METODOLOGI SISTEM PENDIDIKAN NABI
PENDAHULUAN
Pendidikan
mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia, juga bisa diakui sebagai
kekuatan yang dapat membantu masyarakat mencapai kemegahan dan peradaban, dan
tidak akan ada suatu prestasi jika tidak ada pendidikan. Kejayaan islam dimasa klasik
telah meninggalkan jejak kebesaran islam di bidang ekonomi, politik, seni,
tradisi dan sebagainya tidak terlepas dari suatu pendidikan. Kajian pendidikan
islam pada masa Rasulullah SAW amatlah penting untuk ditelaah kembali untuk
menjadi rujukan dan pijakan dalam melaksanakan pendidikan dimasa kini maupun
masa yang akan datang.
Rosulullah
SAW ini merupakan seorang nabi yang memberikan motivasi kepada para peserta
didiknya untuk mempelajari suatu ilmu ataupun pendidikan, khususnya dalam agama
islam. Rasullah saw juga menerapkan beberapa metode-metode dalam pendidikan
islam. Metode yang disampaikan oleh Rasulullah saw banyak menyangkut wawasan
keilmuan pendidikan yang sumbernya berasal dari Alquran dan Al-hadits.
Dalam
proses pendidikan, metode mempunyai kedudukan penting untuk mencapai tujuan,
karena ia menjadi sarana yang memberi makna materi pendidikan. Maka dalam
makalah ini akan membahas beberapa aspek metodologis pada saat pendidikan nabi,
diantaranya metode pendidikan nabi dibidang akidah, metode pendidikan nabi
dibidang akhlak dan metode pendidikan nabi dibidang ibadah.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Metodologi
Pendidikan
Asal
usul metodologi
adalah kata “metoda” yang berati suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu
tujuan. Metodologi
berasal dari kata yaitu “meta” yang berarti melalui, “hodos” berati jalan atau
cara dan “logos” yang berati ilmu. Jadi metodologi adalah ilmu pengetahuan tentang
jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[1]
Pendidikan
dapat diartikan sebagai latihan mental, moral dan fisik yang menghasilkan
manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab
dalam masyarakat selaku hamba Allah.[2]
Jadi,
metodologi pendidikan adalah
suatu ilmu pengetahuan tentang metode yang dipergunakan dalam pekerjaan
mendidik. Metodologi
pendidikan islam juga mempunyai tugas dan fungsi yaitu memberikan jalan atau
cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan oprasional dari ilmu pendidikan islam
tersebut.[3]
B.
Metodologi
dalam bidang Akidah
Akidah
islamiyah selalu berhubungan dengan persoalan tentang keimanan yang tercantum
dalam rukun iman, yaitu iman kepada Allah, malaikatNya, kitab-Nya, rasul-Nya,
hari akhir, Qadho dan Qadar.[4]
Metode
yang digunakan Nabi dalam mengajarkan
materi akidah dapat di pahami dari hadits berikut
:
Pada suatu hari datang
seorang laki-laki dari dusun lain, lalu ia bertanya:
“Ya
Muhammad, telah datang kepada kami utusan engkau, ia mengatakan, bahwa Allah mengutus engkau menjadi
Rasul?
Nabi:
benar demikian
Laki-laki:
siapakah menjadikan langit?
Nabi:
Allah
Laki-laki:
siapakah mengadakan gunung-gunung itu dan menjadikan segala isinya?
Nabi:
Allah
Laki-laki:
demi Allah yang menjadikan langit dan bumi dan mengadakan gunung-gunung, adakah
Allah mengutus engkau menjadi Rasul?
Nabi:
Ya
Laki-laki:
utusan engkau mengatakan, bahwa kewajiban kami mengerjakan sholat 5 waktu
(kali) sehari semalam
Nabi:
benar demikian
Laki-laki:
Demi Yang mengutus engkau, adakah Allah menyuruh engkau mengerjakan sholat itu?
Nabi:
Ya
Laki-laki:
utusan engkau mengatakan, bahwa kewajiban kami memberi zakat
Nabi:
Benar demikian
Laki-laki:
Demi yang mengutus engkau, adakah Allah menyuruh engkau memberi zakat itu?
Nabi:
Ya dan seterusnya
Kemudian
laki-laki itu pergi, seraya berkata: “Demi Yang mengutus engkau, akan kukerjakan
yang demikian itu, tidak kutambah dan tidak pula kukurangi.”
