Selasa, 08 Januari 2013

narasi mengenal Tuhan


SOAL
UJIAN TENGAH SEMESTER
1.        Buatlah cerita (narasi) tentang perkembangan jiwa keagamaan Anda dari anak-anak sampai sekarang, didasarkan pada teori yang ada (makalah 3 dan makalah 4). Narasi berisi bagaimana konsep ketuhanan Anda ketika anak-anak hingga sekarang, proses mengenal Tuhan dan mendalami agama, dari mana dan di lingkungan (lembaga) mana saja Anda mendapatkan pengetahuan mengenai Tuhan dan agama, faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat Anda dalam mencapai perkembangan jiwa keagamaan yang baik, faktor penunjang apa saja yang menjadikan Anda memahami Tuhan dan agama, serta pengalaman ibadah Anda yang paling berkesan sehingga membuat Anda merasa tambah dekat dengan Allah SWT.
2.        Menurut Anda, bolehkah seseorang tidak beragama (ateis)? Apa yang menyebabkan demikian? Tulis argumen Anda didasarkan pada teori yang ada!










PENDAHULUAN

Perkembangan jiwa pada masa anak-anak umumnya adalah perkembangan yang masih awal, tetapi sebelum masa anak-anak, seorang anak sebenarnya sudah mendapatkan sebuah pendidikan tentang keagamaan, yaitu pada masa kandungan ibu dan masa dimana kita masih bayi. Walaupun pada saat itu penerimaan pendidikan agama tersebut belum diberikan secara langsung misalnya dalam kandungan, seorang janin tersebut hanya mendapatkan rangsangan dari seorang ibu, yaitu ketika ibu melakukan sholat dan melakukan ibadah agama lain. Begitu juga saat sang bayi lahir di dunia, ia juga mendapatkan rangsangan dari luar misalnya bayi tersebut di adzani oleh ayahnya.
Pendidikan agama sesungguhnya adalah pendidikan untuk pertumbuhan total seorang anak didik. Dan tidak benar jika dibatasi hanya kepada pengertian-pengertiannya konvensional dalam masyarakat. Karena itu peran orang tua dalam mendidik anak melalui pendidikan keagamaan yang benar adalah amat penting. Oleh Karena itu pendidikan agama keagamaan dalam keluarga tidak hanya melibatkan orang tua saja, akan tetapi seluruh keluarga dalam usaha menciptakan suasana keagamaan yang baik dan benar dalam keluarga. Peran orang tua tidak hanya barupa pengajaran, tetapi juga berupa peran tingkah laku, ketauladanan dan pola-pola hubungannya dengan anak yang dijiwai dan disemangati oleh nilai-nilai keagamaan menyeluruh. Seperti pepatah mengatakan bahwa pendidikan dengan bahasa perbuatan (perilaku) untuk anak adalah lebih efektif dan lebih mantap dari pada pendidikan dengan bahasa ucapan. Karena itu yang penting adalah adanya penghayatan kehidupan keagamaan dalam suasana keluarga.
Pada perkembangan jiwa keagamaan masa remaja juga timbul dengan adanya beberapa faktor, yaitu seperti faktor pertumbuhan dan pikiran mental, adanya perasaan beragama dimana seorang remaja dapat sangat mencintai dan percaya pada Tuhan tetapi kadang pula seorang remaja tersebut juga mempunyai sifat acuh dan menentang, adanya perkembangan sosial, dan juga perkembangan moral yang terjadi melalui pengalaman atau pembiasaan masa anak-anak yang ditanamkan oleh orang tua.
PEMBAHASAN

