Selasa, 08 Januari 2013

Sejarah Pendidikan Islam


METODOLOGI SISTEM PENDIDIKAN NABI
 
PENDAHULUAN
Pendidikan mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia, juga bisa diakui sebagai kekuatan yang dapat membantu masyarakat mencapai kemegahan dan peradaban, dan tidak akan ada suatu prestasi jika tidak ada pendidikan. Kejayaan islam dimasa klasik telah meninggalkan jejak kebesaran islam di bidang ekonomi, politik, seni, tradisi dan sebagainya tidak terlepas dari suatu pendidikan. Kajian pendidikan islam pada masa Rasulullah SAW amatlah penting untuk ditelaah kembali untuk menjadi rujukan dan pijakan dalam melaksanakan pendidikan dimasa kini maupun masa yang akan datang.
Rosulullah SAW ini merupakan seorang nabi yang memberikan motivasi kepada para peserta didiknya untuk mempelajari suatu ilmu ataupun pendidikan, khususnya dalam agama islam. Rasullah saw juga menerapkan beberapa metode-metode dalam pendidikan islam. Metode yang disampaikan oleh Rasulullah saw banyak menyangkut wawasan keilmuan pendidikan yang sumbernya berasal dari Alquran dan Al-hadits.
Dalam proses pendidikan, metode mempunyai kedudukan penting untuk mencapai tujuan, karena ia menjadi sarana yang memberi makna materi pendidikan. Maka dalam makalah ini akan membahas beberapa aspek metodologis pada saat pendidikan nabi, diantaranya metode pendidikan nabi dibidang akidah, metode pendidikan nabi dibidang akhlak dan metode pendidikan nabi dibidang ibadah.






PEMBAHASAN
A.    Pengertian Metodologi Pendidikan
Asal usul metodologi adalah kata “metoda” yang berati suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Metodologi berasal dari kata yaitu “meta” yang berarti melalui, “hodos” berati jalan atau cara dan “logos” yang berati ilmu. Jadi metodologi adalah ilmu pengetahuan tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.[1]
Pendidikan dapat diartikan sebagai latihan mental, moral dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah.[2]
Jadi, metodologi pendidikan adalah suatu ilmu pengetahuan tentang metode yang dipergunakan dalam pekerjaan mendidik. Metodologi pendidikan islam juga mempunyai tugas dan fungsi yaitu memberikan jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan oprasional dari ilmu pendidikan islam tersebut.[3]

