SOAL
UJIAN
TENGAH SEMESTER
1. Buatlah cerita (narasi) tentang perkembangan jiwa keagamaan Anda dari anak-anak sampai sekarang, didasarkan pada teori yang ada (makalah 3 dan makalah 4). Narasi berisi bagaimana konsep ketuhanan Anda ketika anak-anak hingga sekarang, proses mengenal Tuhan dan mendalami agama, dari mana dan di lingkungan (lembaga) mana saja Anda mendapatkan pengetahuan mengenai Tuhan dan agama, faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat Anda dalam mencapai perkembangan jiwa keagamaan yang baik, faktor penunjang apa saja yang menjadikan Anda memahami Tuhan dan agama, serta pengalaman ibadah Anda yang paling berkesan sehingga membuat Anda merasa tambah dekat dengan Allah SWT.
2. Menurut Anda, bolehkah seseorang tidak beragama (ateis)? Apa yang menyebabkan demikian? Tulis argumen Anda didasarkan pada teori yang ada!
PENDAHULUAN
Perkembangan
jiwa pada masa anak-anak umumnya adalah perkembangan yang masih awal, tetapi
sebelum masa anak-anak, seorang anak sebenarnya sudah mendapatkan sebuah
pendidikan tentang keagamaan, yaitu pada masa kandungan ibu dan masa dimana
kita masih bayi. Walaupun pada saat itu penerimaan pendidikan agama tersebut
belum diberikan secara langsung misalnya dalam kandungan, seorang janin
tersebut hanya mendapatkan rangsangan dari seorang ibu, yaitu ketika ibu
melakukan sholat dan melakukan ibadah agama lain. Begitu juga saat sang bayi
lahir di dunia, ia juga mendapatkan rangsangan dari luar misalnya bayi tersebut
di adzani oleh ayahnya.
Pendidikan
agama sesungguhnya adalah pendidikan untuk pertumbuhan total seorang anak
didik. Dan tidak benar jika dibatasi hanya kepada pengertian-pengertiannya
konvensional dalam masyarakat. Karena itu peran orang tua dalam mendidik anak
melalui pendidikan keagamaan yang benar adalah amat penting. Oleh Karena itu
pendidikan agama keagamaan dalam keluarga tidak hanya melibatkan orang tua
saja, akan tetapi seluruh keluarga dalam usaha menciptakan suasana keagamaan
yang baik dan benar dalam keluarga. Peran orang tua tidak hanya barupa pengajaran,
tetapi juga berupa peran tingkah laku, ketauladanan dan pola-pola hubungannya
dengan anak yang dijiwai dan disemangati oleh nilai-nilai keagamaan menyeluruh.
Seperti pepatah mengatakan bahwa pendidikan dengan bahasa perbuatan (perilaku)
untuk anak adalah lebih efektif dan lebih mantap dari pada pendidikan dengan
bahasa ucapan. Karena itu yang penting adalah adanya penghayatan kehidupan keagamaan
dalam suasana keluarga.
Pada
perkembangan jiwa keagamaan masa remaja juga timbul dengan adanya beberapa
faktor, yaitu seperti faktor pertumbuhan dan pikiran mental, adanya perasaan
beragama dimana seorang remaja dapat sangat mencintai dan percaya pada Tuhan
tetapi kadang pula seorang remaja tersebut juga mempunyai sifat acuh dan
menentang, adanya perkembangan sosial, dan juga perkembangan moral yang terjadi
melalui pengalaman atau pembiasaan masa anak-anak yang ditanamkan oleh orang
tua.