1.    Narasi
Saat masih anak-anak, jiwa keagamaan saya cukup baik, dari mulai kecil saya sudah diajarkan tentang nilai-nilai agama islam, kemudian juga didukung oleh lingkungan sekitar rumah saya yang mayoritas penduduknya beragama islam. Dari keluarga pulalah yang dapat mengembangkan jiwa keagamaan saya agar dapat terarah kejalan yang benar, seperti mengajarkan serta menanamkan nilai-nilai agama baik dimulai dari hal kecil maupun besar. Saat masih kecil, saya juga sudah diajarkan tentang tata cara sholat, dan berdoa ketika hendak melakukan sesuatu. Dari situlah saya mengenal pentingnya suatu agama walaupun saya belum mengerti tujuan melaksanakan perintah-perintah agama tersebut. Saat saya duduk dibangku TK (Taman Kanak-kanak), saya juga diajarkan banyak hal tentang agama, seperti pengenalan Tuhan, Nabi, dan malaikat-Nya. Konsep penjelasan dan pengenalan Tuhan pada tingkat perkembangan ini banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, yang diliputi oleh dongeng yang kurang masuk akal. Tetapi dongeng pun bisa membuat pengertian yang salah, dulu saya pernah menonton di televisi bahwa Tuhan itu mempunyai bentuk yang mempunyai badan seperti manusia dan saya beranggapan pada saat itu bahwa Tuhan sama dengan manusia. Jadi dari dongeng tersebut bisa mempengaruhi jiwa keagamaan saya tentang pengenalan Tuhan menjadi salah. Tetapi pada saat itu pula, orang tua saya menjelaskan tentang Tuhan, dimana Tuhan tidak mempunyai bentuk seperti manusia dan tidak laki-laki ataupun perempuan.
Dulu saya juga sering meniru apa yang dilakukan oleh orang tua saya khususnya dalam bidang keimanan, seperti melakukan sholat, puasa dan lain sebagainya. Orang tua saya juga mengajarkan dengan penuh kasih sayang, serta kelembutan sehingga saya juga beranggapan pula bahwa Allah swt adalah Tuhan yang baik dan penyayang. Orang tua saya juga mengenalkan tentang hari kiamat, tetapi beliau menitikberatkan keterangan pada kenikmatan-kenikmatan yang akan didapat oleh orang yang sholeh yang selalu berbuat baik dan taat beragama, tetapi jika tidak berbuat baik maka tidak akan mendapatkan kenikmatan-kenikmatan tersebut. Selain itu, beliau juga mengajarkan cara membaca al-quran yang baik secara lafadz dan makhrojnya. Beliau juga memasukkan saya ke lembaga pendidikan yang sering disebut dengan TPA. Disana saya mendapatkan ilmu keagamaan secara mendalam. Guru-guru di TPA sering menceritakan kisah-kisah keteladanan para Nabi dan menceritakan perilaku-perilaku para nabi ditengah masyarakat, khususnya menyangkut sikap ramah, lemah lembut, kemurahan hati serta kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi segala kesulitan maupun gangguan dari musuh-musuhnya. Tak lupa, guru-guru TPA saya juga mengajarkan ilmu agama yang lain seperti halnya yang dilakukan oleh orangtua saya dirumah. Guru-guru di TPA saya juga sering mengajak kepada kami sebagai peserta didiknya untuk membaca al-qur’an dan doa-doa serta memahami beberapa makna yang mudah dimengerti. Hal ini menjadi kebiasaan bagi saya ketika sudah berada di TPA, sehingga saya mampu untuk mengulangi dan menghafalkan dengan apa yang saya dengar.
Setelah saya duduk dibangku MI , saya juga diajarkan kembali tentang teori-teori agama dan keTuhanan. Jadi saya dapat mengulas kembali pelajaran yang telah disampaikan di TK ataupun di TPA. Pada masa ini, ide tentang ke-Tuhanan saya sudah dapat mencerminkan konsep-konsep bedasarkan realita atau kenyataan. Sehingga saya dapat memahami tentang Tuhan dan tidak lagi mengalami kesalahpahaman dalam pengenalan Tuhan. Ketika saya tidak dapat memahami tentang konsep agama dan Tuhan, saya juga menanyakan hal tersebut kepada guru saya untuk menjelaskan kembali. Waktu ujian sekolah tingkat MI saya juga mempelajari doa-doa untuk sebagai tugas yang diujikan, dengan adanya tugas doa-doa tersebut saya dapat menghafalkan beberapa doa dan menerapkan dikehidupan sehari-hari saya. Dari situlah saya mendapatkan nilai keagamaan saya menjadi bertambah.