B.     Metodologi dalam bidang Akidah
Akidah islamiyah selalu berhubungan dengan persoalan tentang keimanan yang tercantum dalam rukun iman, yaitu iman kepada Allah, malaikatNya, kitab-Nya, rasul-Nya, hari akhir, Qadho dan Qadar.[4]
Metode yang digunakan Nabi dalam mengajarkan materi akidah dapat di pahami dari hadits berikut :
Pada suatu hari datang seorang laki-laki dari dusun lain, lalu ia bertanya:
“Ya Muhammad, telah datang kepada kami utusan engkau, ia mengatakan, bahwa Allah mengutus engkau menjadi Rasul?
Nabi: benar demikian
Laki-laki: siapakah menjadikan langit?
Nabi: Allah
Laki-laki: siapakah mengadakan gunung-gunung itu dan menjadikan segala isinya?
Nabi: Allah
Laki-laki: demi Allah yang menjadikan langit dan bumi dan mengadakan gunung-gunung, adakah Allah mengutus engkau menjadi Rasul?
Nabi: Ya  
Laki-laki: utusan engkau mengatakan, bahwa kewajiban kami mengerjakan sholat 5 waktu (kali) sehari semalam
Nabi: benar demikian
Laki-laki: Demi Yang mengutus engkau, adakah Allah menyuruh engkau mengerjakan sholat itu?
Nabi: Ya
Laki-laki: utusan engkau mengatakan, bahwa kewajiban kami memberi zakat
Nabi: Benar demikian
Laki-laki: Demi yang mengutus engkau, adakah Allah menyuruh engkau memberi zakat  itu?
Nabi: Ya dan seterusnya
Kemudian laki-laki itu pergi, seraya berkata: “Demi Yang mengutus engkau, akan kukerjakan yang demikian itu, tidak kutambah dan tidak pula kukurangi.”
Berkata Nabi: “kalau benar laki-laki itu, niscaya ia akan masuk Surga.” (riwayat Muslim)
Dengan Keterangan itu dapat diambil kesimpulan, bahwa mengajarkan akidah kepada laki-laki itu, tidak memakai waktu setengah jam dan bahwa mengajarkan agama pada masa Nabi mudah, tidak membutuhkan waktu lama.
Selain itu Nabi memasukkan keimanan kedalam jiwa sahabat-sahabatnya dengan cara bertablig dan berpidato baik dengan cara membacakan ayat-ayat Alquran yang berisi petunjuk dan pengajaran yang memperkuat dan mempertebal perasaan keimanan.[5]
Dalam mengajarkan akidah, Rasulullah saw juga menggunakan metode bertanya atau metode tes dan melempar pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan oleh Rasulullah saw ini tidak dimaksudkan untuk dijawab oleh orang yang ditanyai, melainkan Rasulullah saw sendirilah yang akan menjelaskan dan menjawabnya. Pertanyaan yang diajukan Rasulullah saw ini sesungguhnya bertujuan untuk memberikan rasa ingin tahu, serta menarik perhatian para peserta didik untuk segera mengetahui apa yang hendak disampaikan rasulullah saw. Metode ini dipakai oleh Nabi dalam rangka menguji kecerdasan dan wawasan pengetahuan mereka.[6]
Metode pertanyaan dalam konteks pendidikan juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik dan untuk mengembangkan pengetahuan yang berpangkal pada kecerdasan otak dan intelektualitas.[7] Metode pertanyaan juga disebut dengan metode soal jawab dan metode tersebut kebalikan dari metode khutbah. Metode khutbah menekankan komunikasi satu arah sedangkan metode soal jawab lebih menekankan komunikasi dua arah. Dalam metode soal jawab peserta didik dapat mempunyai keberanian untuk bertanya dan kesediaan pendidik dapat memantapkan pengertian dan pengetahuan secara jelas.[8] Sabda Nabi Muhammad saw. yang artinya : “Barang siapa ditanya tentang ilmu, lalu ia menyembunyikannya maka Allah akan mengekangnya dengan kekangan api neraka”.[9]
Metode mendidik dengan bercerita yaitu dengan mengisahkan peristiwa sejarah hidup manusia masa lampau yang menyangkut ketaatannya atau kemungkarannya dalam hidup terhadap perintah Tuhan yang dibawakan oleh Nabi saw.[10] Metode kisah yang disampaikan oleh Nabi saw dapat menjelaskan suatu pemikiran dan mengungkapkan suatu masalah. Dengan metode kisah, Nabi saw juga menceritakan tentang keimanan.
Dalam metode pendidikan ada juga menggunakan metode dialog yang biasanya dimulai dari pertanyaan yang diajukan oleh peserta didik lalu pendidik yang menjawabnya. Ada juga dengan menggunakan metode nasihat.[11]

