Reading Report
PENDIDIKAN
ISLAM DALAM PERADABAN INDUSTRIAL
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan suatu proses menyampaikan pengetahuan untuk mengembangkan manusia
seutuhnya yang memiliki keyakinan, sikap dan ketrampilan hidup guna mencapai
kebahagiaan dalam kehidupannya. Dalam pendidikan islam dapat diartikan sebagai
suatu proses panjang dalam rangka mengantarkan manusia untuk menjadi seorang
yang memiliki kekuatan spiritual dan juga intelektual.
Pendidikan
islam di Indonesia tampaknya belum menjauh dari berbagai problema yang telah
begitu lama menghimpitnya. Secara langsung, hal tersebut telah menjadi faktor
yang menghambat perkembangannya pada tingkat yang sangat didambakan, sebagai
prasyarat mempertahankan eksistensinya secara aktual. Telah kita ketahui, bahwa
bangsa Indonesia yang mayoritas muslim ini, sedang bergelut dengan era
perubahan, era industrial, yaitu suatu era yang mengharuskan semua siap segala
hal, karena didalamnya banyak sekali tuntutan dan tantangan.
Maka, untuk
lebih jelasnya akan di bahas dalam tugas UTS ini yang berjudul “Pendidikan
Islam dalam Peradaban Industrial”.
BAB II
PENDIDIKAN ISLAM
A.
Orientasi dan Cita-cita Pendidikan Islam
Dalam kehidupan sosial kemanusiaan, pendidikan bukan hanya satu
upaya yang melahirkan proses pembelajaran yang membawa manusia menjadi sosok
yang potensial secara intelektual, namun berupaya membentuk masyarakat yang
berwatak, beretika, dan berestetika.
Pendidikan dilihat merangkul peran penolong yang akan menuntun
manusia untuk meraih suatu bentuk kehidupan yang lebih baik dari generasi dan
masa-masa sebelumnya. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa tanpa
pendidikan manusia sulit mendapatkan sesuatu yang berkualitas bagi diri,
keluarga dan bangsa dan bahkan karena pergeseran waktu sehingga keadaannya
dapat saja semakin tidak berperadapan dan tidak manusiawi. Atau dalam bahasa
lain, bahwa maju mundurnya peradaban manusia akan sangat ditentukan oleh sejauh
mana upaya-upaya pendidikan dapat diperoleh.
1.
Pendidikan Islam
Bagi bangsa Indonesia, sebagian tanggung jawab untuk menghadirkan
pendidikan yang berkualitas, berada di pundak lembaga pendidikan Islam. Dari
segi misi, pendidikan Islam juga menuju kearah yang sama yaitu mencerdaskan
bangsa agar menjadi manusia yang berilmu, bertaqwa dan berbudi pekerti yang
baik.
Dari segi tujuan yang terpisah, pendidikan islam berupaya
menjadikan manusia mencapai keseimbangan pribadi secara menyeluruh. Menurut M.
Arifin, hal tersebut dapat dilakukan melalui tahapan tertentu dengan intensitas
pelatihan aspek kejiwaan, akal, pikiran, perasaan, kecerdasaan dan panca indra.
Refleksi cita-cita pendidikan islam, dalam mewujudkannya tentu saja memerlukan
suatu kerja keras. Keberhasilan ini kelak akan dapat merubah berbagai asumsi
yang sekarang ini dialamatkan pada pendidikan islam, bahwa pendidikan islam
tidak lebih besar hasil dan peranannya dibanding lembaga-lembaga pendidikan
umum.
2.
Tugas kekhalifahan
Out put lembaga pendidikan islam untuk melaksanakan tugas
kekhalifahan di muka bumi dalam orientasi spiritual yang kental yaitu sebagai
tugas pokok manusia muslim terdidik. Dalam lingkup ini, pendidikan islam
bercita-cita dan berkeinginan melahirkan manusia yang bermutu. Sebagaimana yang
disebutkan A. Mukti Ali, bahwa pendidikan islam diharapkan untuk dapat
mengantarkan manusia mencapai kebahagiaan, dalam wujud mutu yang lebih bahagia
dibanding para pendahulunya. Oleh karena itu, dalam proses pendidikan islam
menyertakan program intens peningkatan intelektual dan menghidupkan pula aspek
spiritual yang akhirnya dapat menjadi modal untuk hidup dalam kebudayaan bangsa
yang selalu berkembang seiring dengan
pencapaian kemajuan peradaban manusia.
