Selasa, 08 Januari 2013

Sej. Pend. islam, (reading report)


Reading Report

PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERADABAN INDUSTRIAL

 BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu proses menyampaikan pengetahuan untuk mengembangkan manusia seutuhnya yang memiliki keyakinan, sikap dan ketrampilan hidup guna mencapai kebahagiaan dalam kehidupannya. Dalam pendidikan islam dapat diartikan sebagai suatu proses panjang dalam rangka mengantarkan manusia untuk menjadi seorang yang memiliki kekuatan spiritual dan juga intelektual.
Pendidikan islam di Indonesia tampaknya belum menjauh dari berbagai problema yang telah begitu lama menghimpitnya. Secara langsung, hal tersebut telah menjadi faktor yang menghambat perkembangannya pada tingkat yang sangat didambakan, sebagai prasyarat mempertahankan eksistensinya secara aktual. Telah kita ketahui, bahwa bangsa Indonesia yang mayoritas muslim ini, sedang bergelut dengan era perubahan, era industrial, yaitu suatu era yang mengharuskan semua siap segala hal, karena didalamnya banyak sekali tuntutan dan tantangan.
Maka, untuk lebih jelasnya akan di bahas dalam tugas UTS ini yang berjudul “Pendidikan Islam dalam Peradaban Industrial”.



BAB II
PENDIDIKAN ISLAM
A.  Orientasi dan Cita-cita Pendidikan Islam
Dalam kehidupan sosial kemanusiaan, pendidikan bukan hanya satu upaya yang melahirkan proses pembelajaran yang membawa manusia menjadi sosok yang potensial secara intelektual, namun berupaya membentuk masyarakat yang berwatak, beretika, dan berestetika.
Pendidikan dilihat merangkul peran penolong yang akan menuntun manusia untuk meraih suatu bentuk kehidupan yang lebih baik dari generasi dan masa-masa sebelumnya. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa tanpa pendidikan manusia sulit mendapatkan sesuatu yang berkualitas bagi diri, keluarga dan bangsa dan bahkan karena pergeseran waktu sehingga keadaannya dapat saja semakin tidak berperadapan dan tidak manusiawi. Atau dalam bahasa lain, bahwa maju mundurnya peradaban manusia akan sangat ditentukan oleh sejauh mana upaya-upaya pendidikan dapat diperoleh.
1.      Pendidikan Islam
Bagi bangsa Indonesia, sebagian tanggung jawab untuk menghadirkan pendidikan yang berkualitas, berada di pundak lembaga pendidikan Islam. Dari segi misi, pendidikan Islam juga menuju kearah yang sama yaitu mencerdaskan bangsa agar menjadi manusia yang berilmu, bertaqwa dan berbudi pekerti yang baik.
Dari segi tujuan yang terpisah, pendidikan islam berupaya menjadikan manusia mencapai keseimbangan pribadi secara menyeluruh. Menurut M. Arifin, hal tersebut dapat dilakukan melalui tahapan tertentu dengan intensitas pelatihan aspek kejiwaan, akal, pikiran, perasaan, kecerdasaan dan panca indra. Refleksi cita-cita pendidikan islam, dalam mewujudkannya tentu saja memerlukan suatu kerja keras. Keberhasilan ini kelak akan dapat merubah berbagai asumsi yang sekarang ini dialamatkan pada pendidikan islam, bahwa pendidikan islam tidak lebih besar hasil dan peranannya dibanding lembaga-lembaga pendidikan umum.
2.      Tugas kekhalifahan
Out put lembaga pendidikan islam untuk melaksanakan tugas kekhalifahan di muka bumi dalam orientasi spiritual yang kental yaitu sebagai tugas pokok manusia muslim terdidik. Dalam lingkup ini, pendidikan islam bercita-cita dan berkeinginan melahirkan manusia yang bermutu. Sebagaimana yang disebutkan A. Mukti Ali, bahwa pendidikan islam diharapkan untuk dapat mengantarkan manusia mencapai kebahagiaan, dalam wujud mutu yang lebih bahagia dibanding para pendahulunya. Oleh karena itu, dalam proses pendidikan islam menyertakan program intens peningkatan intelektual dan menghidupkan pula aspek spiritual yang akhirnya dapat menjadi modal untuk hidup dalam kebudayaan bangsa yang selalu berkembang seiring dengan  pencapaian kemajuan peradaban manusia.
Dalam pengertian lain, pendidikan islam ingin berupaya melahirkan manusia yang menyadari dan melaksanakan tugas-tugas kekhalifahannya dengan terlebih dahulu mempersiapkan diri dengan ilmu pengetahuan tanpa mengenal batas. Disamping juga menyadari bahwa hakikat seluruh kehidupan dan penguasaan ilmu pengetahuan bersumber dan bermuara pada pengharapan Allah SWT sebagai yang Maha Pencipta dan Maha Mengetahui.