Ketika saya berumur sekitar 12 tahun, yaitu masa awal beranjak remaja. Masa ketika saya menemukan diri saya serta meneliti sikap hidup yang lama dan juga mencoba suatu hal yang baru. Pada masa tersebut saya melanjutkan sekolah swasta yaitu di MTs, dimana saya juga mendapatkan ilmu agama yang lebih mendalam lagi serta saya dapat mengembangkan nilai agama yang bisa dibilang masih ditingkat rendah. Dan pengalaman ibadah yang paling berkesan ketika saya masih duduk di sekolah menengah pertama, yaitu ketika saya ditunjuk untuk mewakili sekolah saya untuk mengikuti kegiatan pesantren kilat selama 1 minggu di salah satu Pondok Pesantren. Disanalah saya mendapatkan ilmu agama yang lebih mendalam dari mulai diajarkan untuk selalu mengikuti sholat berjamaah, bertadarus bersama serta belajar kitab-kitab seperti kitab safinatunnajah dan kitab-kitab lain. Disanalah saya mendapatkan kebiasaan-kebiasaan baik untuk saya terapkan dirumah. Dan pada saat itulah saya mengalami perubahan akan diri saya yang mengerti akan pentingnya suatu agama dan Tuhan.
Saat saya sudah memasuki sekolah menengah atas, saya pun melanjutkan sekolah saya di bidang kejuruan. Walaupun saya tidak bersekolah di Madrasah Aliyah yang secara khusus lebih banyak mengajarkan agama dan ketauhidan (Tuhan), saya tetap mengikuti kegiatan keagamaan saya disekolah. Tak hanya dilembaga-lembaga atau disekolah saja yang dapat mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan saya. Faktor lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi perkembangan jiwa keagamaan. Di lingkungan saya, banyak beberapa majlis-majlis serta pondok pesantren untuk menimba ilmu-ilmu agama. Dimajlis tersebut saya juga banyak mempelajari kembali tentang ilmu agama dan ke-Tuhanan yang lebih jelas dan terperinci. Tidak hanya itu, faktor lain yang mengembangkan jiwa keagamaan saya yaitu ketika saya mengikuti kegiatan keagamaan di desa saya yaitu yang dilakukan setiap 1 minggu sekali. Setelah saya lulus dari SMK, Kemudian saya melanjutkan study belajar saya di STAIN Pekalongan, disana pulalah saya juga mempelajari tentang agama dan Tuhan. Seperti salah satu mata kuliah ilmu filsafat, yang mempelajari ilmu ke-Tuhanan dari membahas bentuk-Nya, sifat-Nya, serta dzat-Nya. Tetapi perlu diperhatikan, bahwa saat mempelajari ilmu tentang ke-Tuhanan (ketauhidan) kadang ada kata-kata yang membuat menjadi salah arti dan salah pemahaman yang kadang bisa menjadikan seseorang menjadi murtad karena kecerobohannya. di STAIN pula, saya mendapatkan nilai agama yang lebih mendalam lagi. Khususnya di jurusan saya yaitu Tarbiyah PAI, saya diajarkan bagaimana cara menjadi seorang pengajar serta mendidik seseorang secara islami. Ada pula ilmu fiqih yang mempelajari rukun dan syarat-syarat serta mengerti beberapa hukum dalam agama islam. Di STAIN saya dapat mempelajari dan menerapkan ilmu agama pada diri saya.
Perkembangan jiwa keagamaan saya dimasa remaja kadang tidak tetap dan stabil, akan tetapi perasaan kepada Tuhan tersebut tergantung pada perubahan-perubahan emosi yang sangat cepat. Kebutuhan akan Allah misalnya kadang-kadang tidak terasa jika jiwa saya merasa aman, tentram dan tenang. Begitu pula sebaliknya, ketika saya dalam keadaan gelisah karena mendapatkan musibah, saya sangat membutuhkan Tuhan. Jadi dapat ditarik kesimpulan, bahwa perkembangan jiwa keagamaan seorang remaja tidak tetap yaitu kadang-kadang sangat cinta dan percaya kepadaNya, tetapi sering pula acuh tak acuh atau bahkan menentang.