Dalam pengertian lain, pendidikan islam ingin berupaya melahirkan
manusia yang menyadari dan melaksanakan tugas-tugas kekhalifahannya dengan
terlebih dahulu mempersiapkan diri dengan ilmu pengetahuan tanpa mengenal
batas. Disamping juga menyadari bahwa hakikat seluruh kehidupan dan penguasaan
ilmu pengetahuan bersumber dan bermuara pada pengharapan Allah SWT sebagai yang
Maha Pencipta dan Maha Mengetahui.
3.
Hakikat Cita-Cita Pendidikan Islam
Dengan mngacu uraian diatas, maka diperoleh kejelasan bahwa hakikat
cita-cita pendidikan islam tampak lebih dekat dengan ruh spiritual yang menjadi
kandungannya. Hal tersebut sejalan dengan Syed Sadjad Husein dan Syed Ali
Ashraf, bahwa keinginan yang paling inti dari pendidikan islam adalah
melahirkan manusia yang beriman dan berpengetahuan, yang keberadaan satu sama
lainnya saling menunjang.
Cita-cita utama pendidikan islam adalah membentuk perilaku dan
kehidupan manusia dengan faktor keimanan yang secara tegas akan menentang
pertimbangan-pertimbangan hawa nafsu yang disinyalir selalu merugikan. Dengan
demikian maka jelaslah, bahwa pendidikan islam menanggung suatu beban yang
dapat dipandang lebih berat dibanding lembaga pendidikan umum. Dari pendidikan
islam dituntut untuk menjadikan manusia yang senantiasa bersikap dan berbuat
baik kepada diri sendiri, Tuhannya dan pada sesama makhluk dan lingkungannya
sebagai wujud konkret sosok manusia yang beriman.
B.
Sistem Pendidikan Islam Klasik dan Modern
1.
Sistem Pendidikan Islam Klasik
Menurut M. Zaky Badawi tujuan pendidikan islam tidak diwujudkan
dengan cara menjejali murid dengan fakta-fakta, melainkan berusaha menyiapkan
mereka agar kelak hidup bersih, suci dan tulus. Tekad untuk membentuk watak
tersebut didasarkan pada cita-cita etika islam yang ditempatkan sebagai tujuan
tertinggi pendidikan islam.
Dalam sistem pendidikan islam klasik, materi pokok pendidikan
adalah Al-Quran. Pada masa tersebut, tingkat pencapaian prestasi murid diukur
dari totalitasnya sebagai individu dalam wujud perilaku moral dan
keshalihannya. Maksudnya, pengukuran keberhasilan tidak dilakukan dengan ujian
yang bercorak mekanis, tetapi cukup dengan kemajuan belajar dan guru menetapkan
langkah selanjutnya dengan membebaskan murid menentukan sendiri pilihannya.
Corak sistem pendidikan pada masa klasik digambarkan mampu
memberikan hasil yang mendekati target tujuan pendidikan islam. Keberlangsungan
pendidikan islam mempunyai nuansa yang sangat demokratis, lepas dari
tekanan-tekanan kekuasaan baik struktur maupun lembaga maupun moralitas
intelektual murid yang memang sedang dikembangkan.
2.
Sistem pendidikan modern
Kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam segala aspek kehidupan
manusia, bagaimanapun juga ikut memaksa dunia pendidikan islam untuk
mengembangkan sistem pendidikannya yang lebih memadai, dan akomodatif terhadap
berbagai tantangan serta kebutuhan yang sedang berlangsung. Namun, pengembangan
sistem pendidikan tersebut tidak digali dari kenggulan sistem pendidikan islam
klasik. Tapi, cenderung menempuh emergency door yaitu dengan
menggabungkan sistem pendidikan yang dimilikinya dengan sistem pendidikan
modern yang sesungguhnya lahir bukan dari hegemoni muslim.