3.      Hakikat Cita-Cita Pendidikan Islam
Dengan mngacu uraian diatas, maka diperoleh kejelasan bahwa hakikat cita-cita pendidikan islam tampak lebih dekat dengan ruh spiritual yang menjadi kandungannya. Hal tersebut sejalan dengan Syed Sadjad Husein dan Syed Ali Ashraf, bahwa keinginan yang paling inti dari pendidikan islam adalah melahirkan manusia yang beriman dan berpengetahuan, yang keberadaan satu sama lainnya saling menunjang.
Cita-cita utama pendidikan islam adalah membentuk perilaku dan kehidupan manusia dengan faktor keimanan yang secara tegas akan menentang pertimbangan-pertimbangan hawa nafsu yang disinyalir selalu merugikan. Dengan demikian maka jelaslah, bahwa pendidikan islam menanggung suatu beban yang dapat dipandang lebih berat dibanding lembaga pendidikan umum. Dari pendidikan islam dituntut untuk menjadikan manusia yang senantiasa bersikap dan berbuat baik kepada diri sendiri, Tuhannya dan pada sesama makhluk dan lingkungannya sebagai wujud konkret sosok manusia yang beriman.

B.  Sistem Pendidikan Islam Klasik dan Modern
1.      Sistem Pendidikan Islam Klasik
Menurut M. Zaky Badawi tujuan pendidikan islam tidak diwujudkan dengan cara menjejali murid dengan fakta-fakta, melainkan berusaha menyiapkan mereka agar kelak hidup bersih, suci dan tulus. Tekad untuk membentuk watak tersebut didasarkan pada cita-cita etika islam yang ditempatkan sebagai tujuan tertinggi pendidikan islam.
Dalam sistem pendidikan islam klasik, materi pokok pendidikan adalah Al-Quran. Pada masa tersebut, tingkat pencapaian prestasi murid diukur dari totalitasnya sebagai individu dalam wujud perilaku moral dan keshalihannya. Maksudnya, pengukuran keberhasilan tidak dilakukan dengan ujian yang bercorak mekanis, tetapi cukup dengan kemajuan belajar dan guru menetapkan langkah selanjutnya dengan membebaskan murid menentukan sendiri pilihannya.
Corak sistem pendidikan pada masa klasik digambarkan mampu memberikan hasil yang mendekati target tujuan pendidikan islam. Keberlangsungan pendidikan islam mempunyai nuansa yang sangat demokratis, lepas dari tekanan-tekanan kekuasaan baik struktur maupun lembaga maupun moralitas intelektual murid yang memang sedang dikembangkan.

2.      Sistem pendidikan modern
Kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam segala aspek kehidupan manusia, bagaimanapun juga ikut memaksa dunia pendidikan islam untuk mengembangkan sistem pendidikannya yang lebih memadai, dan akomodatif terhadap berbagai tantangan serta kebutuhan yang sedang berlangsung. Namun, pengembangan sistem pendidikan tersebut tidak digali dari kenggulan sistem pendidikan islam klasik. Tapi, cenderung menempuh emergency door yaitu dengan menggabungkan sistem pendidikan yang dimilikinya dengan sistem pendidikan modern yang sesungguhnya lahir bukan dari hegemoni muslim.
Keberhasilan sistem pendidikan islam modern diukur menurut pencapaian prestasi secara formal melalui strategi mekanis. Anak didiknya juga sangat terikat dengan segala bentuk formalitas, keharusan-keharusan lain yang diluar pilihan-pilihannya sendiri dalam menjalani pendidikan yang didambakannya.