·      Sikap remaja dalam jiwa keagamaan saya, antara lain :
1.      Percaya ikut-ikutan
Pada saat saya masih remaja awal sekitar umur 13-16 tahun, saya mengalami percaya ikut-ikutan yang pada saat masa itu saya masih ikut-ikutan dalam beragama, belum mengalami keseriusan yang mendalam.
2.      Percaya dengan kesadaran
Ketika saya berumur 17 atau 18 tahun semangat keagamaan saya dimulai dengan melihat kembali tentang masalah-masalah keagamaan yang saya miliki sejak saya masih kecil. Saat itu pula, saya ingin menjalankan agama sebagai suatu lapangan yang baru untuk membuktikan pribadi saya, karena saya tidak mau lagi beragama secara ikut-ikutan. Semangat dalam beragama ini, menurut saya mempunyai 2 bentuk, yaitu :
a.       Semangat dalam bentuk positif
Semangat dalam bentuk positif ini yaitu ketika saya berusaha melihat agama dengan pandangan kritis, dan saya tidak mau lagi menerima hal-hal yang menurut saya tidak masuk akal.
b.      Semangat dalam bentuk negatif
Semangat dalam bentuk negatif ini menjadikan bentuk kegiatan yang khurafi, yaitu kecenderungan untuk mengambil pengaruh dari luar kedalam masalah keagamaan, seperti bid’ah dan lain sebagainya.
3.      Percaya, tetapi agak ragu-ragu
Keraguan remaja yang terjadi pada saya dan anak-anak yang lain, yaitu timbulnya keraguan timbulnya kepercayaan agama, yaitu :
a.       Keraguan yang disebabkan oleh adanya kegoncangan jiwa dan juga terjadi proses perubahan dalam diri remaja. tetapi hal ini merupakan kewajaran.
b.      Keraguan yang disebabkan adanya kontradiksi atas kenyataan yang dilihat dengan apa yang diyakini atau dengan pengetahuan yang dimiliki.