Keberhasilan sistem pendidikan islam modern diukur menurut
pencapaian prestasi secara formal melalui strategi mekanis. Anak didiknya juga
sangat terikat dengan segala bentuk formalitas, keharusan-keharusan lain yang
diluar pilihan-pilihannya sendiri dalam menjalani pendidikan yang
didambakannya.
C.
Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Tinggi Islam Menghadapi Peradaban Modern
Kurikulum yang umumnya berlaku di PTI, adalah kurikulum yang
didasarkan kategori-kategori Al-Quran, disamping sebagiannya sudah harus
dimasukkan kedalam musium sejarah karena sudah lapuk dimakan zaman. Nilai-nilai
yang sudah lapuk tersebut akan sukar ditawarkan untuk menjadi alternatif
melawan arus sekularisme yang semakin agresif, tidak manusiawi bahkan ateistik.
Inti kurikulum kajian keislaman pada fakultas-fakultas bercorak
umum, biasanya berpusat pada akidah, syariah dan akhlaq. Kemudian agar kuliah
keislaman dengan waktu yang terbatas tersebut dapat mencapai tujuan maka perlu
disusun strategi yang tepat dan rasional.
Maka untuk menghadapi gerak perubahan sejarah yang berlangsung
sangat cepat dan menyeluruh akibat revolusi teknologi informasi, perlulah kita
menawarkan pesan-pesan islam yang dianyam secara filosofis dengan al-quran
sebagai bahan acuan yang utama. Peradaban yang serba sekuler dan bahkan
ateistik yang melanda manusia sejak tiga atau empat abad yang lalu dengan
segala akibatnya yang dekstruktif maka harus adanya alternatif yang bentuknya
dapat membangun fitrah manusia yang sejati.
D.
Sosok Ideal Pendidikan Tinggi Islam
1.
Pendidikan Modern Barat
Konsep manusia seutuhnya dalam pendidikan barat pada awalnya
manusia religius yang mampu memahami kitab Injil dan berperilaku sebagaimana
yang diperintahkan Tuhan dalam kitab Injil. Namun tuntutan kehidupan ekonomi
telah meredupsi konsep ideal manusia, sehingga pendidikan dititikberatkan untuk
menghasilkan manusia yang memiliki kemampuan tertentu serta memiliki kualitas
pengetahuan atau intelektualitas yang memungkinkan dirinya dapat menempati
posisi strategis dalam struktur pekerjaan.
2.
Menuju Pendidikan Islam
Sosok manusia seutuhnya menurut islam adalah al-insan al-kamil.
Manusia memiliki pengetahuan dan perilaku seperti Rasulullah saw. Manusia yang
terdiri dari jiwa dan raga, dimana dengan pengetahuan yang dimiliki jiwa dapat
mengendalikan perilaku untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
E.
Karekteristik, Tujuan Dan Sasaran
Pendidikan Islam
Karakteristik dan tujuan dalam pendidikan islam merupakan corak
atau model pendidikan yang mampu membentuk “manusia yang unggul secara
intelektual, kaya dalam amal dan anggun dalam moral”. Menurut cita-cita
pendidikan islam yaitu untuk memproyeksi diri untuk memproduk “insan kamil”.
Dan untuk meraih tujuan pendidikan islam yang ideal, maka realisasinya hanya
bersumber dari Al-Quran, Sunnah, serta Ijtihad yang masih berada dalam ruang
lingkupnya.
Sasaran dalam pendidikan Islam, antara lain :
a.
Sasaran individual, yaitu yang berkaitan dengan pembinaan individu
muslim yang utuh dan melingkupi seluruh aspek kepribadian serta dalam rangka
merealisasikan seluruh sisi pertumbuhan, yang meliputi:
·
Realisasi pertumbuhan akal dan intelektual
·
Realisasi pertumbuhan keilmuan
·
Realisasi pertumbuhan daya kreatif dan penalaran
·
Realisasi pertumbuhan ideolodi dan keyakinan
·
Realisasi pertumbuhan aspek spiritual
·
Realisasi pertumbuhan nilai moral dan sosial kemasyarakatan
·
Realisasi pertumbuhan aspek manajerial
b.