C.    Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi Islam Menghadapi Peradaban Modern
Kurikulum yang umumnya berlaku di PTI, adalah kurikulum yang didasarkan kategori-kategori Al-Quran, disamping sebagiannya sudah harus dimasukkan kedalam musium sejarah karena sudah lapuk dimakan zaman. Nilai-nilai yang sudah lapuk tersebut akan sukar ditawarkan untuk menjadi alternatif melawan arus sekularisme yang semakin agresif, tidak manusiawi bahkan ateistik.
Inti kurikulum kajian keislaman pada fakultas-fakultas bercorak umum, biasanya berpusat pada akidah, syariah dan akhlaq. Kemudian agar kuliah keislaman dengan waktu yang terbatas tersebut dapat mencapai tujuan maka perlu disusun strategi yang tepat dan rasional.
Maka untuk menghadapi gerak perubahan sejarah yang berlangsung sangat cepat dan menyeluruh akibat revolusi teknologi informasi, perlulah kita menawarkan pesan-pesan islam yang dianyam secara filosofis dengan al-quran sebagai bahan acuan yang utama. Peradaban yang serba sekuler dan bahkan ateistik yang melanda manusia sejak tiga atau empat abad yang lalu dengan segala akibatnya yang dekstruktif maka harus adanya alternatif yang bentuknya dapat membangun fitrah manusia yang sejati.


D.  Sosok Ideal Pendidikan Tinggi Islam
1.      Pendidikan Modern Barat
Konsep manusia seutuhnya dalam pendidikan barat pada awalnya manusia religius yang mampu memahami kitab Injil dan berperilaku sebagaimana yang diperintahkan Tuhan dalam kitab Injil. Namun tuntutan kehidupan ekonomi telah meredupsi konsep ideal manusia, sehingga pendidikan dititikberatkan untuk menghasilkan manusia yang memiliki kemampuan tertentu serta memiliki kualitas pengetahuan atau intelektualitas yang memungkinkan dirinya dapat menempati posisi strategis dalam struktur pekerjaan.

2.      Menuju Pendidikan Islam
Sosok manusia seutuhnya menurut islam adalah al-insan al-kamil. Manusia memiliki pengetahuan dan perilaku seperti Rasulullah saw. Manusia yang terdiri dari jiwa dan raga, dimana dengan pengetahuan yang dimiliki jiwa dapat mengendalikan perilaku untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

E.  Karekteristik, Tujuan Dan Sasaran Pendidikan Islam
Karakteristik dan tujuan dalam pendidikan islam merupakan corak atau model pendidikan yang mampu membentuk “manusia yang unggul secara intelektual, kaya dalam amal dan anggun dalam moral”. Menurut cita-cita pendidikan islam yaitu untuk memproyeksi diri untuk memproduk “insan kamil”. Dan untuk meraih tujuan pendidikan islam yang ideal, maka realisasinya hanya bersumber dari Al-Quran, Sunnah, serta Ijtihad yang masih berada dalam ruang lingkupnya.

