remaja yang berperilaku menyimpang tanpa menyadari
akibatnya terhadap kesehatan reproduksi mereka.
7. Mobilitas Penduduk di Era
Otonomi Daerah
Pemberlakuan UU Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah; UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah; serta PP Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom,
sedikitnya ada tiga hal yang berkaitan dengan mobilitas penduduk. Pertama,
daerah-daerah potensial akan semakin menarik untuk didatangi penduduk. Kedua,
daerah-daerah yang miskin dan masih memiliki tingkat primordialisme yang tinggi
justru kurang diminati, serta penduduknya akan menolak masuknya etnis lain.
Ketiga, munculnya nuansa baru bagi daerah untuk mengembangkan segenap sumber
daya yang dimiliki.
8. Rendahnya kesadaran Registrasi Penduduk
Penduduk merupakan sentral
pembangunan. Dalam artian lainnya, setiap perencanaan pembangunan harus memperhatikan
penduduk baik dalam konteks pelaku pembangunan maupun yang menikmati hasil
pembangunan. Oleh karenanya, ketersediaan data kependudukan menjadi bagian
pokok untuk dapat terumuskannya perencanaan pembangunan yang baik.
Sumber data kependudukan terdiri
dari sensus penduduk, survai dan registrasi penduduk. Mengingat dibutuhkan
biaya yang besar dan waktu yang lama, data yang bersumber dari sensus maupun
survai umumnya hanya tersedia untuk jangka waktu 5 dan 10 tahun. Dalam konteks
perencanaan pembangunan yang membutuhkan data Tahunan dan bergerak secara
dinamis, sumber data kependudukan yang tepat dan sesuai adalah dari registrasi
penduduk.
Namun demikian, kenyataan yang ada
menunjukkan rendahnya kesadaran penduduk dalam pencatatan administrasi kependudukannya,
baik dalam hal pencatatan kelahiran, kematian, perpindahan penduduk dan
perkawinan. Kondisi ini memaksa perencanaan pembangunan menggunakan data yang
seringkali sudah “out of date” atau menggunakan data kependudukan dari hasil
estimasi/ perkiraan. Pada tahap selanjutnya, hal ini tentu akan mengakibatkan
kurang tepatnya perencanaan pembangunan yang dilaksanakan.
B. Peranan Pendidikan dalam
Menyelesaikan Masalah Kependudukan
1. Menekan Pertumbuhan Penduduk
Pendidikan sekolah mempunyai
peranan penting bagi usaha pengendalian penduduk. Dengan belajar di sekolah
anak perempuan yang melanjutkan ke sekulah lanjutan atau universitas dengan
sendirinya usia menikah mereka ditunda. Setelah mereka berumah tangga, mereka
tidak mau hanya menjadi ibu rumah tangga. Wanita yang berpendidikan akan
bekerja di luar rumah. Pendidikan mendorong emansipasi dan akan merubah pola
piker pembentukan keluarga kecil. Sehingga tingkat kelahiran bayi bisa
diperkecil.
Pendidikan Sekolah sebagai wadah
untuk memberikan pengetahuan kepada para Siswa mengenai masalah kependudukan
dalam hal ini mengenai pertambahan jumlah penduduk. Pengetahuan tersebut dapat
berupa pendidikan tentang seks dan KB. Di sekolah, seorang siswa diharapkan
dapat mengetahui bahaya melakukan hubungan seksual di luar nikah.Karena
pendidikan seks masih dianggap tabu, maka seorang siswa sering salah dalam
pergaulan sehingga terjadi kasus hamil di luar nikah pada usia muda. Hal inilah
yang menyebabkan angka kelahiran semakin bertambah. Padahal adanya pendidikan seks
di sekolah dapat meminimalisir hal tersebut. Siswa mengetahui bahaya seks
diluar nikah dapat menimbulkan penyakit HIV/AIDS, hepatitis, atau penyakit
menular lainnya.
