PSIKOLOGI AGAMA
“TIMBULNYA KEBUTUHAN AKAN AGAMA ATAU TUHAN”
I. PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk paling sempurna di antara makhluk-makhluk lain
mampu mewujudkan segala keinginan dan kebutuhannya dengan kekuatan akal yang
dimilikinya. Namun di samping itu manusia juga mempunyai kecenderungan untuk
mencari sesuatu yang mampu menjawab segala pertanyaan yang ada dalam benaknya.
Segala keingintahuan itu akan menjadikan manusia gelisah dan kemudian mencari
pelampiasan dengan timbulnya tindakan irrasionaltas. Munculnya pemujaan
terhadap benda-benda merupakan bukti adanya keingintahuan manusia yang diliputi
oleh rasa takut terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya.
Kemudian kepercayaan manusia akan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup
di dunia dan akhirat yang tergantung pada hubungan manusia dengan kekuatan gaib
yang dimaksud. Ketakutan manusia jika hubungan baik manusia dengan kekuatan
gaib tersebut hilang, maka hilang pulalah kesejahteraan dan kebahagiaan yang
dicari.
Kemudian menurut sebagian para ahli rasa ingin tahu dan rasa takut itu
menjadi pendorong utama tumbuh suburnya rasa keagamaan dalam diri manusia.
Lantas benarkah hanya rasa takut dan ingin tahu tersebut yang
menjadikan manusia membutuhkan agama dalam kehidupan mereka?. Dalam makalah
yang sederhana ini akan diulas bagaimana agama bisa menjadi kebutuhan bagi
manusia dan peran agama dalam kehidupan.
II. PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Agama
Beberapa acuan
yang berkaitan dengan kata “Agama” pada umumnya; berdasarkan Sansekerta
yang menunjukkan adanya keyakinan manusia berdasarkan Wahyu Illahi dari kata
A-GAM-A, awalan A berarti “tidak” dan GAM berarti “pergi atau berjalan,
sedangkan akhiran A bersifat menguatkan yang kekal, dengan demikian “agama:
berarti pedoman hidup yang kekal”. Agama Sanskerta, a = tidak; gama = kacau
artinya tidak kacau; atau adanya keteraturan dan peraturan untuk mencapai arah
atau tujuan tertentu. Religio dari religere (bahasa latin),yang artinya
mengembalikan ikatan, memperhatikan dengan saksama; jadi agama adalah tindakan
manusia untuk mengembalikan ikatan atau memulihkan hubungannya dengan Ilahi.
Dari sudut sosiologi, agama adalah tindakan-tindakan pada suatu sistem sosial
dalam diri orang-orang yang percaya pada suatu kekuatan tertentu (yang supra
natural) dan berfungsi agar dirinya dan masyarakat keselamatan. Agama merupakan
suatu sistem sosial yang dipraktekkan masyarakat; sistem sosial yang dibuat
manusia (pendiri atau pengajar utama agama) untuk berbhakti dan menyembah
Ilahi. Sistem sosial tersebut dipercayai merupakan perintah, hukum, kata-kata
yang langsung datang dari Ilahi agar manusia mentaatinya.
a)
Agama ialah
sikon manusia yang percaya adanya tuhan, dewa, Ilahi; dan manusia yang percaya
tersebut, menyembah serta berbhakti kepada-Nya, serta melaksanakan berbagai
macam atau bentuk kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.
b)
Agama adalah
cara-cara penyembahan yang dilakukan manusia terhadap sesuatu Yang Dipercayai
berkuasa terhadap hidup dan kehidupan serta alam semesta; cara-cara tersebut
bervariasi sesuai dengan sikon hidup dan kehidupan masyarakat yang menganutnya
atau penganutnya.
c)
Agama ialah
percaya adanya tuhan Yang Maha Esa dan hukum-hukum-Nya. Hukum-hukum tuhan
tersebut diwahyukan kepada manusia melalui utusan-utusan-Nya; utusan-utusan itu
adalah orang-orang yang dipilih secara khusus oleh tuhan sebagai pembawa agama.