Sasaran dalam pendidikan Islam, antara lain :
a.       Sasaran individual, yaitu yang berkaitan dengan pembinaan individu muslim yang utuh dan melingkupi seluruh aspek kepribadian serta dalam rangka merealisasikan seluruh sisi pertumbuhan, yang meliputi:
·         Realisasi pertumbuhan akal dan intelektual
·         Realisasi pertumbuhan keilmuan
·         Realisasi pertumbuhan daya kreatif dan penalaran
·         Realisasi pertumbuhan ideolodi dan keyakinan
·         Realisasi pertumbuhan aspek spiritual
·         Realisasi pertumbuhan nilai moral dan sosial kemasyarakatan
·         Realisasi pertumbuhan aspek manajerial
b.      Sasaran sosial, yaitu realisasi pencapaian tujuan asasi, seperti khairu ummah yang beriman, untuk kepentingan kemashlahatan manusia, melalui :
·         Pembentukan semangat baeraqidah islamiyah
·         Pembentukan solidaritas kemanusiaan
·         Pembentukan jiwa saling menolong, menyayangi dan melindungi berdasarkan ajaran Islam.
c.       Sasaran yang berkaitan dengan peradaban. Tujuannya adalah peradaban umat islam melalui pembangunan semua unsur, yang keseluruhannya meliputi :
·         Unsur material, yaitu kemajuan di bidang pertanian, industi, perniagaan dan pembangunan fisik.
·         Unsur spiritual, yaitu ideologi, akhlak dan adab.
·         Unsur struktural dan perundang-undangan yang berkaitan dengan struktur keluarga, masyarakat dan negara.

F.   Karakteristik Anak Didik Dalam Pendidikan
Anak didik merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam proses pendidikan. Adapun karakteristik khusus yang dimiliki anak didik, antara lain:
a.       Anak sebagai subyek didik yang memiliki muatan positif.
Jika merujuk pada hadits Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan Thabrani dan Baihaqi, dinyatakan bahwa “sesungguhnya seorang bayi ketika dilahirkan dalam keadaan fitrah. Dan orang tuanyalah yang bertanggungjawab seandainya fitrah yang dibawanya itu menyimpang dari yang seharusnya yaitu bersih dan cenderung pada kebaikan”.

b.      Bahwa anak sebagai manusia bebas yang memiliki kesamaan harkat.
Maksudnya, dalam proses belajar mengajar semua anak memiliki peluang, posisi dan derajat yang sama yaitu untuk memperoleh pendidikan.
c.       Bahwa anak sebagai generasi penjelajah yang perlu tantangan.
d.      Anak sebagai individu yang unik.
Setiap anak memiliki kepribadian, perkembangan dan kemampuan yang berbeda dengan yang dimiliki orang lain. Dengan begitu, perlakuan yang diterapkan kepada mereka dalam proses pembelajarannya harus diarahkan kepada keunikan yang dimilikinya.




BAB III
PENDIDIKAN ISLAM DAN PEMBERDAYAAN

A.    Pemberdayaan Sebagai Strategi Memberdayakan Umat
Pemberdayaan berasal dari kata daya yang dapat diartikan sebagai kemampuan, kekuatan , muslihat dan akal. Namun pemberdayaan disini, berarti usaha yang dilakukan agar seseorang atau sekelompok orang mempunyai kemampuan untuk melakukan sesuatu terutama yang berkenaan dengan pembelaan atas diri dan hak-haknya.
Diantara penyebab ketidakberdayaan adalah kelemahan ekonomi, kebodohan, ketidakberanian dan ketergantungan. Agar umat manusia berdaya, penyebab ketidakberdayaan tersebut harus dihilangkan, terutama dalam kaitannya dengan ketidakberanian dan ketergantungan. Kekayaan dapat diberikan, pengetahuan dapat ditularkan, namun keberanian dan ketaktergantungan mesti dibangkitkan dari dalam diri seseorang.
Kalau memang pendidikan dijadikan pilihan utama dalam usaha pemberdayaan umat, perhatian pada pembinaan kemandirian dan pembentukan kepribadian yang kuat haruslah diutamakan. Tanpa kedua hal tersebut, yang akan terbentuk bukanlah manusia-manusia yang benar-benar berdaya. Namun mereka akan berdaya sebagai pekerja yang menghasilkan produk tertentu, tetapi tidak berdaya mempertahankan hak-haknya dari ketidakadilan dari sistem yang berlaku dalam lingkungan kerjanya.