Sasaran sosial, yaitu realisasi pencapaian tujuan asasi, seperti
khairu ummah yang beriman, untuk kepentingan kemashlahatan manusia, melalui :
·
Pembentukan semangat baeraqidah islamiyah
·
Pembentukan solidaritas kemanusiaan
·
Pembentukan jiwa saling menolong, menyayangi dan melindungi
berdasarkan ajaran Islam.
c.
Sasaran yang berkaitan dengan peradaban. Tujuannya adalah peradaban
umat islam melalui pembangunan semua unsur, yang keseluruhannya meliputi :
·
Unsur material, yaitu kemajuan di bidang pertanian, industi,
perniagaan dan pembangunan fisik.
·
Unsur spiritual, yaitu ideologi, akhlak dan adab.
·
Unsur struktural dan perundang-undangan yang berkaitan dengan
struktur keluarga, masyarakat dan negara.
F.
Karakteristik Anak Didik Dalam
Pendidikan
Anak didik merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam proses
pendidikan. Adapun karakteristik khusus yang dimiliki anak didik, antara lain:
a.
Anak sebagai subyek didik yang memiliki muatan positif.
Jika merujuk pada hadits Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan Thabrani
dan Baihaqi, dinyatakan bahwa “sesungguhnya seorang bayi ketika dilahirkan
dalam keadaan fitrah. Dan orang tuanyalah yang bertanggungjawab seandainya
fitrah yang dibawanya itu menyimpang dari yang seharusnya yaitu bersih dan
cenderung pada kebaikan”.
b.
Bahwa anak sebagai manusia bebas yang memiliki kesamaan harkat.
Maksudnya, dalam proses belajar mengajar semua anak memiliki
peluang, posisi dan derajat yang sama yaitu untuk memperoleh pendidikan.
c.
Bahwa anak sebagai generasi penjelajah yang perlu tantangan.
d.
Anak sebagai individu yang unik.
Setiap anak memiliki kepribadian, perkembangan dan kemampuan yang
berbeda dengan yang dimiliki orang lain. Dengan begitu, perlakuan yang
diterapkan kepada mereka dalam proses pembelajarannya harus diarahkan kepada
keunikan yang dimilikinya.
BAB III
PENDIDIKAN
ISLAM DAN PEMBERDAYAAN
A.
Pemberdayaan Sebagai Strategi
Memberdayakan Umat
Pemberdayaan berasal dari kata daya yang dapat diartikan sebagai
kemampuan, kekuatan , muslihat dan akal. Namun pemberdayaan disini, berarti
usaha yang dilakukan agar seseorang atau sekelompok orang mempunyai kemampuan
untuk melakukan sesuatu terutama yang berkenaan dengan pembelaan atas diri dan
hak-haknya.
Diantara penyebab ketidakberdayaan adalah kelemahan ekonomi,
kebodohan, ketidakberanian dan ketergantungan. Agar umat manusia berdaya,
penyebab ketidakberdayaan tersebut harus dihilangkan, terutama dalam kaitannya
dengan ketidakberanian dan ketergantungan. Kekayaan dapat diberikan,
pengetahuan dapat ditularkan, namun keberanian dan ketaktergantungan mesti
dibangkitkan dari dalam diri seseorang.
Kalau memang pendidikan dijadikan pilihan utama dalam usaha
pemberdayaan umat, perhatian pada pembinaan kemandirian dan pembentukan
kepribadian yang kuat haruslah diutamakan. Tanpa kedua hal tersebut, yang akan
terbentuk bukanlah manusia-manusia yang benar-benar berdaya. Namun mereka akan
berdaya sebagai pekerja yang menghasilkan produk tertentu, tetapi tidak berdaya
mempertahankan hak-haknya dari ketidakadilan dari sistem yang berlaku dalam
lingkungan kerjanya.
B.