Agama dan semua peraturan serta hukum-hukum keagamaan diturunkan tuhan kepada
manusia untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat.
Jadi, secara umum, agama adalah upaya manusia
untuk mengenal dan menyembah Ilahi yang dipercayai dapat memberi keselamatan
serta kesejahteraan hidup dan kehidupan kepada manusia; upaya tersebut
dilakukan dengan berbagai ritus secara pribadi dan bersama yang ditujukan
kepada Ilahi.[1]
B.
Kebutuhan
Manusia Terhadap Agama
Bahwa secara naluri, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di
luar dirinya. Ini dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup,
musibah, dan berbagai bencana. Ia mengeluh dan meminta pertolongan kepada
sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan itu. Naluriah
ini membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya.[2]
Ada yang berpendapat bahwa benih agama adalah rasa takut yang kemudian
melahirkan pemberian penghormatan kepada yang diyakini yang memiliki kekuatan
menakutkan. Rasa takut memang salah satu pendorong utama tumbuh suburnya rasa
keberagaman. Tetapi itu merupakan benih- benih yang ditolak oleh sebagian pakar
lain. Seperti yang dikatakan oleh Qurasy Syihab bahwa ada hal lain yang membuat
manusia merasa harus beragama. Freud ahli jiwa berpendapat bahwa benih
agama dari kompleks oedipus. Mula-mula seorang anak merasakan dorongan seksual
terhadap ibunya kemudian membunuh ayahnya sendiri. Namun pembunuhan ini
menghasilkan penyesalan diri dalam jiwa sang anak sehingga lahirlah penyembahan
terhadap ruh sang ayah. Di sinilah bermula rasa agama dalam jiwa manusia.[3]
Jadi agama muncul dari rasa penyesalan seseorang. Namun bukan berarti benih
agama kemudian menjadi satu-satunya alasan bahwa manusia membutuhkan agama.
Karena kebutuhan manusia terhadap agama dapat disebabkan karena masalah prinsip
dasar kebutuhan manusia. Untuk menjelaskan perlunya manusia terhadap agama
sebagai kebutuhan. Ada empat faktor yang menyebabkan manusia memerlukan agama.
Yaitu:[4]
1.
Faktor
Kondisi Manusia
Kondisi manusia terdiri dari beberapa unsur, yaitu unsur
jasmani dan unsur rohani. Untuk menumbuhkan dan mengembangkan kedua unsur
tersebut harus mendapat perhatian khusus yang seimbang. Unsur jasmani
membutuhkan pemenuhan yang bersifat fisik jasmaniah. Kebutuhan tersebut adalah
makan-minum, bekerja istirahat yang seimbang, berolahraga, dan segala aktivitas
jasmani yang dibutuhkan. Unsur rohani membutuhkan pemenuhan yang bersifat
psikis (mental) rohaniah. Kebutuhan tersebut adalah pendidikan agama, budi
pekerti, kepuasan, kasih sayang, dan segala aktivitas rohani yang seimbang.
2.
Faktor Status
Manusia
Status manusia adalah sebagai makhluk ciptaan Allah yang
paling sempurna. Jika dibanding dengan makhluk lain, Allah menciptakan manusia
lengkap dengan berbagai kesempurnaan. Yaitu kesempurnaan akal dan
pikiran, kemuliaan, dan berbagai kelebihan lainnya. Dalam segi rohaniah manusia
memiliki aspek rohaniah yang kompleks. Manusia adalah satu-satunya yang
mempunyai akal dan manusia pulalah yang mempunyai kata hati. Sehingga dengan
kelengkapan itu Allah menempatkan mereka pada permukaan yang paling atas
dalam garis horizontal sesama makhluk. Dengan akalnya manusia mengakui adanya
Allah. Dengan hati nuraninya manusia menyadari bahwa dirinya tidak terlepas
dari pengawasan dan ketentuan Allah. Dan dengan agamalah manusia belajar
mengenal Tuhan dan agama juga mengajarkan cara berkomunikasi dengan sesamanya,
dengan kehidupannya, dan lingkungannya.