B.     Pendidikan Islam Dan Proses Pemberdayaan Bangsa
Pendidikan islam yang berlangsung di negeri ini masih menganut sistem pendidikan warisan abad pertengahan bagian akhir. Ciri utama dari masa tersebut adalah adanya pemisahan secara jelas antara ilmu pengetahuan yang terklarifikasikan sehingga keberadaannya juga dibedakan dengan sekolah-sekolah umum. Sedangkan kedudukan pendidikan islam sebagai sub-sistem pendidikan nasional, merupakan sisi lain yang bersumber dari sistem penyelenggaraan negara, yang sesungguhnya juga sebagai bentuk modifikasi yang tidak sempurna atas warisan sejarah masa lampau tentang sistem pendidikan modern yang kita anut. Sebagai akibatnya, gejala ini sedikit banyak mempengaruhi kemajuan pendidikan, khususnya pendidikan islam.
Eksistensi pendidikan islam telah menduduki posisi yang sangat penting sebab tanggungjawab pemberdayaan bangsa yang menjadi beban pendidikan islam, dipandang tidak hanya segi ekonomi saja, tapi juga aspek moralitas, sehingga kelak tidak terjadi kolusi-kolusi yang saling menjatuhkan demi keuntungan pribadi.

C.    Pendidikan Moral Keagamaan Dalam Masyarakat
Pendidikan moral bukan hanya sekedar pengetahuan hafalan akan tetapi harus menumbuhkan kesadaran pada diri anak didik mengenai pentingnya moral yang baik dan mendorong untuk berkehendak melakukan suatu perbuatan dengan penuh tanggungjawab. Dengan demikian, pendidikan moral diharapkan dapat menyentuh kawasan internalisasi (pendalaman) dan karakterisasi (penghayatan).
Adanya kenakalan remaja serta kasus tawuran antar pelajar yang kian meranah, sehingga membuat moral dan tingkah laku mereka menjadi buruk. Namun, ada beberapa upaya untuk meningkatkan pendidikan moral keagamaan, antara lain :
1.        Merancang secara spesifik suatu aktivitas seperti diadakannya kegiatan Pesantren Kilat, sehingga mereka mampu menghayati dan mengamalkan ajaran agama.
2.        Diadakannya kunjungan sosial seperti panti asuhan, ke lokasi bencana alam dan lain-lain, yaitu dengan maksud menumbuhkan rasa peduli lingkungan sosial.


D.    Urgensi Fenomena Pendidikan Dalam Pemberdayaan Umat
Munculnya TPA (Taman Pendidikan Alquran) dan Pesantren Kilat sebagai fenomena pendidikan keagamaan adalah sebagai hasil inovasi pendidikan dan sebagai upaya pemberdayaan umat. Sebagai pemberdayaan umat, pendidikan agama sejak dini bagi generasi muda merupakan suatu keniscayaan yang perlu dilakukan. Suatu kegiatan pembinaan sebagai prioritas utama dan pertama. Dari sinilah nantinya nilai-nilai agama mengalami proses internalisasi dalam diri setiap insan yang dapat dijadikan basis spiritual.