PEMBAHASAN
1. Narasi
Saat
masih anak-anak, jiwa keagamaan saya cukup baik, dari mulai kecil saya sudah diajarkan
tentang nilai-nilai agama islam, kemudian juga didukung oleh lingkungan sekitar
rumah saya yang mayoritas penduduknya beragama islam. Dari keluarga pulalah
yang dapat mengembangkan jiwa keagamaan saya agar dapat terarah kejalan yang
benar, seperti mengajarkan serta menanamkan nilai-nilai agama baik dimulai dari
hal kecil maupun besar. Saat masih kecil, saya juga sudah diajarkan tentang
tata cara sholat, dan berdoa ketika hendak melakukan sesuatu. Dari situlah saya
mengenal pentingnya suatu agama walaupun saya belum mengerti tujuan
melaksanakan perintah-perintah agama tersebut. Saat saya duduk dibangku TK
(Taman Kanak-kanak), saya juga diajarkan banyak hal tentang agama, seperti
pengenalan Tuhan, Nabi, dan malaikat-Nya. Konsep penjelasan dan pengenalan
Tuhan pada tingkat perkembangan ini banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi,
yang diliputi oleh dongeng yang kurang masuk akal. Tetapi dongeng pun bisa
membuat pengertian yang salah, dulu saya pernah menonton di televisi bahwa
Tuhan itu mempunyai bentuk yang mempunyai badan seperti manusia dan saya
beranggapan pada saat itu bahwa Tuhan sama dengan manusia. Jadi dari dongeng
tersebut bisa mempengaruhi jiwa keagamaan saya tentang pengenalan Tuhan menjadi
salah. Tetapi pada saat itu pula, orang tua saya menjelaskan tentang Tuhan,
dimana Tuhan tidak mempunyai bentuk seperti manusia dan tidak laki-laki ataupun
perempuan.
Dulu
saya juga sering meniru apa yang dilakukan oleh orang tua saya khususnya dalam
bidang keimanan, seperti melakukan sholat, puasa dan lain sebagainya. Orang tua
saya juga mengajarkan dengan penuh kasih sayang, serta kelembutan sehingga saya
juga beranggapan pula bahwa Allah swt adalah Tuhan yang baik dan penyayang. Orang
tua saya juga mengenalkan tentang hari kiamat, tetapi beliau menitikberatkan
keterangan pada kenikmatan-kenikmatan yang akan didapat oleh orang yang sholeh
yang selalu berbuat baik dan taat beragama, tetapi jika tidak berbuat baik maka
tidak akan mendapatkan kenikmatan-kenikmatan tersebut. Selain itu, beliau juga
mengajarkan cara membaca al-quran yang baik secara lafadz dan makhrojnya.
Beliau juga memasukkan saya ke lembaga pendidikan yang sering disebut dengan
TPA. Disana saya mendapatkan ilmu keagamaan secara mendalam. Guru-guru di TPA
sering menceritakan kisah-kisah keteladanan para Nabi dan menceritakan
perilaku-perilaku para nabi ditengah masyarakat, khususnya menyangkut sikap
ramah, lemah lembut, kemurahan hati serta kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi
segala kesulitan maupun gangguan dari musuh-musuhnya. Tak lupa, guru-guru TPA
saya juga mengajarkan ilmu agama yang lain seperti halnya yang dilakukan oleh
orangtua saya dirumah. Guru-guru di TPA saya juga sering mengajak kepada kami
sebagai peserta didiknya untuk membaca al-qur’an dan doa-doa serta memahami
beberapa makna yang mudah dimengerti. Hal ini menjadi kebiasaan bagi saya
ketika sudah berada di TPA, sehingga saya mampu untuk mengulangi dan
menghafalkan dengan apa yang saya dengar.
Setelah
saya duduk dibangku MI , saya juga diajarkan kembali tentang teori-teori agama
dan keTuhanan. Jadi saya dapat mengulas kembali pelajaran yang telah
disampaikan di TK ataupun di TPA. Pada masa ini, ide tentang ke-Tuhanan saya
sudah dapat mencerminkan konsep-konsep bedasarkan realita atau kenyataan.