Pendidikan Islam Dan Proses
Pemberdayaan Bangsa
Pendidikan islam yang berlangsung di negeri ini masih menganut
sistem pendidikan warisan abad pertengahan bagian akhir. Ciri utama dari masa
tersebut adalah adanya pemisahan secara jelas antara ilmu pengetahuan yang
terklarifikasikan sehingga keberadaannya juga dibedakan dengan sekolah-sekolah
umum. Sedangkan kedudukan pendidikan islam sebagai sub-sistem pendidikan
nasional, merupakan sisi lain yang bersumber dari sistem penyelenggaraan
negara, yang sesungguhnya juga sebagai bentuk modifikasi yang tidak sempurna
atas warisan sejarah masa lampau tentang sistem pendidikan modern yang kita
anut. Sebagai akibatnya, gejala ini sedikit banyak mempengaruhi kemajuan
pendidikan, khususnya pendidikan islam.
Eksistensi pendidikan islam telah menduduki posisi yang sangat
penting sebab tanggungjawab pemberdayaan bangsa yang menjadi beban pendidikan
islam, dipandang tidak hanya segi ekonomi saja, tapi juga aspek moralitas,
sehingga kelak tidak terjadi kolusi-kolusi yang saling menjatuhkan demi
keuntungan pribadi.
C.
Pendidikan Moral Keagamaan Dalam
Masyarakat
Pendidikan moral bukan hanya sekedar pengetahuan hafalan akan
tetapi harus menumbuhkan kesadaran pada diri anak didik mengenai pentingnya
moral yang baik dan mendorong untuk berkehendak melakukan suatu perbuatan
dengan penuh tanggungjawab. Dengan demikian, pendidikan moral diharapkan dapat
menyentuh kawasan internalisasi (pendalaman) dan karakterisasi (penghayatan).
Adanya kenakalan remaja serta kasus tawuran antar pelajar yang kian
meranah, sehingga membuat moral dan tingkah laku mereka menjadi buruk. Namun,
ada beberapa upaya untuk meningkatkan pendidikan moral keagamaan, antara lain :
1.
Merancang secara spesifik suatu aktivitas seperti diadakannya
kegiatan Pesantren Kilat, sehingga mereka mampu menghayati dan mengamalkan ajaran
agama.
2.
Diadakannya kunjungan sosial seperti panti asuhan, ke lokasi
bencana alam dan lain-lain, yaitu dengan maksud menumbuhkan rasa peduli
lingkungan sosial.
D.
Urgensi Fenomena Pendidikan Dalam
Pemberdayaan Umat
Munculnya TPA (Taman Pendidikan Alquran) dan Pesantren Kilat
sebagai fenomena pendidikan keagamaan adalah sebagai hasil inovasi pendidikan
dan sebagai upaya pemberdayaan umat. Sebagai pemberdayaan umat, pendidikan
agama sejak dini bagi generasi muda merupakan suatu keniscayaan yang perlu dilakukan.
Suatu kegiatan pembinaan sebagai prioritas utama dan pertama. Dari sinilah
nantinya nilai-nilai agama mengalami proses internalisasi dalam diri setiap
insan yang dapat dijadikan basis spiritual.
BAB
IV
TANTANGAN
PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan
islam sebagai proses pembelajaran dapat ditemukan diberbagai lembaga
pendidikan, posisinya mengalami kegoncangan kualitas karena didalam masyarakat
telah terjadi keterkejutan-keterkejutan budaya, yang tidak terimbangi oleh
perbaikan sistem dan proses pembelajarannya. Pada umumnya, masih sangat
bertumpu pada model islamologi atau islam sebagai ilmu karena hanya menonjolkan
aspek kognitif, ditengah pengharapan pemantapan moral atau budi pekerti
terdidik disemua jenjang pendidikan.
Dalam kaitan
tersebut, kebanyakan para ahli berpendapat bahwa pendidikan islam dalam arti
proses, keberhasilannya akan sangat ditunjang atau ditentukan oleh aspek
afektif dan psikomotor. Padahal, kedua aspek tersebut dapat dikatakan minim
atau hampir tidak ada dalam pendidikan islam proses di semua jenjang lembaga
pendidikan umum yang ada.