C.    Metodologi dalam bidang akhlak
Untuk mengetahui metode pendidikan yang dipergunakan Nabi saw dalam mengajarkan materi akhlak dapat dipahami dari hadits-hadits beliau yang berkaitan dengan masalah akhlak.
Dalam mengajarkan materi akhlak dapat dipahami melalui hadits Abu Huroiroh, sebagai berikut : bahwa Rasulullah saw bersabda, “Dulu ada seseorang ahli ibadah bernama Juraij. Dia memiliki biara khusus untuk beribadah. Ketika dia sedang sholat, tiba-tiba ibunya memangil,’wahai Juraij, saya ini ibumu, bicaralah kepada saya’. Ibunya memanggil Juraij padahal Juraij masih melakukan sholat. Didalam hatinya berkata, ‘Ya Allah, ibuku atau sholatku. Juraij memilih sholatnya. Kemudian ibunya memanggil kembali yang kedua kalinya, ‘Ya Juraij ! saya ini ibumu bicaralah kepada saya’. Juraij berkata dalam hati, ‘Ya Allah, ibuku atau sholatku’. Juraij memilih sholatnya. Ibunya berkata, ‘Ya Allah sesungguhnya Juraij ini anakku, saya mengajak bicara kepadanya, tapi ia tidak mau, ya Allah janganlah Engkau matikan dia sebelum Engkau perlihatkan kepadanya perempuan lacur’. Abu Hurairoh berkata ‘Ibunya mendoakan agar Juraij difitnah’.
Selanjutnya Nabi saw berkata, ‘pada suatu hari seorang pengembala kambing hendak menuju biara Juraij, tiba-tiba di perjalanan ia bertemu dengan seorang perempuan lacur dan perempuan lacur pun diperkosanya. Sehingga perempuan lacur itu hamil dan melahirkan seorang bayi laki-laki. Ketika perempuan lacur tu ditanya tentang sebab kelahiran bayi laki-laki itu, di menjawab dari hubungannya dengan seorang pemilik biara ini. Maka penduduk kampung beramai-ramai mendatangi Juraij dengan membawa kampak dan cangkul. Mereka memanggil-manggil Juraij dan menemuinya ketika dia sedang sholat. Juraij tidak berkata-kata dengan mereka. Kemudian mereka menghancurkan biara milik juriaij. Ketika melihat kejadian itu Juraij turun dari biara dan menemui mereka. Mereka pun meminta Juraij untuk menanyai perempuan lacur itu. Lalu Juraij tersenyum dan mengusap kepala sang bayi, sambil menanyainya ‘siapa ayahmu?’ Tiba-tiba bayi itu berkata, ayah saya adalah seorang penggembala kambing’. Maka ketika mereka mendengar jawaban itu dari si bayi tadi, mereka berkata, ‘kami akan membangunkan kembali biaramu yang telah kami hancurkan dengan emas dan perak’. Juraij berkata, ‘ Tidak usah, kembalikan saja biara sya seperti semula dari tanah’.
Hadits ini memiliki pesan moral yang harus diteladani oleh seseorang yang telah mencapai tingkat kekhusyu’an yang tinggi dalam beribadah. Bahwa betapapun tekunnya seseorang didalam menjalankan ibadah, namun ia tidak boleh meremehkan hak orang tua, terutama ibu atas dirinya. Ibu tetap menjadi prioritas utama untuk ‘didengar panggilannya’. Kisah tersebut juga memberikan pelajaran moral yang sangat berharga berupa keikhlasan dalam beribadah sehingga seseorang dapat terhindar dari fitnah dunia dan azab akhirat.
Berikut ini terdapat metode yang justru paling mendominasi pendidikan akhlak yang disampaikan oleh nabi saw yaitu berupa keteladanan seperti contoh hadits dibawah ini,
Jabir ibn ‘Abdillah menceritakan bahwa ketika Rasulullah saw sedang beristirahat dibawah pohon dalam sebuah peperangan, tiba-tiba seorang laki-laki mendatangi beliau, dan pada saat itu beliau sedang tidur. Laki-lakin itu mengambil pedang Nabi saw sehingga terbangun, dan laki-laki itu dengan pedang terhunus ditangannya berdiri tepat diatas kepala Nabi saw. Kemudian laki-laki iu bertanya kepada Nabi, “Siapa yang dapat mencegahmu?” Nabi menjawab “Allah”. Lalu laki-laki itu bertanya yang kedua kalinya, “Siapa yang dapat mencegahmu?” Nabi menjawab “Allah”. Mendengar jawaban Nabi, laki-laki itu mengembalikan pedang yang ada ditangannya sambil tersimpuh di hadapan Nabi saw. Kemudian Nabi saw membiarkan laki-laki itu pergi.
Dari hadits tersebut memberikan pelajaran kepada umatnya mengenai sikap tawakal kepada Allah walaupun kondisi nyawanya dalam keadaan terancam. Akan tetapi ketika Allah menolongnya, beliau tidak bersikap zalim kepada orang yang telah mengancam keselamatan dirinya. Bahkan orang itu disuruhnya pergi tanpa dicederai sedikitpun oleh Nabi saw.[12]
D.    Metodologi dalam bidang ibadah
Nabi mengerjakan sholat dan haji adalah dengan cara memberi contoh dan memberi teladan. Berkata nabi SAW. “sholatlah kamu sebagaimana kamu melihatku mengerjakan sholat itu.” Dan lagi katanya “Ambillah dari padaku cara mengerjakan ibadah hajimu.”
Oleh sebab itu sahabat-sahabat nabi mengerjakan sholat dan haji itu ialah dengan melihat dan mencontoh perbuatan nabi, bukan dengan mempelajari rukun, sunah dan sebagainya. Selain itu ada Nabi mengajarkan ibadah dengan memberi keterangan, bila ada orang yang salah sholat.
Pada suatu hari Nabi dalam masjid, tiba-tiba mauk seorang laki-laki, lalu sholat. Kemudian ia datang menghadap Nabi, seraya memberi salam. Setelah Nabi menjawab salamnya, lalu beliau berkata: “Kembalilah dan sholatlah sekali lagi, karena engkau belum sholat.” Kemudian laki-laki itu shalat kembali. Setelah selesai ia datang menghadap Nabi, seraya memberi salam. Ber kata Nabi:  “Kembalilah dan sholatlah sekali lagi, karena engkau belum sholat.” (hal itu sampai 3 kali).
Kemudian laki-laki itu berkata: Demi Allah saya tiada pandai mengerjakan sholat selain  dari pada itu, sebab itu ajarkanlah kepadaku.” Berkata Nabi SAW: “apabila engkau berdiri hendak mengerjakan sholat hendakalh takbir, kemudian bacalah apa yang mudah bagi engkau di antara Alquran, sudah itu rukuklah, sehingga tenang (thumakninah) dalam rukuk itu, kemudian bangkitlah, sehingga tegak lurus-lurus, kemudian sujudlah. Sehingga tenang dalam sujud itu, kemudian bangkitlah sehingga tenang dalam duduk, kemudian sujudlah kembali dan seterusnya. (riwayat Bukhari).
Dengan keterangan itu dapat diambil kesimpulan. Bahwa belajar sholat pada masa Nabi mudah sekali, yaitu dengan mencontoh perbuatan Nabi, serta menurut keterangan yang diberikan Nabi SAW. Adapun mengerjakan puasa adalah dengan keterangan Nabi SAW serta mencontoh perbuatannya. Begitu juga zakat.[13]
Metode mendidik secara kelompok disebut metode matual education. Misalnya yang dicontohkan Nabi dari keterangan di atas yaitu mengajarkan sholat dengan mendemontrasikan cara-cara sholat yang baik dan benar. Nabi juga menganjurkan sholat secara berjamaah dengan pahalanya berlipat 27 kali atau sholat Jumat setiap hari Jumat seminggu sekali, dan sebagainya.
Dengan cara kelompok inilah maka proses mengetahui dan memahami ilmu pengetahuan lebih efektif, oleh karena itu sama lain dapat saling bertanya dan saling mengoreksi bila satu sama lain melakukan kesalahan.[14]