BAB IV
TANTANGAN PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan islam sebagai proses pembelajaran dapat ditemukan diberbagai lembaga pendidikan, posisinya mengalami kegoncangan kualitas karena didalam masyarakat telah terjadi keterkejutan-keterkejutan budaya, yang tidak terimbangi oleh perbaikan sistem dan proses pembelajarannya. Pada umumnya, masih sangat bertumpu pada model islamologi atau islam sebagai ilmu karena hanya menonjolkan aspek kognitif, ditengah pengharapan pemantapan moral atau budi pekerti terdidik disemua jenjang pendidikan.
Dalam kaitan tersebut, kebanyakan para ahli berpendapat bahwa pendidikan islam dalam arti proses, keberhasilannya akan sangat ditunjang atau ditentukan oleh aspek afektif dan psikomotor. Padahal, kedua aspek tersebut dapat dikatakan minim atau hampir tidak ada dalam pendidikan islam proses di semua jenjang lembaga pendidikan umum yang ada.
Pendidikan islam sebagai lembaga dan proses, pada umumnya mengalami hambatan-hambatan pokok, termasuk seperti penerapan politik pendidikan yang cenderung membedakan haknya, persoalan dikhotomi ilmu pengetahuan yang juga belum selesai, sistem dan manajemennya yang dinilai berkualitas rendah, dan sampai pada image masyarakat yang memberi penilaian secara subyektif terhadap keberadaannya. Dalam hal ini, tidak terkecuali madrasah yang telah menempatkan diri sebagai pendidikan umum plus, tetapi didudukkan dalam jajaran lembaga pendidikan islam pada umunya yang dinilai belum menjangkau kualitas yang di inginkan.
Persoalan ketidaktepatan dan ketidakbenaran ini, kini harus lebih tegas mendapat perhatian semua pihak. Sebab, tantangan perubahan yang telah mengantarkan masyarakat menjadi lebih maju, sekaligus melahirkan tuntutan perbaikan sistem pendidikan islam yang dinilai masih terbelakang, baik proses maupun lembaga, dan harus dilakukan secara berani serta tidak sekedar tambal sulam. Langkah tersebut semata-mata dalam rangka menempatkan pendidikan islam agar lebih responsif terhadap perubahan dan memenuhi logika persaingan serta dapat menjawab dinamika pemberdayaan.
A.    Peran Pendidikan Islam Dalam Mewujudkan Kerukunan Antar Umat Beragama
Realita kerukunan antar umat beragama di Indonesia telah mencapai tingkat yang menggembirakan. Hal tersebut dikarenakan adanya kesadaran para pemeluk agama yang saling menghormati dan dapat hidup berdampingan secara harmonis.
Dien Syamsyudin (1997:6) membenarkan bahwa agama mempunyai watak yang mendua terhadap masalah kerukunan dan kesatuan. Pada satu sisi ia dapat mendorong persatuan antar manusia atau memiliki daya perekat sosial yang kuat sehingga dapat mempersatukan masyarakat.
Terhadap pemeluk agama lain, islam menggariskan suatu prinsip “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku” (QS. 109:60). Ini menjadi satu konsep dasar toleransi dalam arti untuk tidak saling mengusik keberadaan masing-masing. Aspek yang lebih mendalam adalah bahwa umat beragama tidak mencampuradukkan masalah ibadah masing-masing agama dan umat islam sendiri dilarang keras untuk mengikuti upacara ritual agama lain, sekalipun dengan jaminan bahwa penganut agama lain akan mengikuti ritual umat islam, ataupun atas nama toleransi dan kerukunan umat beragama.

B.     Lembaga Pendidikan Islam
Dalam memenuhi target jangka pendek, lembaga pendidikan islam harus mampu memberikan arahan dan menuntun anak didik secara massal untuk menjadi umat beragama (islam) yang mampu menghadapi dan menjalani perubahan. Sedangkan untuk jangka panjang, penekanannya adalah bahwa lembaga pendidikan islam harus mampu melahirkan ulama, pendidik dan orang tua yang secara konsisten menunujukkan kemampuan dalam mengarahkan dan menuntun anaknya agar menjadi generasi berkemajuan dunia atas landasan keakhiratan.
BAB V
REKONSTRUKSI PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

A.    Pendidikan Islam Abad XXI : Suatu Tinjauan Dari Perspektif Ilmu Dan Filsafat
Dalam proses pendidikan islam memerlukan konsep-konsep yang pada gilirannya dapat dikembangkan menjadi teori-teori yang teruji dalam praksisasi lapangan. Dengan teori pendidikan islam, para pendidik muslim akan mengembangkan konsep-konsep baru sesuai dengan tuntunan zaman, sehingga pendidikan islam akan terus berkembang mengacu kepada tuntutan masyarakat yang berkembang secara dinamis-konstruktif menuju masa depan yang lebih sejahtera dan maju.
Pendidikan islam juga membina dan mengembangkan pendidikan agama dimana titik beratnya terletak pada internalisasi nilai iman, islam, dan ihsan dalam pribadi manusia muslim yang berilmu pengetahuan.