Berkata
Nabi: “kalau benar laki-laki itu, niscaya ia akan masuk Surga.” (riwayat
Muslim)
Dengan
Keterangan itu dapat diambil kesimpulan, bahwa mengajarkan akidah kepada
laki-laki itu, tidak memakai waktu setengah jam dan bahwa mengajarkan agama
pada masa Nabi mudah, tidak membutuhkan waktu lama.
Selain
itu Nabi memasukkan keimanan kedalam jiwa sahabat-sahabatnya dengan cara
bertablig dan berpidato baik dengan cara membacakan ayat-ayat Alquran yang
berisi petunjuk dan pengajaran yang memperkuat dan mempertebal perasaan
keimanan.[5]
Dalam
mengajarkan akidah, Rasulullah saw juga menggunakan metode bertanya atau metode
tes dan melempar pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan oleh Rasulullah saw ini
tidak dimaksudkan untuk dijawab oleh orang yang ditanyai, melainkan Rasulullah
saw sendirilah yang akan menjelaskan dan menjawabnya. Pertanyaan yang diajukan
Rasulullah saw ini sesungguhnya bertujuan untuk memberikan rasa ingin tahu,
serta menarik perhatian para peserta didik untuk segera mengetahui apa yang
hendak disampaikan rasulullah saw. Metode ini dipakai oleh Nabi dalam rangka
menguji kecerdasan dan wawasan pengetahuan mereka.[6]
Metode
pertanyaan dalam konteks pendidikan juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
berpikir peserta didik dan untuk mengembangkan pengetahuan yang berpangkal pada
kecerdasan otak dan intelektualitas.[7]
Metode pertanyaan juga disebut dengan metode soal jawab dan metode tersebut
kebalikan dari metode khutbah. Metode khutbah menekankan komunikasi satu arah
sedangkan metode soal jawab lebih menekankan komunikasi dua arah. Dalam metode
soal jawab peserta didik dapat mempunyai keberanian untuk bertanya dan
kesediaan pendidik dapat memantapkan pengertian dan pengetahuan secara jelas.[8] Sabda Nabi Muhammad saw. yang artinya : “Barang siapa
ditanya tentang ilmu, lalu ia menyembunyikannya maka Allah akan mengekangnya
dengan kekangan api neraka”.[9]
Metode
mendidik dengan bercerita yaitu dengan mengisahkan peristiwa sejarah hidup
manusia masa lampau yang menyangkut ketaatannya atau kemungkarannya dalam hidup
terhadap perintah Tuhan yang dibawakan oleh Nabi saw.[10] Metode
kisah yang disampaikan oleh Nabi saw dapat menjelaskan suatu pemikiran dan
mengungkapkan suatu masalah. Dengan metode kisah, Nabi saw juga menceritakan
tentang keimanan.
Dalam
metode pendidikan ada juga menggunakan metode dialog yang biasanya dimulai dari
pertanyaan yang diajukan oleh peserta didik lalu pendidik yang menjawabnya. Ada
juga dengan menggunakan metode nasihat.[11]
C. Metodologi dalam bidang akhlak
Untuk mengetahui metode pendidikan yang dipergunakan Nabi saw dalam
mengajarkan materi akhlak dapat dipahami dari hadits-hadits beliau yang berkaitan dengan
masalah akhlak.
Dalam mengajarkan materi akhlak dapat dipahami melalui hadits Abu
Huroiroh, sebagai berikut : bahwa Rasulullah saw bersabda, “Dulu ada seseorang
ahli ibadah bernama Juraij. Dia memiliki biara khusus untuk beribadah. Ketika
dia sedang sholat, tiba-tiba ibunya memangil,’wahai Juraij, saya ini ibumu,
bicaralah kepada saya’. Ibunya memanggil Juraij padahal Juraij masih melakukan
sholat. Didalam hatinya berkata, ‘Ya Allah, ibuku atau sholatku. Juraij memilih
sholatnya. Kemudian ibunya memanggil kembali yang kedua kalinya, ‘Ya Juraij !
saya ini ibumu bicaralah kepada saya’. Juraij berkata dalam hati, ‘Ya Allah,
ibuku atau sholatku’. Juraij memilih sholatnya. Ibunya berkata, ‘Ya Allah
sesungguhnya Juraij ini anakku, saya mengajak bicara kepadanya, tapi ia tidak mau,
ya Allah janganlah Engkau matikan dia sebelum Engkau perlihatkan kepadanya
perempuan lacur’. Abu Hurairoh berkata ‘Ibunya mendoakan agar Juraij difitnah’.