Pendidikan
islam sebagai lembaga dan proses, pada umumnya mengalami hambatan-hambatan
pokok, termasuk seperti penerapan politik pendidikan yang cenderung membedakan
haknya, persoalan dikhotomi ilmu pengetahuan yang juga belum selesai, sistem
dan manajemennya yang dinilai berkualitas rendah, dan sampai pada image
masyarakat yang memberi penilaian secara subyektif terhadap keberadaannya.
Dalam hal ini, tidak terkecuali madrasah yang telah menempatkan diri sebagai
pendidikan umum plus, tetapi didudukkan dalam jajaran lembaga pendidikan islam
pada umunya yang dinilai belum menjangkau kualitas yang di inginkan.
Persoalan
ketidaktepatan dan ketidakbenaran ini, kini harus lebih tegas mendapat
perhatian semua pihak. Sebab, tantangan perubahan yang telah mengantarkan
masyarakat menjadi lebih maju, sekaligus melahirkan tuntutan perbaikan sistem
pendidikan islam yang dinilai masih terbelakang, baik proses maupun lembaga,
dan harus dilakukan secara berani serta tidak sekedar tambal sulam. Langkah
tersebut semata-mata dalam rangka menempatkan pendidikan islam agar lebih
responsif terhadap perubahan dan memenuhi logika persaingan serta dapat
menjawab dinamika pemberdayaan.
A.
Peran Pendidikan Islam Dalam
Mewujudkan Kerukunan Antar Umat Beragama
Realita kerukunan antar umat beragama di Indonesia telah mencapai
tingkat yang menggembirakan. Hal tersebut dikarenakan adanya kesadaran para
pemeluk agama yang saling menghormati dan dapat hidup berdampingan secara
harmonis.
Dien Syamsyudin (1997:6) membenarkan bahwa agama mempunyai watak
yang mendua terhadap masalah kerukunan dan kesatuan. Pada satu sisi ia dapat
mendorong persatuan antar manusia atau memiliki daya perekat sosial yang kuat
sehingga dapat mempersatukan masyarakat.
Terhadap pemeluk agama lain, islam menggariskan suatu prinsip
“Bagimu agamamu dan bagiku agamaku” (QS. 109:60). Ini menjadi satu konsep dasar
toleransi dalam arti untuk tidak saling mengusik keberadaan masing-masing.
Aspek yang lebih mendalam adalah bahwa umat beragama tidak mencampuradukkan
masalah ibadah masing-masing agama dan umat islam sendiri dilarang keras untuk
mengikuti upacara ritual agama lain, sekalipun dengan jaminan bahwa penganut
agama lain akan mengikuti ritual umat islam, ataupun atas nama toleransi dan
kerukunan umat beragama.
B.
Lembaga Pendidikan Islam
Dalam memenuhi target jangka pendek, lembaga pendidikan islam harus
mampu memberikan arahan dan menuntun anak didik secara massal untuk menjadi
umat beragama (islam) yang mampu menghadapi dan menjalani perubahan. Sedangkan
untuk jangka panjang, penekanannya adalah bahwa lembaga pendidikan islam harus
mampu melahirkan ulama, pendidik dan orang tua yang secara konsisten
menunujukkan kemampuan dalam mengarahkan dan menuntun anaknya agar menjadi
generasi berkemajuan dunia atas landasan keakhiratan.
BAB
V
REKONSTRUKSI
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
A.
Pendidikan Islam Abad XXI : Suatu
Tinjauan Dari Perspektif Ilmu Dan Filsafat
Dalam proses pendidikan islam memerlukan konsep-konsep yang pada
gilirannya dapat dikembangkan menjadi teori-teori yang teruji dalam praksisasi
lapangan. Dengan teori pendidikan islam, para pendidik muslim akan
mengembangkan konsep-konsep baru sesuai dengan tuntunan zaman, sehingga
pendidikan islam akan terus berkembang mengacu kepada tuntutan masyarakat yang
berkembang secara dinamis-konstruktif menuju masa depan yang lebih sejahtera
dan maju.
Pendidikan islam juga membina dan mengembangkan pendidikan agama
dimana titik beratnya terletak pada internalisasi nilai iman, islam, dan ihsan
dalam pribadi manusia muslim yang berilmu pengetahuan.