·      Dorongan atau motivasi beragama pada diri saya (remaja), antara lain :
1.      Motivasi yang didorong oleh rasa keinginan saya untuk mengatasi suatu masalah yang ada dalam kehidupan saya, baik masalah dalam menyesuaikan diri dengan alam, masalah sosial, masalah dengan teman-teman, masalah moral dan bahkan masalah karena kematian.
2.      Motivasi beragama yang karena didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan serta tata tertib dalam bermasyarakat.
3.      Motivasi beragama karena ingin menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan yang terjadi kepada saya.

·      Ada pula klasifikasi pendidikan agama saya menjadi berkembang, antara lain:
1.      Penanaman rasa taqwa kepada Allah sebagai dimensi hidup yang dimulai dengan pelaksanaan kewajiban-kewajiban formal agama yang berupa ibadah-ibadah. Rasa taqwa kepada Tuhan, kemudian saya kembangkan yaitu dengan menghayati keagungan dan kebesaran Tuhan lewat perhatian terhadap alam dan isinya.
2.      Mengembangkan rasa kemanusiaan terhadap sesama manusia. Dalam hal ini, pendidikan keagamaan saat anak-anak tidak cukup untuk mempelajarinya dengan teorinya saja, melainkan dengan tingkah laku dan budi pekerti sehari-hari sehingga dapat membentuk budi luhur yang baik (akhlakul karimah). Sebagai contoh, ketika saya diajak orang tua saya untuk pergi silaturahim ke saudara-saudara saya, dengan adanya silaturahim tersebut dapat mempertalikan rasa cinta kasih antara sesama manusia, khususnya antara saudara, kerabat, tetangga dan masyarakat. Selain itu saya juga diajarkan untuk bersikap adil, serta selalu berprasangka baik kepada apapun dan juga rendah hati.

·      Metode-metode dalam mengenalkan pendidikan agama pada masa anak-anak, antara lain:
1.      Memberikan contoh keteladanan
Orang tua dan keluarga saya sering pula memberikan contoh keteladanan seperti membaca al-qu’an secara rutin yaitu ketika setelah melaksanakan sholat maghrib. Dari sanalah saya dapat meniru kebiasaan baik yang dilakukan orang tua dan keluarga saya.
2.      Menerapkan pertahapan dan pembiasaan
Yaitu ketika saya sudah terbiasa dengan membaca alquran setelah melaksanakan sholat maghrib, kemudian melakukan hal-hal yang bersifat agamis, maka hal tersebut menjadi pembiasaan yang terjadi pada diri saya.
3.      Pendidikan dengan nasihat
Nasihat merupakan salah satu pilar dalam pendidikan Islam. Rasulullah bersabda: "Agama itu nasihat. Kami bertanya: "Untuk siapa?" Jawab Nabi: "Bagi Allah, dan KitabNya, dan RasulNya, dan pemimpin-pemimpin, serta kaum muslimin pada umumnya". (HR. Muslim).
Sering kali, ketika orang tua saya mengajarkan hal-hal baik, saya tetap melakukan beberapa kesalahan. Namun beliau menasehati saya dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang.
4.      Pendidikan dengan memberikan hukuman dan penghargaan
Hukuman merupakan sanksi fisik yang diberikan ketika saya melakukan kesalahan-kesalahan, seperti saat saya tidak melakukan sholat shubuh karena kesiangan. Dari hukuman yang diberikan orangtua saya, saya dapat mengambil manfaat yang terkandung, yaitu saya dilatih untuk menanamkan rasa tanggung jawab sebagai seorang muslim.
Ada pula dengan memberikan penghargaan, yaitu ketika saya mendapatkan kejuaraan wisuda di TPA, orangtua saya merasa bangga dan juga memberikan hadiah, serta pujian dan pelakuan istimewa sehingga saya kembali bersemangat ketika saya akan mempelajari ilmu agama.