B.     Pendidikan Islam Di Indonesia
Sebagai pendidikan yang berlabel agama (Islam), maka jelaslah bahwa pendidikan islam memiliki transmisi spiritual yang lebih nyata dalam proses pengajarannya. Pendidikan islam berupaya untuk mengembangkan keseluruhan aspek pada diri anak didik secara berimbang, baik aspek intelektual, imajinasi, kultural serta kepribadian.
Pendidikan islam di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu variasi dari konfigurasi sistem pendidikan nasional. Tetapi keberadaannya dihadapkan pada kenyataan bahwa pendidikan islam di Indonesia tidak memiliki kesempatan yang luas untuk bersaing dalam membangun umat yang besar ini. Memang ini terasa janggal, bahwa dalam suatu komunitas masyarakat muslim yang besar, pendidikan islam tidak mendapat kesempatan yang luas, sebanding dengan umatnya yang besar.
Krisis dalam dunia pendidikan di Indonesia, oleh H.A. Tilaar (1991) secara umum diidentifikasikan dalam empat aspek pokok, yaitu masalah kualitas, relevansi, elitisme dan menejemen.
Pendidikan islam di dalam masyarakat agraris pra-industri menempatkan tempat yang strategis, baik dalam susunan budaya maupun didalam masyarakat itu sendiri. Dalam arti kata lain, sistem serta nilai pendidikan islam dan tokoh-tokoh pelakunya bukan saja merupakan bagian yang integral dari budaya dan masyarakatnya. Melainkan juga bertindak sebagai pusat-pusat budaya yang berwibawa yang reproduksi dari pemikiran serta nilai-nilainya menyumbangkan konsep-konsep pengetahuan dan menstruktur sistem perilaku kolektif anggota masyarakatnya.

C.    Rekonstruksi Pendidikan Islam Dalam Peradaban Industrial
Dengan mengaca kembali pada dinamika masyarakat dan perjalanan pendidikan islam, maka kita dapat membuat kesimpulan positif dan konkret mengenai keharusan untuk tetap memikirkan upaya dan proses pemajuan pendidikan islam. Keseluruhan upaya-upaya tersebut bisa disebut dengan rekonstruksi, dengan asumsi bahwa proses dekonstruksinya adalah seleksi-seleksi masa lampau dan perbaikan landasan bagi pendidikan islam yang telah berlangsung, sehingga ia siap dan dapat memperlihatkan keperkasaannya dalam peradaban industrial.



BAB VI
PERADABAN INDUSTRIAL

Proses menuju peradaban industrial merupakan  persoalan yang pasti akan terjadi, sebab dengan industri peradaban yang lebih besar dapat dibangun. Industrialisasi memiliki keterkaitan yang erat dengan modernisasi, sebab industrialisasi merupakan bagian dari proses modernisasi. Industrialisasi bukanlah suatu perjalanan sejarah yang secara langsung dari masyarakat agraris ke masyarakat industri, masyarakat tradisional ke masyarakat modern, tetapi suatu evolusi yang multilineal. Masyarakat industri dapat terbentuk melalui berbagai cara misalnya revolusi borjuis, fasisme, komunisme dan lain sebagainya.
Industrialisasi pada satu sisi berdampak positif terhadap kemajuan peradaban masyarakat, namun pada sisi yang lain justru menjadi ancaman terhadap tata nilai keberagamaan masyarakat. Bahkan Peter L. Berger sebagaimana yang dikemukakan Kuntowijoyo mengemukakan bahwa ekonomi industrial-capitalistic merupakan wilayah sekuler yang terbebas dari agama, sehingga agama tidak memiliki kekuatan untuk melakukan legitimasi sebab hal ini akan mengancam kelangsungan dari tata ekonomi. Jika demikian, maka industrialisasi merupakan ancaman terbesar yang harus dihadapi agama, sebab kondisi ini akan berpotensi melahirkan penyakit dalam masyarakat.
Dalam sejarah, terdapat beragam sikap umat Islam terhadap sains-teknologi. Sebagian umat Islam ada yang anti terhadap teknologi, ada juga yang bersikap moderat dan bersikap fleksibel terhadap perkembangan teknologi, bahkan ada yang cenderung liberal dengan menerima semua gagasan baru.
Jika dicermati lebih tajam, peradaban industrial pada dasarnya memperlihatkan kontribusi pendidikan Islam sebagai wadah penghasil guru agama. Di tengah gelombang reformasi global kehadiran guru agama memiliki kompetensi strategis dalam menghantarkan peserta didik bukan terbatas pada sosok pelaku pembangunan, produser sains dan teknologi, namun mengarahkan peserta didik menjadi manusia yang tidak kropos dalam persoalan moralitas.