B.
Pendidikan Islam Di Indonesia
Sebagai pendidikan yang berlabel agama (Islam), maka jelaslah bahwa
pendidikan islam memiliki transmisi spiritual yang lebih nyata dalam proses
pengajarannya. Pendidikan islam berupaya untuk mengembangkan keseluruhan aspek
pada diri anak didik secara berimbang, baik aspek intelektual, imajinasi,
kultural serta kepribadian.
Pendidikan islam di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu
variasi dari konfigurasi sistem pendidikan nasional. Tetapi keberadaannya
dihadapkan pada kenyataan bahwa pendidikan islam di Indonesia tidak memiliki
kesempatan yang luas untuk bersaing dalam membangun umat yang besar ini. Memang
ini terasa janggal, bahwa dalam suatu komunitas masyarakat muslim yang besar,
pendidikan islam tidak mendapat kesempatan yang luas, sebanding dengan umatnya
yang besar.
Krisis dalam dunia pendidikan di Indonesia, oleh H.A. Tilaar (1991)
secara umum diidentifikasikan dalam empat aspek pokok, yaitu masalah kualitas,
relevansi, elitisme dan menejemen.
Pendidikan islam di dalam masyarakat agraris pra-industri
menempatkan tempat yang strategis, baik dalam susunan budaya maupun didalam
masyarakat itu sendiri. Dalam arti kata lain, sistem serta nilai pendidikan
islam dan tokoh-tokoh pelakunya bukan saja merupakan bagian yang integral dari
budaya dan masyarakatnya. Melainkan juga bertindak sebagai pusat-pusat budaya
yang berwibawa yang reproduksi dari pemikiran serta nilai-nilainya
menyumbangkan konsep-konsep pengetahuan dan menstruktur sistem perilaku
kolektif anggota masyarakatnya.
C.
Rekonstruksi Pendidikan Islam Dalam
Peradaban Industrial
Dengan mengaca kembali pada dinamika masyarakat dan perjalanan
pendidikan islam, maka kita dapat membuat kesimpulan positif dan konkret
mengenai keharusan untuk tetap memikirkan upaya dan proses pemajuan pendidikan
islam. Keseluruhan upaya-upaya tersebut bisa disebut dengan rekonstruksi,
dengan asumsi bahwa proses dekonstruksinya adalah seleksi-seleksi masa lampau
dan perbaikan landasan bagi pendidikan islam yang telah berlangsung, sehingga
ia siap dan dapat memperlihatkan keperkasaannya dalam peradaban industrial.
BAB VI
PERADABAN INDUSTRIAL
Proses menuju peradaban industrial merupakan persoalan yang
pasti akan terjadi, sebab dengan industri peradaban yang lebih besar dapat
dibangun. Industrialisasi memiliki keterkaitan yang erat dengan modernisasi,
sebab industrialisasi merupakan bagian dari proses modernisasi. Industrialisasi
bukanlah suatu perjalanan sejarah yang secara langsung dari masyarakat agraris
ke masyarakat industri, masyarakat tradisional ke masyarakat modern, tetapi
suatu evolusi yang multilineal. Masyarakat industri dapat terbentuk melalui
berbagai cara misalnya revolusi borjuis, fasisme, komunisme dan lain
sebagainya.
Industrialisasi pada satu sisi berdampak positif terhadap kemajuan
peradaban masyarakat, namun pada sisi yang lain justru menjadi ancaman terhadap
tata nilai keberagamaan masyarakat. Bahkan Peter L. Berger sebagaimana yang
dikemukakan Kuntowijoyo mengemukakan bahwa ekonomi industrial-capitalistic
merupakan wilayah sekuler yang terbebas dari agama, sehingga agama tidak
memiliki kekuatan untuk melakukan legitimasi sebab hal ini akan mengancam
kelangsungan dari tata ekonomi. Jika demikian, maka industrialisasi merupakan
ancaman terbesar yang harus dihadapi agama, sebab kondisi ini akan berpotensi
melahirkan penyakit dalam masyarakat.