Sehingga saya dapat memahami tentang Tuhan dan tidak lagi mengalami
kesalahpahaman dalam pengenalan Tuhan. Ketika saya tidak dapat memahami tentang
konsep agama dan Tuhan, saya juga menanyakan hal tersebut kepada guru saya
untuk menjelaskan kembali. Waktu ujian sekolah tingkat MI saya juga mempelajari
doa-doa untuk sebagai tugas yang diujikan, dengan adanya tugas doa-doa tersebut
saya dapat menghafalkan beberapa doa dan menerapkan dikehidupan sehari-hari
saya. Dari situlah saya mendapatkan nilai keagamaan saya menjadi bertambah.
Ketika
saya berumur sekitar 12 tahun, yaitu masa awal beranjak remaja. Masa ketika
saya menemukan diri saya serta meneliti sikap hidup yang lama dan juga mencoba
suatu hal yang baru. Pada masa tersebut saya melanjutkan sekolah swasta yaitu
di MTs, dimana saya juga mendapatkan ilmu agama yang lebih mendalam lagi serta
saya dapat mengembangkan nilai agama yang bisa dibilang masih ditingkat rendah.
Dan pengalaman ibadah yang paling berkesan ketika saya masih duduk di sekolah
menengah pertama, yaitu ketika saya ditunjuk untuk mewakili sekolah saya untuk
mengikuti kegiatan pesantren kilat selama 1 minggu di salah satu Pondok
Pesantren. Disanalah saya mendapatkan ilmu agama yang lebih mendalam dari mulai
diajarkan untuk selalu mengikuti sholat berjamaah, bertadarus bersama serta
belajar kitab-kitab seperti kitab safinatunnajah dan kitab-kitab lain.
Disanalah saya mendapatkan kebiasaan-kebiasaan baik untuk saya terapkan dirumah.
Dan pada saat itulah saya mengalami perubahan akan diri saya yang mengerti akan
pentingnya suatu agama dan Tuhan.
Saat
saya sudah memasuki sekolah menengah atas, saya pun melanjutkan sekolah saya di
bidang kejuruan. Walaupun saya tidak bersekolah di Madrasah Aliyah yang secara
khusus lebih banyak mengajarkan agama dan ketauhidan (Tuhan), saya tetap
mengikuti kegiatan keagamaan saya disekolah. Tak hanya dilembaga-lembaga atau
disekolah saja yang dapat mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan saya. Faktor
lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan. Di
lingkungan saya, banyak beberapa majlis-majlis serta pondok pesantren untuk
menimba ilmu-ilmu agama. Dimajlis tersebut saya juga banyak mempelajari kembali
tentang ilmu agama dan ke-Tuhanan yang lebih jelas dan terperinci. Tidak hanya
itu, faktor lain yang mengembangkan jiwa keagamaan saya yaitu ketika saya
mengikuti kegiatan keagamaan di desa saya yaitu yang dilakukan setiap 1 minggu
sekali. Setelah saya lulus dari SMK, Kemudian saya melanjutkan study belajar
saya di STAIN Pekalongan, disana pulalah saya juga mempelajari tentang agama
dan Tuhan. Seperti salah satu mata kuliah ilmu filsafat, yang mempelajari ilmu
ke-Tuhanan dari membahas bentuk-Nya, sifat-Nya, serta dzat-Nya. Tetapi perlu
diperhatikan, bahwa saat mempelajari ilmu tentang ke-Tuhanan (ketauhidan)
kadang ada kata-kata yang membuat menjadi salah arti dan salah pemahaman yang
kadang bisa menjadikan seseorang menjadi murtad karena kecerobohannya. di STAIN
pula, saya mendapatkan nilai agama yang lebih mendalam lagi. Khususnya di
jurusan saya yaitu Tarbiyah PAI, saya diajarkan bagaimana cara menjadi seorang
pengajar serta mendidik seseorang secara islami. Ada pula ilmu fiqih yang
mempelajari rukun dan syarat-syarat serta mengerti beberapa hukum dalam agama
islam. Di STAIN saya dapat mempelajari dan menerapkan ilmu agama pada diri
saya.