BAB VII
ANALISIS
Buku ini menerangkan tentang pendidikan islam dalam peradaban industrial. Pendidikan islam itu sendiri mempunyai arti sebagai upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak manusia untuk lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan.
Namun, ada beberapa masalah dalam pendidikan islam di Indonesia, seperti kurang tertariknya masyarakat untuk memilih lembaga-lembaga pendidikan islam, sebenarnya bukan karena telah terjadi pergeseran nilai atau ikatan keagamaannya dan mulai memudar, melainkan karena sebagian besar kurang menjanjikan dan kurang responsif terhadap tuntutan dan permintaan saat ini maupun mendatang. Padahal, paling tidak ada tiga hal yang menjadi pertimbangan masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan, yaitu nilai (agama), status sosial dan cita-cita.
Memasuki peradaban industrial ini, pendidikan nasional pada masyarakat Indonesia perlu diarahkan pada pengembangan sains dan teknologi, sehingga masyarakat Indonesia harus diarahkan untuk mengembangkan potensi untuk meraih, mengembangkan serta menerapkan sains dan teknologi untuk meningkatkan taraf hidup. Sains dan teknologi menjadi sangat urgen sebab masyarakat industri terbentuk jika metode ilmu pengetahuan dan teknologi diterapkan dalam masyarakat.
 
BAB VIII
SIMPULAN

Dalam kehidupan sosial kemanusiaan, pendidikan bukan hanya satu upaya yang melahirkan proses pembelajaran yang membawa manusia menjadi sosok yang potensial secara intelektual, namun berupaya membentuk masyarakat yang berwatak, beretika, dan berestetika. Pendidikan islam berusaha mengembangkan semua aspek dalam kehidupan manusia. Aspek-aspek tersebut meliputi spiritual, intelektual, imajinasi, keilmiyahan dan lain sebagainya.
Dalam menghadapi tantangan dan tuntutan baru dalam perjalanan zaman seperti sekarang ini, sistem pendidikan islam klasik memang tidak sepenuhnya masih cocok, terutama aspek pembentukan kedisiplinan yang tidak mungkin lagi hanya berharap pada faktor pembentukan watak semata. Demikian juga sisi model pembentukan dan penggalian potensi intelektual, yang pada era modern ini sudah mengutamakan spesialisasi dalam ketergantungan fungsional.
Peradaban millennium ketiga ini ditandai dengan munculnya masyarakat industry di mana kemajuan sains dan teknologi telah mencapai posisi yang cukup signifikan. Dengan lahirnya peradaban industrial, maka pendidikan Islam harus mampu bertahan di tengah arus gelombang industrialisasi tersebut.
Dalam menghadapi suatu perubahan diperlukan suatu desain paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan baru. Jika tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan paradigma lama, maka segala usaha akan memenuhi kegagalan. Karena itulah kemudian, pendidikan Islam perlu membangun paradigma pendidikan baru yang berbasis sosio-kultural, sosio-ekonomi, sosio-teknologi dengan merekonstruksi model pembelajaran pada tataran teosentris menuju teo-antroposentris.

1 komentar:

silahkan tulis komentar kalian yaa..