Selanjutnya Nabi saw berkata, ‘pada suatu hari seorang
pengembala kambing hendak menuju biara Juraij, tiba-tiba di perjalanan ia
bertemu dengan seorang perempuan lacur dan perempuan lacur pun diperkosanya. Sehingga
perempuan lacur itu hamil dan melahirkan seorang bayi laki-laki. Ketika
perempuan lacur tu ditanya tentang sebab kelahiran bayi laki-laki itu, di
menjawab dari hubungannya dengan seorang pemilik biara ini. Maka penduduk kampung
beramai-ramai mendatangi Juraij dengan membawa kampak dan cangkul. Mereka
memanggil-manggil Juraij dan menemuinya ketika dia sedang sholat. Juraij tidak
berkata-kata dengan mereka. Kemudian mereka menghancurkan biara milik juriaij.
Ketika melihat kejadian itu Juraij turun dari biara dan menemui mereka. Mereka
pun meminta Juraij untuk menanyai perempuan lacur itu. Lalu Juraij tersenyum
dan mengusap kepala sang bayi, sambil menanyainya ‘siapa ayahmu?’ Tiba-tiba
bayi itu berkata, ayah saya adalah seorang penggembala kambing’. Maka ketika
mereka mendengar jawaban itu dari si bayi tadi, mereka berkata, ‘kami akan
membangunkan kembali biaramu yang telah kami hancurkan dengan emas dan perak’. Juraij
berkata, ‘ Tidak usah, kembalikan saja biara sya seperti semula dari tanah’.
Hadits ini memiliki pesan moral yang harus diteladani
oleh seseorang yang telah mencapai tingkat kekhusyu’an yang tinggi dalam
beribadah. Bahwa betapapun tekunnya seseorang didalam menjalankan ibadah, namun
ia tidak boleh meremehkan hak orang tua, terutama ibu atas dirinya. Ibu tetap
menjadi prioritas utama untuk ‘didengar panggilannya’. Kisah tersebut juga memberikan pelajaran moral yang sangat berharga berupa keikhlasan dalam
beribadah sehingga seseorang dapat terhindar dari fitnah dunia dan azab
akhirat.
Berikut ini terdapat metode yang justru paling
mendominasi pendidikan akhlak yang disampaikan oleh nabi saw yaitu berupa
keteladanan seperti contoh hadits dibawah ini,
Jabir ibn ‘Abdillah menceritakan bahwa ketika
Rasulullah saw sedang beristirahat dibawah pohon dalam sebuah peperangan, tiba-tiba seorang
laki-laki mendatangi beliau, dan pada saat itu beliau sedang tidur. Laki-lakin
itu mengambil pedang Nabi saw sehingga terbangun, dan laki-laki itu dengan
pedang terhunus ditangannya berdiri tepat diatas kepala Nabi saw. Kemudian laki-laki
iu bertanya kepada Nabi, “Siapa yang dapat mencegahmu?” Nabi menjawab “Allah”.
Lalu laki-laki itu bertanya yang kedua kalinya, “Siapa yang dapat mencegahmu?”
Nabi menjawab “Allah”. Mendengar jawaban Nabi, laki-laki itu mengembalikan
pedang yang ada ditangannya sambil tersimpuh di hadapan Nabi saw. Kemudian Nabi
saw membiarkan laki-laki itu pergi.
Dari hadits tersebut memberikan pelajaran kepada
umatnya mengenai sikap tawakal kepada Allah walaupun kondisi nyawanya dalam
keadaan terancam. Akan tetapi ketika Allah menolongnya, beliau tidak bersikap
zalim kepada orang yang telah mengancam keselamatan dirinya. Bahkan orang itu
disuruhnya pergi tanpa dicederai sedikitpun oleh Nabi saw.[12]
D.
Metodologi
dalam bidang ibadah
Nabi
mengerjakan sholat dan haji adalah dengan cara memberi contoh dan memberi
teladan. Berkata nabi SAW. “sholatlah kamu sebagaimana kamu melihatku
mengerjakan sholat itu.” Dan lagi katanya “Ambillah dari padaku cara
mengerjakan ibadah hajimu.”