Perkembangan
jiwa keagamaan saya dimasa remaja kadang tidak tetap dan stabil, akan tetapi
perasaan kepada Tuhan tersebut tergantung pada perubahan-perubahan emosi yang
sangat cepat. Kebutuhan akan Allah misalnya kadang-kadang tidak terasa jika
jiwa saya merasa aman, tentram dan tenang. Begitu pula sebaliknya, ketika saya
dalam keadaan gelisah karena mendapatkan musibah, saya sangat membutuhkan
Tuhan. Jadi dapat ditarik kesimpulan, bahwa perkembangan jiwa keagamaan seorang
remaja tidak tetap yaitu kadang-kadang sangat cinta dan percaya kepadaNya,
tetapi sering pula acuh tak acuh atau bahkan menentang.
· Sikap remaja dalam jiwa keagamaan saya,
antara lain :
1. Percaya ikut-ikutan
Pada saat saya masih remaja awal sekitar
umur 13-16 tahun, saya mengalami percaya ikut-ikutan yang pada saat masa itu
saya masih ikut-ikutan dalam beragama, belum mengalami keseriusan yang
mendalam.
2. Percaya dengan kesadaran
Ketika saya berumur 17 atau 18 tahun semangat
keagamaan saya dimulai dengan melihat kembali tentang masalah-masalah keagamaan
yang saya miliki sejak saya masih kecil. Saat itu pula, saya ingin menjalankan
agama sebagai suatu lapangan yang baru untuk membuktikan pribadi saya, karena
saya tidak mau lagi beragama secara ikut-ikutan. Semangat dalam beragama ini,
menurut saya mempunyai 2 bentuk, yaitu :
a. Semangat dalam bentuk positif
Semangat
dalam bentuk positif ini yaitu ketika saya berusaha melihat agama dengan
pandangan kritis, dan saya tidak mau lagi menerima hal-hal yang menurut saya
tidak masuk akal.
b. Semangat dalam bentuk negatif
Semangat
dalam bentuk negatif ini menjadikan bentuk kegiatan yang khurafi, yaitu kecenderungan
untuk mengambil pengaruh dari luar kedalam masalah keagamaan, seperti bid’ah
dan lain sebagainya.
3. Percaya, tetapi agak ragu-ragu
Keraguan remaja yang terjadi pada saya
dan anak-anak yang lain, yaitu timbulnya keraguan timbulnya kepercayaan agama,
yaitu :
a. Keraguan yang disebabkan oleh adanya
kegoncangan jiwa dan juga terjadi proses perubahan dalam diri remaja. tetapi
hal ini merupakan kewajaran.
b. Keraguan yang disebabkan adanya
kontradiksi atas kenyataan yang dilihat dengan apa yang diyakini atau dengan
pengetahuan yang dimiliki.
· Dorongan atau motivasi beragama pada
diri saya (remaja), antara lain :
1. Motivasi yang didorong oleh rasa
keinginan saya untuk mengatasi suatu masalah yang ada dalam kehidupan saya,
baik masalah dalam menyesuaikan diri dengan alam, masalah sosial, masalah
dengan teman-teman, masalah moral dan bahkan masalah karena kematian.
2. Motivasi beragama yang karena didorong
oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan serta tata tertib dalam bermasyarakat.
3. Motivasi beragama karena ingin menjadikan
agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan yang terjadi kepada saya.
· Ada pula klasifikasi pendidikan agama
saya menjadi berkembang, antara lain:
1. Penanaman rasa taqwa kepada Allah sebagai dimensi
hidup yang dimulai dengan pelaksanaan kewajiban-kewajiban formal agama yang
berupa ibadah-ibadah. Rasa taqwa kepada Tuhan, kemudian saya kembangkan yaitu
dengan menghayati keagungan dan kebesaran Tuhan lewat perhatian terhadap alam
dan isinya.