2.    Pendapat saya tentang atheis
Atheis adalah orang yang tidak bertuhan, tidak mempercayai hal ghaib seperti roh, malaikat, jin dan Tuhan. Menurut buku “Ensiklopedi Umum” (hlm. 102), Ateisme atau biasa disebut juga Atheisme berasal dari bahasa Yunani. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa A berarti tidak ada, dan theos berarti Tuhan. Ateisme ini diartikan sebagai ajaran yang meyakini bahwa tidak ada wujud gaib (supernatural). Sehingga, seorang ateis tidak mengakui adanya Tuhan.
Seseorang yang tidak beragama (ateis), menurut saya mempunyai 2 pendapat yaitu antara boleh dan tidak boleh. Bila dalam agama islam, jelaslah seseorang tidak boleh jika tidak beragama (atheis), karena menurut pendapat saya bahwa manusia dan alam jagad raya ini diciptakan oleh Tuhan. Dengan kata lain, kita harus mempercayai akan adanya Tuhan. Pendapat kedua saya yaitu boleh, setiap manusia itu berhak untuk menentukan dirinya sendiri untuk beragama atau tidak.
Penyebab atheis sebenarnya sederhana, yaitu mereka malas mencari tahu tentang Tuhan, atau dapat dikatakan mereka putus asa dengan mengambil jalan nekat yaitu tidak percaya akan adanya Tuhan. Penganut atheis umumnya berasal dari agama tertentu yang tidak dapat membuat mereka percaya akan Tuhan, atau dapat di katakan ajaran agama itu terlalu mustahil untuk di percayai, lalu mereka memutuskan menjadi atheis, dan memvonis semua agama itu sama. Padahal berdasarkan realita yang ada, tidaklah seperti itu, mereka yang menganut atheis hanya malas dan sudah kehabisan waktu dan menganggap agama yang diragukannya adalah agama yang terbaik. Penganut atheis umumnya adalah mereka yang tidak mau di atur atau di batasi, hidup mereka penuh kebebasan tanpa ada yang mengatur.
Sebenarnya orang yang beragama lebih berkepentingan untuk membuktikan bahwa Tuhan itu ada, sedangkan atheis membuktikan bahwa Tuhan itu tidak ada. Biasanya, orang yang beragama mengemban misi agama, menjaring pengikut sebanyak-banyaknya dan memperluas ajaran agama mereka. Tetapi tidak dengan atheis, mereka biasanya tidak berkepentingan untuk menyebarkan ajarannya untuk menarik pengikut karena jika mereka menarik dan mempunyai pengikut, otomatis mereka menjadi penganut agama baru yaitu “agama tanpa Tuhan”.
Di negara kita, Indonesia, Pancasila sebagai landasan ideologis negara pada sila pertama telah menentukan bahwa Negara Indonesia adalah berlandaskan pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Selanjutnya, dalam butir pertama sila pertama Pancasila dinyatakan: Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya, memang secara ideologi, setiap warga negara Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan YME dan memeluk suatu agama. Namun, ada beberapa warga negara Indonesia yang tidak mempercayai atau memeluk suatu agama tertentu (ateis). Dan memang belum ada satu peraturan perundang-undangan yang secara tegas melarang dan menentukan sanksi bagi seseorang yang menganut ateisme. Akan tetapi, dengan seseorang menganut ateisme, akan memberikan dampak pada hak-hak orang tersebut di mata hukum. Misalnya, kesulitan dalam pengurusan dokumen-dokumen kependudukan seperti Kartu Tanda Penduduk ataupun Kartu Keluarga yang mengharuskan adanya pencantuman agama. Bisa juga, penganut atheisme memalsukan dan mencantumkan salah satu agama untuk memenuhi persyaratan dokumen tersebut. Jika ada seseorang yang menyebarkan ajaran atheisme di Indonesia, maka orang tersebut akan dikenai sanksi yang berlaku di negara hukum ini.
Adapula para ahli psikologi yang mengikuti ajaran atheisme, mereka adalah Sigmund Freud dan Ludwig Van Feuerbach yang merupakan ahli psikologi Jerman pada abad ke-19. “Mereka berdua mengingkari Tuhan dengan alasan psikologi. Menurut mereka bertuhan adalah jiwa kekanak-kanakan yang dibawa hingga dewasa. Menurut Freud, saat kecil manusia lemah. Ia mengalami banyak kekurangan untuk memenuhi kebutuhannya. Meja begitu tinggi bagi seorang bocah. Ia tidak bisa menggapai benda di atasnya. Kursi terasa berat, ia tidak kuat mengangkatnya. Ia melihat ayahnya bisa melakukan apa saja. Mengambil benda di atas meja. Mengangkat kursi. Begitu mudah. Ia kagum pada ayahnya. Ayahnya ia lihat mahakuasa. Ia menjadi sangat memerlukan ayahnya. Ketika anak itu sudah dewasa ia menciptkan Tuhan dalam benaknya. Tuhan yang ia sebut dalam doanya untuk memenuhi keinginan-keinginannya. Persis waktu ia kecil dulu saat minta pada ayahnya. Jadi Tuhan, menurut Freud, hanya rekayasa manusia saja untuk ia jadikan tempat bertumpu atas segala keinginannya. Freud mengingkari adanya Tuhan dengan alasan seperti itu. Agama menurut Freud dan Freuebach hanya cerminan keinginan manusia.”