3.
Faktor
Struktur Dasar Kepribadian
Dilihat dari struktur kepribadian manusia maka di situ pulalah dapat
dilihat kebutuhan manusia terhadap agama. Dalam teori psikoanalisis Sigmun
Freud membagi struktur kepribadian manusia dengan tiga bagian. Yaitu:
a)
Aspek
biologis. Aspek ini merupakan sistem yang orisinal dalam kepribadian manusia
yang berkembang secara alami dan menjadi bagian yang subjektif yang tidak mempunyai
hubungan langsung dengan dunia objektif.
b)
Aspek psikis,
yang timbul karena kebutuhan organisme untuk hubungan baik dengan dunia nyata.
c)
Aspek
sosiologis yang yang mewakili nilai-nilai tradisional serta cita-cita
masyarakat.
Selain faktor yang dimiliki manusia dalam memerlukan agama ada juga
alasan mengapa manusia perlu beragama. Dalam buku yang ditulis Yatimin
juga Abudin Nata bahwa ada tiga alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia
terhadap agama. Yaitu:
1.
Fitrah
Manusia
Kenyataan manusia memiliki fitrah keagamaan dijelaskan
dalam ajaran islam bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia. Sebelumnya
manusia belum mengenal kenyataan ini. Dan di masa akhir-akhir ini muncul
beberapa orang yang memerlukan dan memopulerkannya. Fitrah keagamaan yang
berada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia
terhadap agama. Oleh karenanya ketika datang wahyu Tuhan yang menyeru manusia
agar beragama, maka seruan itu memang amat sejalan dengan fitrah manusia itu.[5]
Al-Quran telah menjelaskan agama sebagai fitrah manusia, dan Allah telah
menetapkan perintah, ”(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu”Dan sejak dahulu gagasan ketakwaan tidak dapat
disingkirkan dari hati manusia. Kemudian dari sudut pandang psikologi hubungan
antara manusia dan agama membuktikan perasaan religius adalah salah satu naluri
manusia yang mendasar. Seorang filsuf pun mengatakan bahwa perasaan religius
adalah salah satu unsur utama dari alam jiwa manusia.
2.
Adanya An
Nafs
Faktor lain yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama
adalah karena di samping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki
kekurangan. Hal ini antara lain diungkapkan oleh kata an-Nafs. Menurut Quraisy
Syihab, bahwa dalam pandangan AlQuran, nafs diciptakan Allah dalam keadaan
sempurna untuk berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan
keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh Al-Quran
dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar. Dalam surat Al Syams disebutkan:
”demi nafs serta penyempurnaan ciptaan, Allah
mengilhamkan kepadanya kefasikan dan ketakwaan”(QS:Al-Syams:7-8)
Untuk menjaga kesucian nafs ini manusia harus selalu
mendekatkan diri pada tuhan dengan bimbingan agama. Di sinilah letaknya kebutuhan
manusia terhadap agama.[6]
3.
Tantangan
Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama
adalah karena manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai
tantangan, baik internal maupun eksternal. Tantangan internal dapat berupa
dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Sedangkan tantangan eksternal dapat
berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan oleh manusia yang secara
sengaja memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya,
tenaga, dan pikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang
di dalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan.[7]
C.
Agama dan
Pengaruhnya dalam Kehidupan
Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang bersifat
Adikodrati (Supernatural) ternyata seakan menyertai manusia dalam ruang lingkup
kehidupan yang luas. Agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagai
orang perorang maupun dalam hubungannya dengan kehidupan yang bermasyarakat.