2. Mengembangkan rasa kemanusiaan terhadap
sesama manusia. Dalam hal ini, pendidikan keagamaan saat anak-anak tidak cukup
untuk mempelajarinya dengan teorinya saja, melainkan dengan tingkah laku dan
budi pekerti sehari-hari sehingga dapat membentuk budi luhur yang baik
(akhlakul karimah). Sebagai contoh, ketika saya diajak orang tua saya untuk
pergi silaturahim ke saudara-saudara saya, dengan adanya silaturahim tersebut
dapat mempertalikan rasa cinta kasih antara sesama manusia, khususnya antara
saudara, kerabat, tetangga dan masyarakat. Selain itu saya juga diajarkan untuk
bersikap adil, serta selalu berprasangka baik kepada apapun dan juga rendah
hati.
· Metode-metode dalam mengenalkan
pendidikan agama pada masa anak-anak, antara lain:
1. Memberikan contoh keteladanan
Orang tua dan keluarga saya sering pula
memberikan contoh keteladanan seperti membaca al-qu’an secara rutin yaitu
ketika setelah melaksanakan sholat maghrib. Dari sanalah saya dapat meniru
kebiasaan baik yang dilakukan orang tua dan keluarga saya.
2. Menerapkan pertahapan dan pembiasaan
Yaitu ketika saya sudah terbiasa dengan
membaca alquran setelah melaksanakan sholat maghrib, kemudian melakukan hal-hal
yang bersifat agamis, maka hal tersebut menjadi pembiasaan yang terjadi pada
diri saya.
3. Pendidikan dengan nasihat
Nasihat merupakan salah
satu pilar dalam pendidikan Islam. Rasulullah bersabda: "Agama itu
nasihat. Kami bertanya: "Untuk siapa?" Jawab Nabi: "Bagi Allah,
dan KitabNya, dan RasulNya, dan pemimpin-pemimpin, serta kaum muslimin pada
umumnya". (HR. Muslim).
Sering kali, ketika orang tua saya mengajarkan hal-hal baik, saya
tetap melakukan beberapa kesalahan. Namun beliau menasehati saya dengan lemah
lembut dan penuh kasih sayang.
4.
Pendidikan dengan memberikan hukuman dan penghargaan
Hukuman
merupakan sanksi fisik yang diberikan ketika saya melakukan kesalahan-kesalahan,
seperti saat saya tidak melakukan sholat shubuh karena kesiangan. Dari hukuman
yang diberikan orangtua saya, saya dapat mengambil manfaat yang terkandung,
yaitu saya dilatih untuk menanamkan rasa tanggung jawab sebagai seorang muslim.
Ada pula dengan
memberikan penghargaan, yaitu ketika saya mendapatkan kejuaraan wisuda di TPA,
orangtua saya merasa bangga dan juga memberikan hadiah, serta pujian dan
pelakuan istimewa sehingga saya kembali bersemangat ketika saya akan
mempelajari ilmu agama.
2. Pendapat saya tentang atheis
Atheis adalah orang yang tidak bertuhan, tidak mempercayai hal ghaib
seperti roh, malaikat, jin dan Tuhan. Menurut
buku “Ensiklopedi Umum” (hlm. 102), Ateisme atau biasa disebut juga
Atheisme berasal dari bahasa Yunani. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa A
berarti tidak ada, dan theos berarti Tuhan. Ateisme ini diartikan
sebagai ajaran yang meyakini bahwa tidak ada wujud gaib (supernatural).
Sehingga, seorang ateis tidak mengakui adanya Tuhan.
Seseorang
yang tidak beragama (ateis), menurut saya mempunyai 2 pendapat yaitu antara
boleh dan tidak boleh. Bila dalam agama islam, jelaslah seseorang tidak boleh
jika tidak beragama (atheis), karena menurut pendapat saya bahwa manusia dan
alam jagad raya ini diciptakan oleh Tuhan. Dengan kata lain, kita harus
mempercayai akan adanya Tuhan. Pendapat kedua saya yaitu boleh, setiap manusia
itu berhak untuk menentukan dirinya sendiri untuk beragama atau tidak.