Dalam sejarah, terdapat beragam sikap umat Islam terhadap
sains-teknologi. Sebagian umat Islam ada yang anti terhadap teknologi, ada juga
yang bersikap moderat dan bersikap fleksibel terhadap perkembangan teknologi,
bahkan ada yang cenderung liberal dengan menerima semua gagasan baru.
Jika dicermati lebih tajam, peradaban industrial pada dasarnya
memperlihatkan kontribusi pendidikan Islam sebagai wadah penghasil guru agama.
Di tengah gelombang reformasi global kehadiran guru agama memiliki kompetensi
strategis dalam menghantarkan peserta didik bukan terbatas pada sosok pelaku
pembangunan, produser sains dan teknologi, namun mengarahkan peserta didik
menjadi manusia yang tidak kropos dalam persoalan moralitas.
BAB
VII
ANALISIS
Buku ini menerangkan tentang pendidikan islam dalam peradaban industrial.
Pendidikan islam itu sendiri mempunyai arti sebagai upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia untuk lebih
maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia,
sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan
akal, perasaan, maupun perbuatan.
Namun, ada
beberapa masalah dalam pendidikan islam di Indonesia, seperti kurang
tertariknya masyarakat untuk memilih lembaga-lembaga pendidikan islam,
sebenarnya bukan karena telah terjadi pergeseran nilai atau ikatan keagamaannya
dan mulai memudar, melainkan karena sebagian besar kurang menjanjikan dan
kurang responsif terhadap tuntutan dan permintaan saat ini maupun mendatang.
Padahal, paling tidak ada tiga hal yang menjadi pertimbangan masyarakat dalam
memilih lembaga pendidikan, yaitu nilai (agama), status sosial dan cita-cita.
Memasuki
peradaban industrial ini, pendidikan nasional pada masyarakat Indonesia perlu diarahkan
pada pengembangan sains dan teknologi, sehingga masyarakat Indonesia harus
diarahkan untuk mengembangkan potensi untuk meraih, mengembangkan serta
menerapkan sains dan teknologi untuk meningkatkan taraf hidup. Sains dan
teknologi menjadi sangat urgen sebab masyarakat industri terbentuk jika metode
ilmu pengetahuan dan teknologi diterapkan dalam masyarakat.
BAB
VIII
SIMPULAN
Dalam kehidupan sosial kemanusiaan, pendidikan bukan hanya satu
upaya yang melahirkan proses pembelajaran yang membawa manusia menjadi sosok
yang potensial secara intelektual, namun berupaya membentuk masyarakat yang
berwatak, beretika, dan berestetika. Pendidikan islam berusaha mengembangkan
semua aspek dalam kehidupan manusia. Aspek-aspek tersebut meliputi spiritual,
intelektual, imajinasi, keilmiyahan dan lain sebagainya.
Dalam menghadapi tantangan dan tuntutan baru dalam perjalanan zaman
seperti sekarang ini, sistem pendidikan islam klasik memang tidak sepenuhnya
masih cocok, terutama aspek pembentukan kedisiplinan yang tidak mungkin lagi
hanya berharap pada faktor pembentukan watak semata. Demikian juga sisi model
pembentukan dan penggalian potensi intelektual, yang pada era modern ini sudah
mengutamakan spesialisasi dalam ketergantungan fungsional.
Peradaban millennium ketiga ini ditandai dengan munculnya
masyarakat industry di mana kemajuan sains dan teknologi telah mencapai posisi
yang cukup signifikan. Dengan lahirnya peradaban industrial, maka pendidikan
Islam harus mampu bertahan di tengah arus gelombang industrialisasi tersebut.
Dalam menghadapi suatu perubahan diperlukan suatu desain paradigma
baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan baru. Jika tantangan-tantangan baru
tersebut dihadapi dengan paradigma lama, maka segala usaha akan memenuhi
kegagalan. Karena itulah kemudian, pendidikan Islam perlu membangun paradigma
pendidikan baru yang berbasis sosio-kultural, sosio-ekonomi, sosio-teknologi
dengan merekonstruksi model pembelajaran pada tataran teosentris menuju
teo-antroposentris.
thanks....
BalasHapus