Oleh
sebab itu sahabat-sahabat nabi mengerjakan sholat dan haji itu ialah dengan
melihat dan mencontoh perbuatan nabi, bukan dengan mempelajari rukun, sunah dan
sebagainya. Selain itu ada Nabi mengajarkan ibadah dengan memberi keterangan,
bila ada orang yang salah sholat.
Pada
suatu hari Nabi dalam masjid, tiba-tiba mauk seorang laki-laki, lalu sholat.
Kemudian ia datang menghadap Nabi, seraya memberi salam. Setelah Nabi menjawab
salamnya, lalu beliau berkata: “Kembalilah dan sholatlah sekali lagi, karena
engkau belum sholat.” Kemudian
laki-laki itu shalat kembali. Setelah selesai ia datang menghadap Nabi, seraya
memberi salam. Ber kata Nabi: “Kembalilah
dan sholatlah sekali lagi, karena engkau belum sholat.” (hal itu sampai 3
kali).
Kemudian
laki-laki itu berkata: Demi Allah saya tiada pandai mengerjakan sholat
selain dari pada itu, sebab itu
ajarkanlah kepadaku.” Berkata Nabi SAW: “apabila engkau berdiri hendak
mengerjakan sholat hendakalh takbir, kemudian bacalah apa yang mudah bagi
engkau di antara Alquran, sudah itu rukuklah, sehingga tenang (thumakninah)
dalam rukuk itu, kemudian bangkitlah, sehingga tegak lurus-lurus, kemudian
sujudlah. Sehingga tenang dalam sujud itu, kemudian bangkitlah sehingga tenang
dalam duduk, kemudian sujudlah kembali dan seterusnya. (riwayat Bukhari).
Dengan
keterangan itu dapat diambil kesimpulan. Bahwa belajar sholat pada masa Nabi
mudah sekali, yaitu dengan mencontoh perbuatan Nabi, serta menurut keterangan
yang diberikan Nabi SAW.
Adapun
mengerjakan puasa adalah dengan keterangan Nabi SAW serta mencontoh
perbuatannya. Begitu juga zakat.[13]
Metode
mendidik secara kelompok disebut metode matual education. Misalnya yang
dicontohkan Nabi dari keterangan di atas yaitu mengajarkan sholat dengan
mendemontrasikan cara-cara sholat yang baik dan benar. Nabi juga menganjurkan
sholat secara berjamaah dengan pahalanya berlipat 27 kali atau sholat Jumat
setiap hari Jumat seminggu sekali, dan sebagainya.
Dengan
cara kelompok inilah maka proses mengetahui dan memahami ilmu pengetahuan lebih
efektif, oleh karena itu sama lain dapat saling bertanya dan saling mengoreksi
bila satu sama lain melakukan kesalahan.[14]
KESIMPULAN
·
Metodologi pendidikan adalah suatu ilmu pengetahuan
tentang metode yang dipergunakan dalam pekerjaan mendidik
·
Dalam
metodologi dibidang akidah terdapat beberapa metode, antara lain :
1.
Metode
bertanya atau melempar pertanyaan.
2.
Metode
kisah atau cerita.
3.
Metode
dialog.
4.
Metode
nasihat.
·
Dalam
metodologi dibidang akhlak juga terdapat beberapa metode, antara lain:
1. Metode Spiritual.
2. Metode Kisah atau cerita.
3. Metode Dialog.
4. Metode Nasihat.
5. Metode teladan.
·
Metodologi
dibidang ibadah terdapat beberapa metode, antara lain :
1. Metode dialog.
2. Metode contoh.
3. Metode nasihat.
4. Metode targib.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin.
1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Bumi Aksara.
Untung,
Slamet. 2005. Muhammad Sang Pendidik.
Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra.
Yahya,
Syamsuddin. 1999. “Pengajaran Akidah Islamiyah”, dalam Syaifuddin
Zuhri dan Syamsuddin Yahya (eds.), Metodologi Pengajaran Agama,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yunus,
Mahmud. 1992. Sejarah Pendidikan Islam.
Jakarta: PT. Hidakarya Agung.
[1] H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi
Aksara, 1996) Hal 61.
[5] Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT.
Hidakarya Agung, 1992), hlm. 26-27
[7] Syamsyudin
Yahya, “pengajaran akidah islamiyah” dalam Saifuddin Zuhri dan
Syamsyudin Yahya (ed), Metodelogi Pengajaran Agama, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1999, Cet. Ke-1, hlm.96.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tulis komentar kalian yaa..