Penyebab atheis sebenarnya sederhana, yaitu mereka malas mencari tahu
tentang Tuhan, atau dapat dikatakan mereka putus asa dengan mengambil jalan
nekat yaitu tidak percaya akan adanya Tuhan. Penganut atheis umumnya berasal
dari agama tertentu yang tidak dapat membuat mereka percaya akan Tuhan, atau
dapat di katakan ajaran agama itu terlalu mustahil untuk di percayai, lalu
mereka memutuskan menjadi atheis, dan memvonis semua agama itu sama. Padahal
berdasarkan realita yang ada, tidaklah seperti itu, mereka yang menganut atheis
hanya malas dan sudah kehabisan waktu dan menganggap agama yang diragukannya
adalah agama yang terbaik. Penganut atheis umumnya adalah mereka yang tidak mau
di atur atau di batasi, hidup mereka penuh kebebasan tanpa ada yang mengatur.
Sebenarnya orang yang beragama lebih berkepentingan untuk membuktikan
bahwa Tuhan itu ada, sedangkan atheis membuktikan bahwa Tuhan itu tidak ada.
Biasanya, orang yang beragama mengemban misi agama, menjaring pengikut
sebanyak-banyaknya dan memperluas ajaran agama mereka. Tetapi tidak dengan
atheis, mereka biasanya tidak berkepentingan untuk menyebarkan ajarannya untuk
menarik pengikut karena jika mereka menarik dan mempunyai pengikut, otomatis
mereka menjadi penganut agama baru yaitu “agama tanpa Tuhan”.
Di negara kita, Indonesia, Pancasila sebagai landasan ideologis
negara pada sila pertama telah menentukan bahwa Negara Indonesia adalah
berlandaskan pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Selanjutnya, dalam butir pertama
sila pertama Pancasila dinyatakan: Percaya dan Takwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya, memang secara ideologi,
setiap warga negara Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan YME dan memeluk
suatu agama. Namun, ada beberapa warga negara Indonesia yang tidak mempercayai
atau memeluk suatu agama tertentu (ateis). Dan memang belum ada satu peraturan
perundang-undangan yang secara tegas melarang dan menentukan sanksi bagi
seseorang yang menganut ateisme. Akan tetapi, dengan seseorang menganut
ateisme, akan memberikan dampak pada hak-hak orang tersebut di mata hukum. Misalnya,
kesulitan dalam pengurusan dokumen-dokumen kependudukan seperti Kartu Tanda
Penduduk ataupun Kartu Keluarga yang mengharuskan adanya pencantuman agama.
Bisa juga, penganut atheisme memalsukan dan mencantumkan salah satu agama untuk
memenuhi persyaratan dokumen tersebut. Jika ada seseorang yang menyebarkan
ajaran atheisme di Indonesia, maka orang tersebut akan dikenai sanksi yang
berlaku di negara hukum ini.
Adapula para ahli psikologi yang mengikuti ajaran atheisme, mereka
adalah Sigmund Freud
dan Ludwig Van Feuerbach yang merupakan ahli psikologi Jerman pada abad ke-19. “Mereka
berdua mengingkari Tuhan dengan alasan psikologi. Menurut mereka bertuhan
adalah jiwa kekanak-kanakan yang dibawa hingga dewasa. Menurut Freud, saat
kecil manusia lemah. Ia mengalami banyak kekurangan untuk memenuhi
kebutuhannya. Meja begitu tinggi bagi seorang bocah. Ia tidak bisa menggapai benda
di atasnya. Kursi terasa berat, ia tidak kuat mengangkatnya. Ia melihat ayahnya
bisa melakukan apa saja. Mengambil benda di atas meja. Mengangkat kursi. Begitu
mudah. Ia kagum pada ayahnya. Ayahnya ia lihat mahakuasa. Ia menjadi sangat
memerlukan ayahnya. Ketika anak itu sudah dewasa ia menciptkan Tuhan dalam
benaknya. Tuhan yang ia sebut dalam doanya untuk memenuhi
keinginan-keinginannya. Persis waktu ia kecil dulu saat minta pada ayahnya.