Dalam buku Psikologi Agama Dr. H. Jalaludin menyebutkan bahwa agama dapat
mempengaruhi kehidupan, baik kehidupan Individu,dan kehidupan masyarakat. [8]
1.
Fungsi Agama dalam kehidupan Individu
(a)
Agama Sebagai Sumber Nilai dalam Menjaga
Kesusilaan
(b)
Agama
Sebagai Sarana untuk Mengatasi Prustasi
(c)
Agama sebagai sarana untuk mengatasi
ketakutan
(d)
Agama sebagai sarana untuk memuaskan
keingintahuan
(e)
Agama
sebagai pembentuk kata hati (conscienci)
2.
Fungsi Agama
dalam kehidupan bermasyarakat
Masyarakat adalah gabungan dari kelompok individu yang terbentuk
berdasarkan tatanan sosial tertentu. Dalam kepustakaan ilmu – ilmu sosial
dikenal tiga bentuk masyarakat, yaitu: masyarakat homogen, masyarakat majemuk,
dan masyarakat heterogen. Terlepas dari penggolongan masyarakat tersebut, pada
dasarnya masyarakat terbentuk dari adanya solidaritas dan konsensus.
Solidaritas menjadi dasar terbentuknya organisasi dalam masyarakat, sedangkan
konsensus merupakan persetujuan bersama terhadap nilai – nilai dan norma –
norma yang memberikan arah dan makna bagi kehidupan kelompok (Thomas E O’dea,
1985: 107).
Nilai – nilai dan norma – norma yang memberikan arah dan
makna bagi kehidupan masyarakat ialah agama. Masalah agama tak akan mungkin
dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena agama itu sendiri ternyata
diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Dalam prakteknya fungsi agama dalam
masyarakat antara lain:
a. Berfungsi Edukatif
b. Berfungsi Penyelamat
c. Berfungsi sebagai Pendamaian
d. Berfungsi sebagai Social control
e. Berfungsi sebagai Pemupuk Rasa
Solidaritas
f. Berungsi Transformatif
g. Berfungsi Kreatif
h. Berfungsi Sublimatif
III. SIMPULAN
Sehingga dapat disimpulkan bahwa agama sangat diperlukan oleh manusia
sebagai pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi lebih bermakna, yang dalam
hal ini adalah Islam. Agama Islam adalah agama yang selalu mendorong manusia
untuk mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat kauniyah (Sunnatullah) yang
terbentang di alam semesta dan ayat-ayat qur’aniyah yang terdapat dalam
Al-Quran, menyeimbangkan antara dunia dan akhirat. Dengan ilmu kehidupan
manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna,
dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia.
DAFTAR PUSTAKA
Yatimin, Drs. M.
M.A. 2006. Studi Islam Kontemporer.
Jakarta: Amzah.
Syihab, Quraisy. 2007. Membumikan Alquran Fungsi dan peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat.
Bandung. PT Mizan Pustaka.
Nata, Abudin.
1998. Metodologi Studi Islam. Jakarta.
CV. Rajawali Press.
Jalaludin. 2010. Psikologi
Agama. Jakarta: RajaGravindo Persada
http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/agama-dan-pengaruhnya-dalam-kehidupan-individu-dan-masyarakat/03/10/12
[1] http://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/agama-dan-pengaruhnya-dalam-kehidupan-individu-dan-masyarakat/03/10/12
[2] Drs. M. Yatimin, M.A, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta: Amzah, 2006), Hlm. 37
[3] Quraisy
Syihab, Membumikan Alquran Fungsi dan
Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007),
hlm.210
[4] Drs. M. Yatimin, M. A, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta:
Amzah, 2006), hlm.39-42
[5] Nata, Abudin. Metodologi Studi Islam, (Jakarta: CV.
Rajawali Press), hlm 16
[6] Drs. M. Yatimin, M.A, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta:
Amzah, 2006), hlm. 44
[8] Dr. H. Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: RajaGravindo
Persada, 2010), hlm 317-327
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tulis komentar kalian yaa..