Selain itu, siswa yang mendapatkan
pengetahuan mengenai KB dapat mensosialisasikannya kepada masyarakat melalui
pendekatan dan penyuluhan. Karena pada umumnya masyarakat desa masih kurang
paham mengenai cara penggunaan KB. Oleh karena itu, adanya PKLH di sekolah
dapat membantu masyarakat tersebut menggunakan KB dengan benar sehingga pertambahan
penduduk dapat ditekan
2. Menekan jumlah pengangguran
dan urbanisasi
Pendidikan di sekolah mempunyai
tujuan membentuk siswa yang terampil, mandiri, cerdas, dan kreatif. Seorang
siswa yang dapat melanjutkan sekolah sampai universitas diharapkan bisa menciptakan
lapangan pekerjaan sesuai dengan keahliannya sehingga masyarakat akan diserap
sebagai tenaga kerja tanpa harus pergi ke kota.Hal ini akan mengurangi tingkat
urbanisasi dan pengangguran. Pendidikan sekolah harus mendidik siswanya agar
memiliki kualitas sumber daya manusia yang memadai. Dan kualitas pendidikan
tersebut seseorang mampu menerapkannya dalam masyarakat sehingga mengurangi
angka pengangguran.
Dalam semangat membangun secara
mandiri, pendekatan pendidikan berbasis luas, pusat-pusat pendidikan telah
dianjurkan untuk segera mengembangkan otonomi dengan tugas menghasilkan lulusan
siap kerja. Dengan tuntutan itu beberapa kampus dan pusat-pusat pendidikan
menengah dan atas harus mulai mengembangkan diri menjadi lembaga pendidikan
yang otonom dan sanggup menghasilkan lulusan yang siap kerja. Untuk itu perlu
didukung strategi praktis yang mudah dilaksanakan, karena proses pengembangan
itu sangat berbeda dengan keadaan sekarang, tidak mudah dibuat dan
dilaksanakan. Untuk memudahkan pelaksanaannya di lapangan, setiap sekolah dan
perguruan tinggi harus diberi kesempatan mengembangkan strategi dan mempelajari
contoh-contoh konkrit bagaimana mengembangkan dan melaksanakan hal tersebut.
3. Menekan angka kemiskinan
Upaya pengentasan kemiskinan tidak
boleh hanya terpaku pada kepala keluarga yang kebetulan miskin, tetapi harus
dengan seksama diarahkan pada keluarga muda yang kurang mampu serta anak-anak
mereka yang masih bersekolah, baik di pendidikan dasar, menengah maupun mereka
yang berhasil meraih pendidikan yang lebih tinggi.Anak-anak mereka yang
bersekolah itu harus dijadikan sasaran bersama untuk dibantu pemberdayaannya
dengan gigih karena kemungkinan besar dengan membantu pemberdayaan mereka
dengan pendidikan yang cukup bisa dicegah tumbuhnya atau bertambahnya keluarga
miskin baru.
Upaya itu sekaligus merupakan upaya
untuk memotong rantai kemiskinan yang terjadi secara alamiah karena anak
keluarga miskin yang tidak bersekolah, hampir pasti mendapatkan pekerjaan yang
menghasilkan nilai tambah yang relatif rendah. Apabila pertambahan keluarga
miskin itu dapat dicegah maka dengan sendirinya upaya pengentasan kemiskinan
itu tidak seperti upaya yang “berjalan di
tempat”. Ini berarti untuk upaya pengentasan
kemiskinan yang bersifat komprehensip kita harus mewaspadai para anggota
keluarga kurang mampu yang ada secara menyeluruh
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan mempunyai peran yang
penting dalam mengatasi berbagai masalah kependudukan. Diantara masalah
tersebut adalah Masih tingginya laju pertumbuhan dan jumlah kuantitas penduduk,
Sebaran Penduduk Antar Daerah yang tidak Merata Penuaan umur penduduk (aging
population), Masalah-Masalah Ketenagakerjaan, Ketimpangan Gender dalam
Pembangunan Sumberdaya Manusia dan Perannya dalam Pembangunan, Hak-Hak dan
Kesehatan Reproduksi, Mobilitas Penduduk di Era Otonomi Daerah dan Rendahnya
kesadaran Registrasi Penduduk.
Masalah- masalah tersebut
sebenarnya bukanlah hal yang mudah diselesaikan dalam waktu singkat,akan
tetapi memerlukan proses yang panjang. Dalam hal ini penyelesaian yang
merupakan sebuah proses adalah pendidikan. Dengan pendidikan generasi muda
menjadi punya pola pikir baru akan perubahan yang lebih baik, sehingga
kemiskinan, pengangguran urbanisasi, dll dapat diminimalisir bahkan dapat
dihilangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tulis komentar kalian yaa..