Jadi Tuhan, menurut Freud, hanya rekayasa manusia saja untuk ia jadikan tempat
bertumpu atas segala keinginannya. Freud mengingkari adanya Tuhan dengan alasan
seperti itu. Agama menurut Freud dan Freuebach hanya cerminan keinginan
manusia.”
KESIMPULAN
·
Dalam pendidikan
pada masa anak sebaiknya dijalankan secara bertahap sesuai dengan usia,
kemampuan berpikir anak, dan kematangan bahasa dan nalarnya. Imam Muhammad
Baqir a.s. dalam hal pendidikan bertahap ini mengatakan,
“Jika anak
telah berumur tiga tahun, ajarilah ia kalimat “Laa ilaaha illallah” (tiada
Tuhan selain Allah) sebanyak tujuh kali lalu tinggalkan ia. Saat ia berusia
tiga tahun tujuh bulan dua puluh hari, katakan kepadanya “Muhammad Rasulullah”
(Muhammad adalah utusan Allah) sebanyak tujuh kali, lalu tinggalkan sampai ia
berumur empat tahun. Kemudian, ajarilah ia untuk mengucapkan “Shallallaah ‘alaa
Muhammad wa aalihi” (Salam sejahtera atas Muhammad dan keluarganya) sebanyak
tujuh kali dan tinggalkan.
Setelah ia
genap berusia lima tahun, tanyakanlah kepadanya mana kanan dan mana kiri? Jika
ia mengetahui arah kanan dan kiri palingkan wajahnya untuk menghadap kiblat dan
perintahkanlah ia untuk bersujud lalu tinggalkan. Setelah ia berumur tujuh
tahun suruhlah ia untuk mencuci wajah dan kedua tangannya dan perintahkanlah ia
untuk shalat lalu tinggalkan.
Saat ia
berusia genap sembilan tahun ajarilah wudhu dan shalat yang sebenarnya dan
pukullah ia bila meninggalkan kewajibannya ini. Jika anak telah mempelajari
wudhu dan shalat dengan benar, maka Allah akan mengampuninya dan mengampuni
kedua orang tuanya, Insya Allah.”
·
orang tua juga
membangkitkan potensi alamiah seorang anak dan mengarah-kannya pada contoh dan
teladan kehidupan umat manusia dengan menanamkan rasa cinta kepada Nabi SAWW
dan Ahlul Bait a.s. di lubuk hati anak.
Rasulullah
SAWW bersabda,
أدبّوا أولادكم على ثلاث
خصال : حبّ نبيكم , وحب أهل بيته , وقراءة القرآن
Artinya:
“Didiklah
anak kalian tentang tiga hal, cinta kepada nabi kalian, cinta kepada Ahlul
Baitnya a.s., dan membaca Al-Qur’an”
·
Atheis adalah orang yang tidak bertuhan, tidak mempercayai hal ghaib
seperti roh, malaikat, jin dan Tuhan.
·
Dengan
adanya ajaran atheis yang sedang merajalela, seharusnya psikologi semestinya menguatkan keimanan seseorang
akan keberadaan Tuhan. Karena psikologi adalah penjelajahan perasaan, batin,
dan jiwa manusia. Semakin kenal manusia pada dirinya semestinya ia semakin
dekat dengan Tuhannya.
·
Penyebab atheis sebenarnya sederhana, yaitu mereka malas mencari tahu
tentang Tuhan, atau dapat dikatakan mereka putus asa dengan mengambil jalan
nekat yaitu tidak percaya akan adanya Tuhan, mereka juga tidak mau di atur dan
dibatasi, sehingga hidup mereka penuh dengan kebebasan tanpa ada arah yang
jelas dan tanpa ada yang mengatur.
terimaksih........
BalasHapusgoresan tektualis anda telah memberikan inspirasi wat nyelesain tugas saya.
oke..sama sama ..
Hapus