KESIMPULAN

·      Dalam pendidikan pada masa anak sebaiknya dijalankan secara bertahap sesuai dengan usia, kemampuan berpikir anak, dan kematangan bahasa dan nalarnya. Imam Muhammad Baqir a.s. dalam hal pendidikan bertahap ini mengatakan,
“Jika anak telah berumur tiga tahun, ajarilah ia kalimat “Laa ilaaha illallah” (tiada Tuhan selain Allah) sebanyak tujuh kali lalu tinggalkan ia. Saat ia berusia tiga tahun tujuh bulan dua puluh hari, katakan kepadanya “Muhammad Rasulullah” (Muhammad adalah utusan Allah) sebanyak tujuh kali, lalu tinggalkan sampai ia berumur empat tahun. Kemudian, ajarilah ia untuk mengucapkan “Shallallaah ‘alaa Muhammad wa aalihi” (Salam sejahtera atas Muhammad dan keluarganya) sebanyak tujuh kali dan tinggalkan.
Setelah ia genap berusia lima tahun, tanyakanlah kepadanya mana kanan dan mana kiri? Jika ia mengetahui arah kanan dan kiri palingkan wajahnya untuk menghadap kiblat dan perintahkanlah ia untuk bersujud lalu tinggalkan. Setelah ia berumur tujuh tahun suruhlah ia untuk mencuci wajah dan kedua tangannya dan perintahkanlah ia untuk shalat lalu tinggalkan.
Saat ia berusia genap sembilan tahun ajarilah wudhu dan shalat yang sebenarnya dan pukullah ia bila meninggalkan kewajibannya ini. Jika anak telah mempelajari wudhu dan shalat dengan benar, maka Allah akan mengampuninya dan mengampuni kedua orang tuanya, Insya Allah.”
·      orang tua juga membangkitkan potensi alamiah seorang anak dan mengarah-kannya pada contoh dan teladan kehidupan umat manusia dengan menanamkan rasa cinta kepada Nabi SAWW dan Ahlul Bait a.s. di lubuk hati anak.
Rasulullah SAWW bersabda,       
أدبّوا أولادكم على ثلاث خصال : حبّ نبيكم , وحب أهل بيته , وقراءة القرآن
Artinya:
Didiklah anak kalian tentang tiga hal, cinta kepada nabi kalian, cinta kepada Ahlul Baitnya a.s., dan membaca Al-Qur’an”
·      Atheis adalah orang yang tidak bertuhan, tidak mempercayai hal ghaib seperti roh, malaikat, jin dan Tuhan.
·      Dengan adanya ajaran atheis yang sedang merajalela, seharusnya psikologi semestinya menguatkan keimanan seseorang akan keberadaan Tuhan. Karena psikologi adalah penjelajahan perasaan, batin, dan jiwa manusia. Semakin kenal manusia pada dirinya semestinya ia semakin dekat dengan Tuhannya.
·      Penyebab atheis sebenarnya sederhana, yaitu mereka malas mencari tahu tentang Tuhan, atau dapat dikatakan mereka putus asa dengan mengambil jalan nekat yaitu tidak percaya akan adanya Tuhan, mereka juga tidak mau di atur dan dibatasi, sehingga hidup mereka penuh dengan kebebasan tanpa ada arah yang jelas dan tanpa ada yang mengatur.

2 komentar:

  1. terimaksih........
    goresan tektualis anda telah memberikan inspirasi wat nyelesain tugas saya.

    BalasHapus

silahkan tulis komentar kalian yaa..