KESIMPULAN
·         Metodologi pendidikan adalah suatu ilmu pengetahuan tentang metode yang dipergunakan dalam pekerjaan mendidik
·         Dalam metodologi dibidang akidah terdapat beberapa metode, antara lain :
1.    Metode bertanya atau melempar pertanyaan.
2.    Metode kisah atau cerita.
3.    Metode dialog.
4.    Metode nasihat.
·         Dalam metodologi dibidang akhlak juga terdapat beberapa metode, antara lain:
1.    Metode Spiritual.
2.    Metode Kisah atau cerita.
3.    Metode Dialog.
4.    Metode Nasihat.
5.    Metode teladan.
·         Metodologi dibidang ibadah terdapat beberapa metode, antara lain :
1.    Metode dialog.
2.    Metode contoh.
3.    Metode nasihat.
4.    Metode targib.







DAFTAR PUSTAKA
Arifin. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Untung, Slamet. 2005. Muhammad Sang Pendidik. Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra.
Yahya, Syamsuddin. 1999. “Pengajaran  Akidah Islamiyah”, dalam Syaifuddin
Zuhri dan Syamsuddin Yahya (eds.), Metodologi Pengajaran Agama,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yunus, Mahmud. 1992. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Hidakarya Agung.


[1] H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996) Hal 61.
[2] Ibid., Hal 10.
[3] Ibid., Hal 61.
[4] Moh. Slamet Untung, Muhammad Sang Pendidik,(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2005), hlm.96.
[5] Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992), hlm. 26-27
[6] Moh. Slamet Untung, Ibid., hal.98.
[7] Syamsyudin Yahya, “pengajaran akidah islamiyah” dalam Saifuddin Zuhri dan Syamsyudin Yahya (ed), Metodelogi Pengajaran Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999, Cet. Ke-1, hlm.96.
[8] Moh. Slamet Untung, ibid., hlm. 99.
[9] H. M. Arifin, ibid., Hlm. 76.
[10] Ibid., hlm. 70.
[11] Moh. Slamet Untung, ibid., hlm. 114.
[12] Ibid., hlm. 145-154.
[13]Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, ibid., hlm. 28
[14] Prof. H. M. Arifin, M. Ed., ibid., hlm. 69-70

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan tulis komentar kalian yaa..